Share

Kerja, Atau Dikerjain?

last update Huling Na-update: 2025-05-06 19:23:41

Arian mendesah, kembali menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Jangan mulai, Max.”

“Aku tidak memulai apa pun. Kalian yang memulainya,” sahut Maxime, tertawa pelan. “Tadi itu nyaris seperti adegan drama romansa, kau tahu? Sentuhan tak sengaja, tatapan canggung… sungguh klasik.”

Arian memijat pelipisnya. “Kau terlalu banyak menonton film.”

“Dan kau terlalu menyangkal.” Maxime mengangkat alis. “Ayo, Arian. Jangan berlagak seolah ini hanya sekadar hubungan profesional. Aku hampir bisa melihat kau menahan napas tadi.”

Arian menatap Maxime tajam, tapi pria itu hanya mengangkat bahu santai.

“Oh, dan aku penasaran, sampai kapan kau bisa tetap serius setiap kali dia memanggilmu ‘Tuan Arian’ seperti itu?”

Arian terdiam sejenak sebelum akhirnya kembali fokus pada pekerjaannya, memilih mengabaikan godaan Maxime.

Namun, Maxime sudah cukup puas. Ia tahu betul bahwa sahabatnya itu bukan tipe yang mudah terpengaruh… kecuali menyangkut satu orang tertentu.

Dan sekarang, orang itu kembali berada di kehidupannya.

Bekerja tepat di sampingnya.

Maxime hanya tinggal menunggu ke mana semua ini akan mengarah.

***

Di luar ruangan, Nazharina bersandar sejenak di dinding lorong, mencoba mengatur napas. Tangannya masih terasa hangat oleh sentuhan yang tak seharusnya berarti apa pun, tapi entah kenapa... terasa.

Ia memejamkan mata, lalu membuka kembali.

Mulai hari ini, ia harus bekerja satu ruangan dengan pria yang dulu menjadi pusat hidupnya—dan juga luka terdalamnya.

Ia tak tahu ke mana arah hubungan ini akan berjalan. Tapi ia juga tidak akan berpura-pura bahwa pertemuan ini biasa saja.

Dan Arian... ternyata tidak pernah benar-benar pergi.

Nazharina kembali ke meja kerjanya di ruangan sebelah. Ia menarik napas dalam, berusaha mengabaikan efek kecil dari kejadian tadi. Itu hanya sentuhan sekilas. Tidak ada artinya.

Tapi tetap saja, ada sesuatu dalam tatapan Arian yang mengganggunya—sesuatu yang dulu familiar, tapi kini terasa asing.

Ia menggelengkan kepala, memilih fokus pada pekerjaannya.

Namun, keheningan itu tidak berlangsung lama. Tak sampai sepuluh menit kemudian, telepon kantornya berdering.

“Nazharina, masuk sebentar,” suara Arian terdengar melalui gagang telepon.

Ia menghela napas pelan sebelum bangkit. Ini baru hari pertama, dan ia sudah harus menghadap Arian beberapa kali. Seharusnya ini bukan masalah, tapi… entah kenapa, rasanya seperti ujian kesabaran.

Ketika ia masuk kembali ke ruangan itu, Arian sedang berdiri di depan jendela besar, menatap keluar. Maxime sudah tidak ada di sana—mungkin pergi mengurus urusannya sendiri.

“Dokumen tadi,” kata Arian tanpa menoleh. “Ada yang perlu aku jelaskan lebih lanjut.”

Nazharina mengangguk, mendekat dengan hati-hati.

Namun, saat ia berusaha melihat catatan yang diberikan Arian, pria itu berbalik terlalu cepat.

Dan dalam sekejap, jarak di antara mereka nyaris tidak ada.

Nazharina tersentak kecil. Ia bisa merasakan napas Arian begitu dekat, aroma maskulin khasnya langsung menyusup masuk ke indranya.

Arian juga tampak sedikit terkejut, tapi ia tidak segera menjauh. Justru sebaliknya—ia terdiam sejenak, tatapannya turun ke mata Nazharina, lalu ke bibirnya.

Waktu seakan melambat.

Nazharina merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari yang seharusnya.

Lalu…

Tok! Tok!

Ketukan di pintu memecah ketegangan.

Arian langsung melangkah mundur, sementara Nazharina buru-buru mengatur napasnya.

Pintu terbuka, dan Maxime kembali masuk, ekspresinya seperti seseorang yang baru saja melewatkan sesuatu yang menarik.

“Oh? Aku mengganggu?” tanyanya, dengan mata yang menyipit curiga.

Arian berdeham. “Tidak. Ada perlu apa?”

Maxime melirik Nazharina yang masih terlihat sedikit canggung. “Aku hanya ingin mengingatkan bahwa kau ada meeting dalam dua puluh menit.”

Arian mengangguk singkat. “Baik. Aku akan segera bersiap.”

