Share

Wallpaper Ponsel

Author: Danea
last update Last Updated: 2023-10-17 20:00:38

Kenzo memperhatikan Kenzie yang sedari tadi hanya bergulang-guling, ia tersenyum penuh arti kemudian mendekat pada sang istri. Kenzie yang baru sadar akan kehadiran Kenzo terlonjak kaget, saat mendapati lelaki itu berbaring di sampingnya.

“Astaga!” ucap Kenzie dengan tangan di depan dada. “Dasar jailangkung,” tambahnya.

“Aku ingin bertanya sesuatu padamu,” ujar Kenzo.

Kenzie mengubah posisinya yang semula berbaring menjadi duduk sempurna. Matanya mengarah pada jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam. Sepertinya Kenzo baru pulang beberapa menit lalu, hal itu membuat Kenzie secara spontan beranjak membuka lemari, dan memberikan handuk pada lelaki itu.

“Mandi.”

“Kau mengajakku mandi?” tanya Kenzo seraya mengerlingkan matanya.

“Lupakan, terserah kau mau mandi atau tidak!” tutur Kenzie. Ia meninggalkan Kenzo begitu saja.

Kenzo terkekeh pelan melihat kelakuan Kenzie. Ia menyambar handuk pemberian wanita itu dan masuk kamar mandi guna membersihkan diri.

Lima belas menit berlalu, Kenzo sudah selesai dengan aktivitas mandinya. Saat akan mengambil pakaian ganti di lemari, ia mendapati setelah baju tidur tergeletak di atas ranjang. Rupanya, Kenzie sedang berusaha merayu dan memperlakukan dirinya layaknya suami sungguhan. Kedua sudut bibir Kenzo terangkat, membentuk lengkungan bulan sabit yang begitu menawan. Kenzie yang baru kembali dari dapur, terpaku menyaksikan pemandangan tersebut.

“Kau sangat tampan, Om,” puji Kenzie tanpa sadar.

“Memang, apalagi setelah mengenakan pakaian yang disiapkan istriku. Apa kau mau membantu?”

Kenzie membelalakkan mata, baru sadar jika Kenzo masih bertelanjang dada, hingga ia bisa melihat enam roti sobek lelaki itu. Secara spontan Kenzie menutup kedua matanya dengan telapak tangan, berteriak histeris kemudian meninggalkan lelaki tersebut.

“Hahaha polos sekali dia,” ujar Kenzo sambil tertawa, merasa terhibur dengan cara Kenzie mengagumi dirinya. 

“Segera pakai bajumu, Om, aku sudah mengantuk,” teriak Kenzie dari luar.

“Memangnya siapa yang menyuruhmu berdiri di sana? Masuk saja, kita kan suami istri,” balas Kenzo tanpa beban.

“Jangan banyak bicara, sudah selesai belum?”

“Belum. Aku kesulitan memasukkannya ke dalam sangkar, dia besar dan liar sekali.”

Kenzo sengaja menggoda Kenzie, ia sudah bisa membayangkan bagaimana raut wajah wanita tersebut sekarang.

“Cepatlah, jangan bicara omong kosong!”

“Oh, jadi kau suka bermain cepat, baiklah, mari kita coba.”

Klik!

Tepat setelah mengatakan itu, pintu terbuka. Kenzie menganga ditempatnya saat melihat rambut basah Kenzo dan bibir ping alami nan tebal milik lelaki itu. Susah payah ia meneguk salivanya, menyadarkan diri bahwa yang sekarang berada di hadapannya adalah Kenzo, lelaki yang sama sekali bukan tipenya.

“Awas liurnya jatuh,” goda Kenzo seraya membalik badan dan tertawa.

Secara spontan Kenzie mengelap bibir. Ia sangat malu jika apa yang dikatakan Kenzo benar, untungnya lelaki itu berbohong, karena sama sekali tak ada liur di bibirnya.

Kenzie memasang tampang cuek, meskipun ada sedikit rasa malu karena tertangkap basah tengah mengagumi sosok Kenzo. Ia naik ke atas ranjang, menarik selimut sampai sebatas leher dan berbaring memunggungi Kenzo.

