Share

Wallpaper Ponsel

Kenzo memperhatikan Kenzie yang sedari tadi hanya bergulang-guling, ia tersenyum penuh arti kemudian mendekat pada sang istri. Kenzie yang baru sadar akan kehadiran Kenzo terlonjak kaget, saat mendapati lelaki itu berbaring di sampingnya.

“Astaga!” ucap Kenzie dengan tangan di depan dada. “Dasar jailangkung,” tambahnya.

“Aku ingin bertanya sesuatu padamu,” ujar Kenzo.

Kenzie mengubah posisinya yang semula berbaring menjadi duduk sempurna. Matanya mengarah pada jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam. Sepertinya Kenzo baru pulang beberapa menit lalu, hal itu membuat Kenzie secara spontan beranjak membuka lemari, dan memberikan handuk pada lelaki itu.

“Mandi.”

“Kau mengajakku mandi?” tanya Kenzo seraya mengerlingkan matanya.

“Lupakan, terserah kau mau mandi atau tidak!” tutur Kenzie. Ia meninggalkan Kenzo begitu saja.

Kenzo terkekeh pelan melihat kelakuan Kenzie. Ia menyambar handuk pemberian wanita itu dan masuk kamar mandi guna membersihkan diri.

Lima belas menit berlalu, Kenzo sudah selesai dengan aktivitas mandinya. Saat akan mengambil pakaian ganti di lemari, ia mendapati setelah baju tidur tergeletak di atas ranjang. Rupanya, Kenzie sedang berusaha merayu dan memperlakukan dirinya layaknya suami sungguhan. Kedua sudut bibir Kenzo terangkat, membentuk lengkungan bulan sabit yang begitu menawan. Kenzie yang baru kembali dari dapur, terpaku menyaksikan pemandangan tersebut.

“Kau sangat tampan, Om,” puji Kenzie tanpa sadar.

“Memang, apalagi setelah mengenakan pakaian yang disiapkan istriku. Apa kau mau membantu?”

Kenzie membelalakkan mata, baru sadar jika Kenzo masih bertelanjang dada, hingga ia bisa melihat enam roti sobek lelaki itu. Secara spontan Kenzie menutup kedua matanya dengan telapak tangan, berteriak histeris kemudian meninggalkan lelaki tersebut.

“Hahaha polos sekali dia,” ujar Kenzo sambil tertawa, merasa terhibur dengan cara Kenzie mengagumi dirinya. 

“Segera pakai bajumu, Om, aku sudah mengantuk,” teriak Kenzie dari luar.

“Memangnya siapa yang menyuruhmu berdiri di sana? Masuk saja, kita kan suami istri,” balas Kenzo tanpa beban.

“Jangan banyak bicara, sudah selesai belum?”

“Belum. Aku kesulitan memasukkannya ke dalam sangkar, dia besar dan liar sekali.”

Kenzo sengaja menggoda Kenzie, ia sudah bisa membayangkan bagaimana raut wajah wanita tersebut sekarang.

“Cepatlah, jangan bicara omong kosong!”

“Oh, jadi kau suka bermain cepat, baiklah, mari kita coba.”

Klik!

Tepat setelah mengatakan itu, pintu terbuka. Kenzie menganga ditempatnya saat melihat rambut basah Kenzo dan bibir ping alami nan tebal milik lelaki itu. Susah payah ia meneguk salivanya, menyadarkan diri bahwa yang sekarang berada di hadapannya adalah Kenzo, lelaki yang sama sekali bukan tipenya.

“Awas liurnya jatuh,” goda Kenzo seraya membalik badan dan tertawa.

Secara spontan Kenzie mengelap bibir. Ia sangat malu jika apa yang dikatakan Kenzo benar, untungnya lelaki itu berbohong, karena sama sekali tak ada liur di bibirnya.

Kenzie memasang tampang cuek, meskipun ada sedikit rasa malu karena tertangkap basah tengah mengagumi sosok Kenzo. Ia naik ke atas ranjang, menarik selimut sampai sebatas leher dan berbaring memunggungi Kenzo.

Sudah sejak hari pertama setelah menikah mereka tidur sekamar dengan dua guling sebagai pembatas, tak lupa Kenzie selalu mengingatkan Kenzo agar tak melewati batas tersebut. Sejujurnya, Kenzie keberatan satu ranjang dengan lelaki mesum itu, khawatir imannya yang hanya setipis kapas goyah. Namun, ia juga tak bisa berbuat banyak, mengingat saat ini dirinya tinggal di rumah Kenzo.

“Tidak usah bekerja lagi di kafe itu. Kau mau membuatku malu?”

Kenzie mengerutkan kening. “Memang apa urusannya denganmu?”

“Tentu saja ada. Kau istriku, seorang istri harus mendengar perkataan suami.”

“Kita hanya akan menikah selama tiga bulan.”

