Share

TCM 6

Beberapa hari setelah kedua orangtua Ana meminta agar gadis itu harus berpisah dengan Arga, mereka mulai membatasi kegiatan Ana. Bahkan gadis itu diantar dan jemput saat bekerja, dimaksudkan agar Ana tidak punya waktu untuk bertemu dengan kekasihnya.

Malam itu, Ana sedang berada di kamarnya. Ia sedang berbalas pesan dengan Arga yang kala itu sedang manggung di kafe milik orangtuanya. Gadis itu meminta maaf karena tidak bisa datang, mengingat jika kedua orangtua maupun kakaknya masih mengawasi dirinya serta tidak membiarkannya pergi ke mana pun selain bekerja.

"An!"

Ibu Ana sudah berada di kamar gadis itu, membuat Ana yang sedang berbaring dengan posisi telungkup terkejut dan langsung bangun menatap ibunya.

"Minggu depan, Zidan akan membawa lamaran ke sini. Jadi, kamu harus bersiap-siap untuk meyambutnya," kata ibunya menjelaskan, wanita itu sudah menerima lamaran Zidan secara lisan dan tinggal menunggu prosesi resminya.

"Apa?!!"

Ana terkejut, ia langsung turun dari tempat tidur dan berdiri berhadapan dengan ibunya. Ia lantas melayangkan protes pada wanita yang sudah melahirkannya itu.

"Kok gitu, Bu?! Aku nggak mau!" tolak Ana.

"Kamu nggak berhak bilang nggak mau! Intinya, ibu dan ayah mau kamu menikah dengan Zidan, titik!!" hardik ibunya.

"Bu! Yang mau nikah aku, yang akan menjalani kehidupan ini aku, kenapa kalian yang mengatur? Pokoknya aku nggak mau!!" kekeh Ana menolak keinginan kedua orangtuanya.

Tanpa Ana sadari, Aditya mendengar jika gadis itu menolak menerima lamaran yang sudah dirancang oleh orangtuanya, pria itu tampak murka dan langsung pergi menuju kafe milik orangtuanya.

"Pokoknya kamu nggak berhak nolak! Pilih terima lamaran Zidan atau melihat pemuda tak berguna itu kehilangan pekerjaan di kafe manapun!!"

Ibu Ana meninggalkan kamar gadis itu seraya membanting pintu dengan keras, membuat Ana sampai mengedikkan bahu karena terkejut.

"Tidak bisa! Aku harus bertemu Arga!"

Ana menyeka buliran kristal bening yang sempat luruh dari kelopak matanya dengan jari lentiknya. Bagaimanapun caranya, ia harus bertemu dengan kekasihnya itu dan mengatakan tentang rencana orangtuanya secara langsung, agar bisa memikirkan solusi demi keberlangsungan hubungan mereka kedepannya.

_

_

_

Aditya turun dari mobil dengan wajah menggelap karena murka, ia yang selalu mendukung segala keputusan orangtuanya, merasa tidak terima ketika tahu jika adiknya membangkang pada keputusan orangtua mereka hanya karena seorang pemuda yang tidak ada seujung kuku temannya—Zidan.

Kala itu, kafe baru saja tutup karena waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam. Arga yang memang baru saja ingin pulang setelah selesai mengisi acara, terkejut ketika Aditya langsung menariknya yang hendak naik ke motor.

Kakak Ana langsung melayangkan bogem mentah ke wajah Arga yang sedang mencoba mencerna dengan apa yang terjadi, membuat pemuda itu jatuh tersungkur ke tanah.

Tak sampai di situ, Aditya langsung berjongkok, menarik jaket Arga lantas melayangkan pukulan untuk yang kedua kalinya.

"Kak! Ada apa ini?" tanya Arga dengan nada tinggi dan ekspresi terkejut karena dirinya terkena pukulan tanpa sebab.

"Jangan banyak omong!!"

Aditya kembali memukul Arga, membuat pemuda itu lagi-lagi tersungkur di tanah. Pria itu tidak bicara, ia sedang meluapkan amarahnya. Aditya kini berada di atas tubuh Arga yang tersungkur, melayangkan bogem mentah berkali-kali dan tidak membiarkan Arga membalasnya.

Entah sudah berapa kali Aditya melayangkan pukulan, kini wajah Arga benar-benar babak belur, lebam dan berdarah.

Puas memukuli kekasih adiknya itu, Aditya bangkit lantas menatap tajam pada Arga yang sampai terbatuk-batuk karena terus terkena pukulan.

"Ingat! Jangan pernah berhubungan lagi dengan Ana! Atau jangan salahkan aku jika kau akan mendapatkan lebih dari ini!!" Ancam Aditya seraya menunjuk pada Arga yang masih tersungkur.

"ARGA!!!!"

Ana berteriak kencang ketika mendapati kekasihnya sudah babak belur, bahkan kini lebam sudah menutupi seluruh wajah tampannya.

Ana langsung berjongkok dan memeluk tubuh Arga, ia menangis histeris melihat sang kekasih yang hampir tak berdaya.

"An," lirih Arga dalam pelukan gadis itu.

"Kakak ini apa-apaan? Kenapa melakukan ini pada Arga?!!"

Ana bertanya dengan suara isak tangis yang menyayat hati. Beberapa karyawan yang menyaksikan tampak diam karena takut jika terkena masalah kalau melerai.

"Kamu! Sini, nggak!!" Aditya menarik paksa tangan Ana.

Pria itu semakin kesal karena adiknya memeluk pemuda yang baru saja ia hajar.

"Nggak!!" tolak Ana masih mempertahankan dirinya memeluk sang kekasih.

Aditya semakin geram melihat adiknya terus saja membangkang, ia menarik tangan Ana semakin kencang hingga tangan gadis itu terlepas dari tubuh Arga.

Arga ingin sekali meraih tangan Ana, tapi tubuhnya terasa lemas, sakit, dan ngilu akibat hantaman kepalan tangan Aditya yang bertubi-tubi.

"Arga!!" seru Ana meronta dari genggaman kakaknya.

"Diam kamu! Jika kamu memberontak, aku pastikan dia tidak bisa melihat Matahari besok!!" ancam Aditya menatap Ana dengan jari menunjuk pada Arga.

Ana semakin meraung tak terkendali, air matanya terus luruh meratapi nasib kekasih dan hubungannya. Sekuat apapun dia memberontak, tetap saja kalah tenaga dengan kakaknya.

Aditya menendang kaki Arga, lantas menyeret Ana ke arah mobil, memasukkannya secara paksa lalu membawa gadis itu pergi dari sana.

Arga mengepalkan tangannya, matanya memerah menahan rasa sakit dan amarah. Beberapa karyawan yang masih di sana langsung menghampiri Arga, membantu pemuda itu untuk bangun.

"Ya Ampun, sampai begini," ucap salah satu karyawan yang merasa simpatik.

"Obatin dulu ya," timpal yang lain.

Akhirnya Arga dibawa masuk kembali ke dalam kafe, karyawan kafe keluarga Ana membantu Arga membersihkan wajahnya dari darah dan mengobati luka lebamnya.

"Kakak jahat! Aku benci kakak." Ana memukuli Aditya, Ia terus menangis karena khawatir dengan keadaan kekasihnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status