Sudah sejak hari pertama setelah menikah mereka tidur sekamar dengan dua guling sebagai pembatas, tak lupa Kenzie selalu mengingatkan Kenzo agar tak melewati batas tersebut. Sejujurnya, Kenzie keberatan satu ranjang dengan lelaki mesum itu, khawatir imannya yang hanya setipis kapas goyah. Namun, ia juga tak bisa berbuat banyak, mengingat saat ini dirinya tinggal di rumah Kenzo.

“Tidak usah bekerja lagi di kafe itu. Kau mau membuatku malu?”

Kenzie mengerutkan kening. “Memang apa urusannya denganmu?”

“Tentu saja ada. Kau istriku, seorang istri harus mendengar perkataan suami.”

“Kita hanya akan menikah selama tiga bulan.”

“Memang. Tapi, kau juga tak boleh lupa bahwa pernikahan kita sah secara agama dan hukum. Dan aku, aku tak suka melihatmu bekerja di kafe kumuh itu,” beber Kenzo panjang lebar.

“Lantas aku harus bekerja di mana?” Kenzie memilih mengalah. Karena jika ditanggapi, entah sampai kapan pembicaraan itu akan berakhir.

Kenzo membalik tubuh Kenzie hingga keduanya berhadapan. “Di rumah saja. Untuk apa bekerja?”

“Tidak! Aku tetap ingin bekerja,” tolak Kenzie.

“Bukannya mayoritas wanita ingin memiliki suami yang membiarkan kalian para istri bersantai di rumah sambil menikmati uang kami?”

Pertanyaan Kenzo membuat mata bulat Kenzie membola sempurna. Apakah lelaki itu baru saja membuat survey dan sedang memberitahukan hasil surveynya?

“Tidak mau menyanggah dan mengiyakan,” balas Kenzie.

“Mulai besok jangan lagi bekerja di sana!”

Sorry, tapi aku merasa sangat nyaman dengan pekerjaan itu.”

“Oh, rupanya kau sedang bercita-cita menjadi istri durhaka, ya? Mau kuhukum?”

Tatapan Kenzo tampak berbeda. Lelaki itu mendekat dan semakin mendekat, membuang dua guling yang digunakan sebagai pembatas itu ke sembarang arah.

“Mau apa kau? Kalau kau macam-macam, aku tidak akan segan-segan menelepon polisi!” ancam Kenzie.

“Silakan. Tapi aku jamin, tidak ada polisi yang mau datang apalagi hanya untuk urusan ranjang!” Kenzo tersenyum misterius, tangannya sudah menarik selimut yang membungkus Kenzie. Ia menatap tubuh ramping dengan payudara berisi itu penuh minat.

Saat itulah suara ketukan pintu terdengar, disertai teriakan khas milik Alea. “Kak Zie, Bang Ken…”

Kenzie menarik napas lega saat tubuh Kenzo tak lagi mengungkungnya. Ia bergegas turun dari ranjang dan membuka pintu, mengabaikan Kenzo yang mengumpat kesal.

“Kenapa, Al?” tanya Kenzie.

Melihat rambut dan pakaian sang kakak yang berantakan membuat Alea menggaruk tengkuknya, merasa bersalah karena telah mengganggu waktu kakak dan kakak iparnya. Namun, apa yang akan dia sampaikan juga sesuatu yang penting. Alea berdehem pelan, kemudian berbisik tepat di telinga Kenzie.

“Ha? Memangnya Manda belum pulang? Kata Bi Minah ada di kamarnya,” ucap Kenzie.

“Tadi emang udah pulang, Kak, tapi pergi lagi, dan sampe jam segini belum balik,” papar Alea.

“Udah coba telepon?”

“Nomor Kak Manda gak aktif.”

“Gala?”

“Sama,” sahut Alea.

Kenzo menyembul dari balik pintu, merasa penasaran dengan apa yang terjadi hingga Kenzie tak kunjung kembali. Padahal, ia sudah menyiapkan banyak cara untuk menggoda wanita itu.

“Ada apa sayang?”

Bukannya menjawab, Kenzie malah mendelik kesal, ia tak suka dengan cara Kenzo memanggilnya. Tapi, Kenzo mana mau tahu, yang penting ia senang dan berhasil membuat Kenzie kesal.

“Kak Manda belum pulang, Bang,” beber Alea.

“Mungkin sedang bersama teman-temannya. Tidak perlu terlalu khawatir begitu.”