“Memang. Tapi, kau juga tak boleh lupa bahwa pernikahan kita sah secara agama dan hukum. Dan aku, aku tak suka melihatmu bekerja di kafe kumuh itu,” beber Kenzo panjang lebar.

“Lantas aku harus bekerja di mana?” Kenzie memilih mengalah. Karena jika ditanggapi, entah sampai kapan pembicaraan itu akan berakhir.

Kenzo membalik tubuh Kenzie hingga keduanya berhadapan. “Di rumah saja. Untuk apa bekerja?”

“Tidak! Aku tetap ingin bekerja,” tolak Kenzie.

“Bukannya mayoritas wanita ingin memiliki suami yang membiarkan kalian para istri bersantai di rumah sambil menikmati uang kami?”

Pertanyaan Kenzo membuat mata bulat Kenzie membola sempurna. Apakah lelaki itu baru saja membuat survey dan sedang memberitahukan hasil surveynya?

“Tidak mau menyanggah dan mengiyakan,” balas Kenzie.

“Mulai besok jangan lagi bekerja di sana!”

Sorry, tapi aku merasa sangat nyaman dengan pekerjaan itu.”

“Oh, rupanya kau sedang bercita-cita menjadi istri durhaka, ya? Mau kuhukum?”

Tatapan Kenzo tampak berbeda. Lelaki itu mendekat dan semakin mendekat, membuang dua guling yang digunakan sebagai pembatas itu ke sembarang arah.

“Mau apa kau? Kalau kau macam-macam, aku tidak akan segan-segan menelepon polisi!” ancam Kenzie.

“Silakan. Tapi aku jamin, tidak ada polisi yang mau datang apalagi hanya untuk urusan ranjang!” Kenzo tersenyum misterius, tangannya sudah menarik selimut yang membungkus Kenzie. Ia menatap tubuh ramping dengan payudara berisi itu penuh minat.

Saat itulah suara ketukan pintu terdengar, disertai teriakan khas milik Alea. “Kak Zie, Bang Ken…”

Kenzie menarik napas lega saat tubuh Kenzo tak lagi mengungkungnya. Ia bergegas turun dari ranjang dan membuka pintu, mengabaikan Kenzo yang mengumpat kesal.

“Kenapa, Al?” tanya Kenzie.

Melihat rambut dan pakaian sang kakak yang berantakan membuat Alea menggaruk tengkuknya, merasa bersalah karena telah mengganggu waktu kakak dan kakak iparnya. Namun, apa yang akan dia sampaikan juga sesuatu yang penting. Alea berdehem pelan, kemudian berbisik tepat di telinga Kenzie.

“Ha? Memangnya Manda belum pulang? Kata Bi Minah ada di kamarnya,” ucap Kenzie.

“Tadi emang udah pulang, Kak, tapi pergi lagi, dan sampe jam segini belum balik,” papar Alea.

“Udah coba telepon?”

“Nomor Kak Manda gak aktif.”

“Gala?”

“Sama,” sahut Alea.

Kenzo menyembul dari balik pintu, merasa penasaran dengan apa yang terjadi hingga Kenzie tak kunjung kembali. Padahal, ia sudah menyiapkan banyak cara untuk menggoda wanita itu.

“Ada apa sayang?”

Bukannya menjawab, Kenzie malah mendelik kesal, ia tak suka dengan cara Kenzo memanggilnya. Tapi, Kenzo mana mau tahu, yang penting ia senang dan berhasil membuat Kenzie kesal.

“Kak Manda belum pulang, Bang,” beber Alea.

“Mungkin sedang bersama teman-temannya. Tidak perlu terlalu khawatir begitu.”

“Al, kita cari Manda sekarang, Kakak ganti baju dulu.” Tanpa memedulikan ucapan Kenzo, Kenzie kembali ke kamar dan berganti pakaian, sementara Kenzo hanya menatap pergerakan wanita itu dengan tangan bersedekap di depan dada.

Masih tanpa suara, Kenzie melewati Kenzo, saat itulah Kenzo menarik pergelangan tangannya, hingga membuat langkah kaki Kenzie berhenti seketika.

“Aku tidak punya banyak waktu untuk meladenimu, Om.”

“Amanda tidak apa-apa, dia sedang bersama teman-temannya.”

Kenzie menoleh dan menatap Kenzo tepat di manik lelaki itu. “Bagaimana bisa Om berkata begitu sementara ponsel adikku tak bisa dihubungi?”

Kenzo lupa mengatakan satu hal, ia mengambil sesuatu yang sengaja diletakkan di laci meja dan menyerahkannya pada Kenzie.

“Lho, ini kan HP Manda.”

“Hmm. Tertinggal di mobilku.”

Kenzie menghidupkan layar, matanya terbelalak sempurna saat mendapati wallpaper di ponsel sang adik.

“Mengapa fotomu ada di layar ponsel adikku?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status