“Al, kita cari Manda sekarang, Kakak ganti baju dulu.” Tanpa memedulikan ucapan Kenzo, Kenzie kembali ke kamar dan berganti pakaian, sementara Kenzo hanya menatap pergerakan wanita itu dengan tangan bersedekap di depan dada.

Masih tanpa suara, Kenzie melewati Kenzo, saat itulah Kenzo menarik pergelangan tangannya, hingga membuat langkah kaki Kenzie berhenti seketika.

“Aku tidak punya banyak waktu untuk meladenimu, Om.”

“Amanda tidak apa-apa, dia sedang bersama teman-temannya.”

Kenzie menoleh dan menatap Kenzo tepat di manik lelaki itu. “Bagaimana bisa Om berkata begitu sementara ponsel adikku tak bisa dihubungi?”

Kenzo lupa mengatakan satu hal, ia mengambil sesuatu yang sengaja diletakkan di laci meja dan menyerahkannya pada Kenzie.

“Lho, ini kan HP Manda.”

“Hmm. Tertinggal di mobilku.”

Kenzie menghidupkan layar, matanya terbelalak sempurna saat mendapati wallpaper di ponsel sang adik.

“Mengapa fotomu ada di layar ponsel adikku?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Cinta Om Duda   Extra Part

    “Ayahhhhhh,” teriak bocah perempuan berusia enam tahunan. Ia berlari menghampiri lelaki yang masih mengenakan kemeja dan dasi berwarna senada. Disertai senyum lebar yang memperlihatkan gigi kelincinya, bocah tersebut menghambur, memeluk kaki si lelaki yang jauh lebih tinggi darinya. Sontak, lelaki itu berjongkok, membalas pelukan sang putri sembari mencubit pipi gembulnya. “Anak ayah cantik banget, sih.” “Iya dong, kan anak ayah sama bunda,” jawab bocah tersebut membanggakan diri. Dari arah dapur, wanita berdaster dengan rambut dicepol asal menghampiri keduanya, kemudian mencium punggung tangan lelaki itu. “Sini aku bawain, Mas.” “Gak usah, Sayang, biar aku aja. Kasihan, seharian ini kamu udah capek ngurusin Queenza.” “Enggak kok.” “Gak papa, aku aja,” jawab lelaki itu seraya mengecup pipi sang istri. “Ada Queenza!!!” Wanita berdaster tersebut mendelik kesal sambil mencubit perut suaminya. Ya, sepasang suami istri itu adalah Kenzie dan Kenzo. Pernikahan mereka sudah menginjak

  • Terjebak Cinta Om Duda   Perjanjian Pernikahan

    Satu Minggu Kemudian, di Kediaman Mahardika“Om, aku takut,” ujar Kenzie seraya menghentikan langkah. “Apa yang membuatmu takut?” tanya Kenzo. Mereka telah berada di depan rumah kedua orang tua Kenzo. Namun tiba-tiba, rasa ragu, takut, khawatir, dan tidak percaya diri menyergap. Kenzie dilema, haruskah dia menemui mertua yang sudah jelas membencinya? Bagaimana jika hatinya kembali terluka? Apa ia siap? “Lain kali saja, ya.” Kenzie menatap Kenzo dengan pandangan berkaca-kaca, mencoba bernegosiasi agar setidaknya lelaki itu mau memberi jeda.“Sayang, percayalah, Mama dan Papa sudah bisa menerimamu, tidak seperti dulu.” Kenzo meyakinkan. “Tapi…aku tidak yakin,” cicitnya. “Ada aku,” balas Kenzo. “Kita masuk?” sambungnya lembut. Setelah mengalami pergolakan batin yang cukup menguras hati dan pikiran, Kenzie mengangguk pasrah. Ia menguatkan diri , memejamkan mata sejenak kemudian melangkah dengan yakin. “Tunggu!” Kenzo menahan Kenzie yang hendak berjalan lebih dulu. “Kenap

  • Terjebak Cinta Om Duda   Nol Kilometer

    Seorang wanita lekas terduduk, membuka mata dengan napas terengah disertai keringat dingin yang mengucur deras di dahi dan pelipisnya. Netra wanita itu mengerjap beberapa kali, mengamati sekitar dan berakhir pada benda bulat yang menggantung di dinding. Pukul lima sore, sudah lebih dari tiga jam dia tertidur. Tak biasanya hal ini terjadi, mengingat beberapa bulan ke belakang ia kesulitan untuk sekadar memejamkan mata.“Syukurlah, cuma mimpi,” gumamnya sembari mengelus dada, menenangkan diri dan mengusir segala pikiran negatif yang tiba-tiba menghampiri.Disaat bersamaan, suara dering ponsel terdengar. Sebuah nomor tak dikenal terpampang di layar, enggan menjawab namun suaranya mengganggu pendengaran.Alhasil, wanita tersebut menggeser layar dan menempelkan benda pintar itu ke telinga.“Halo.”“Hai Kak Ziezie, ini Gala. Kakak apa kabar?” sapa sang penelepon.Ya, wanita di balik setelan piama bermot

  • Terjebak Cinta Om Duda   Kenyataan Pahit

    Dua Bulan Kemudian“Lusa, kau harus menemaniku ke luar kota!” titah Kenzo tak mau dibantah.“Untuk apa?”“Urusan pekerjaan,” jawab Kenzo singkat.“Tapi, Tuan, aku sudah berjanji akan berlibur bersama kekasihku.” Gala menolak secara halus. Pasalnya, ia dan Alea sudah sepakat akan pergi ke suatu tempat weekend ini.“Cih! Aku tidak peduli dengan urusan siapa pun!” sungut Kenzo.“Kalau boleh aku memberi saran, sebaiknya carilah seseorang yang mau menemani kemanapun kau pergi, bukan…”“Siapa yang mengizinkanmu memberi saran, ha?!” potong Kenzo seraya mendelik.Gala nyaris tergelak melihat ekspresi marah Kenzo. Namun, tentu saja dia tak seberani itu, mengingat siapa Kenzo dan dimana mereka berada sekarang membuatnya harus menjaga sikap.“Tidak ada,” sesalnya seraya menundukkan kepala.“K

  • Terjebak Cinta Om Duda   Hari Bahagia

    Flashback On“Brengsek!”Kenzo segera menghubungi nomor tersebut, usai memastikan Lidia dan Brata tak berada di sekitarnya.“Halo, Tuan,” ucap suara di seberang layar.“Aku tidak mau tahu, cari dia sampai dapat!” titah Kenzo. “Kalau perlu, kerahkan semua anak buahmu!” sambungnya.“Ba…ik. Aku akan berusaha semaksimal mungkin.”“Kalau kau tak berhasil menemukannya, maka kepalamu yang akan jadi taruhannya!”Tut!Setelah ujaran bernada ancaman itu terlontar, Kenzo mematikan sambungan teleponnya kemudian menggulir layar. Ia mengotak-atik benda pintar tersebut beberapa saat, hingga senyum puas terbit kala membaca pesan balasan dari seseorang.“Malam ini kau akan masuk perangkapku, Bara!” gumamnya.Tanpa berlama-lama, Kenzo menyambar jaket dan kunci motor, memacu kendaraan roda dua itu dengan kecepatan sedang, sampai akhirnya tiba di sebuah klub malam.Bergegas turun dari motor dan melangkah masuk, Kenzo memintas sekeliling, mencari-cari keberadaan Bara di tengah lautan manusia. Suara dentu

  • Terjebak Cinta Om Duda   Tertangkap

    “Permisi!”Seorang wanita mengenakan kemeja merah muda dan celana jeans hitam mengetuk pintu beberapa kali. Sambil menunggu pemilik rumah, matanya memintas segala arah, melihat dedaunan kering yang mengganggu penglihatan, juga beberapa bunga dalam pot yang tampilannya menyedihkan—hidup segan mati tak mau.Dalam hati ia bertanya-tanya, tumben sekali penampakan rumah ini seperti tak berpenghuni? Pasalnya, dia tahu betul sang pemilik sosok yang rajin dan menyukai tanaman.Lamunannya buyar kala mendengar suara derit pintu, diikuti wanita berseragam SMA menyembul dari baliknya.“Eh, Kak Anggita, silakan masuk, Kak,” ajak Alea ramah seraya membuka pintu lebih lebar.Anggita tersenyum tipis sembari mengikuti langkah Alea. Rumah minimalis ini tampak sepi, mungkinkah Alea tinggal seorang diri?“Silakan duduk. Maaf masih berantakan, aku sama Kak Manda belum sempet beres-beres, baru pindahan,” ucap Alea memecah hening sekaligus tanya di benak Anggita.Pindahan? Memang mereka darimana? Begitulah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status