Nazharina mengambil kesempatan itu untuk mundur. “Saya akan kembali ke meja saya,” katanya pelan.

Sebelum ia sempat keluar, Maxime menambahkan dengan nada santai, “Jangan terlalu kaku, Nona Nazharina. Ini bukan pertama kalinya kau berada di dekatnya, bukan?”

Nazharina hanya tersenyum tipis, lalu melangkah keluar.

Begitu pintu tertutup, Maxime menoleh ke Arian, lalu menyeringai.

“Apa aku harus membawa kopi untuk menenangkan hatimu?” tanyanya, nada menggoda.

Arian hanya menatapnya tajam, tapi Maxime sudah tertawa kecil sebelum keluar dari ruangan.

*

Hari pertama kerja, dan Nazharina sudah merasa seperti pegawai baru yang sedang diobservasi langsung oleh atasan. Bukan karena ia belum terbiasa dengan lingkungan kerja, tapi karena ia sudah bolak-balik ke ruangan Arian lebih dari lima kali dalam dua jam terakhir.

Dan semua itu karena pria itu sendiri.

“Nazharina, dokumen ini perlu dicek ulang.”

“Nazharina, lihat ini sebentar.”

“Nazharina, tolong pastikan jadwal meeting besok pagi sudah dikonfirmasi.”

Nazharina menghela napas saat kembali ke mejanya setelah kunjungan kelima. Jarinya bahkan belum sempat menyentuh keyboard ketika telepon kantornya kembali berdering.

“Jangan bilang…” gumamnya sebelum mengangkat telepon.

“Masuk sebentar.” Suara Arian terdengar, tenang dan formal—seolah ia tidak menyadari betapa sering ia memanggilnya.

Nazharina menutup mata sesaat sebelum bangkit. Ini sudah keterlaluan.

Saat ia masuk ke ruangan itu lagi, Arian sedang duduk dengan ekspresi profesional seperti biasa. Tapi Nazharina sudah mulai menangkap polanya. Pria itu tidak benar-benar butuh sesuatu.

“Ada yang perlu saya lakukan, Tuan Arian?” tanyanya dengan nada sedikit datar.

Arian menatapnya sejenak sebelum menyodorkan sebuah dokumen. “Aku hanya ingin memastikan bahwa kau memahami sistem baru yang digunakan perusahaan.”

Nazharina mengambil dokumen itu dengan alis sedikit terangkat. “Sistem ini sudah saya pelajari dari pelatihan minggu lalu.”

“Oh?” Arian tampak berpikir, lalu menyandarkan diri ke kursinya. “Jadi kau tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut?”

Nazharina mengerjapkan mata. Apakah ia baru saja masuk ke perangkap?

Sebelum ia bisa menjawab, Maxime masuk ke ruangan dengan langkah santai. Ia langsung berhenti di ambang pintu, melirik Nazharina, lalu menoleh ke Arian.

“Lagi?” tanyanya, nada suaranya penuh hiburan.

Arian hanya meliriknya sekilas. “Ada masalah?”

Maxime bersedekap, ekspresi jenaka tak bisa disembunyikan. “Tidak, hanya saja… kalau kau ingin membuat Nazharina seperti kurir, bolak-balik terus sepanjang hari, setidaknya berikan alasan yang lebih kreatif.”

Nazharina hampir tersedak napasnya sendiri.

Arian melirik Maxime tajam, tapi pria itu hanya terkekeh.

Nazharina menutup dokumen yang diberikan Arian dengan sedikit tekanan. “Kalau sudah tidak ada yang perlu saya lakukan, saya akan kembali bekerja.”

Ia berbalik, bersiap melangkah keluar, tapi langkahnya terhenti saat mendengar suara Maxime lagi.

“Atau mungkin aku harus menyiapkan meja untukmu di dalam ruangan ini saja?”

Nazharina hampir berbalik dan menegaskan bahwa ini bukan lelucon, tapi ia menahan diri.

Arian hanya berdeham pelan. “Ide yang menarik.”

Nazharina menghela napas panjang sebelum akhirnya benar-benar keluar dari ruangan.

Saat ia duduk kembali di mejanya, ia bisa mendengar suara Maxime dari dalam ruangan Arian.

“Jadi, bagaimana rasanya bisa melihat dia dari dekat setelah sekian lama?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Damage Control

    “Aku akan pulang. Dan kau, Max, siapkan tim Public Relations terbaik. Kita akan melakukan damage control. Dan cari tahu setiap jejak Shelby. Setiap koneksinya. Setiap orang yang dia ajak bicara.”Maxime mengangguk. “Siap. Tapi Arian, ini akan jadi perang yang kotor. Mereka akan menyerang Nazharina secara pribadi.”Arian menghela napas, matanya menatap ke luar jendela. “Aku tahu. Tapi aku tidak akan membiarkan mereka menyentuhnya. Tidak lagi.”Malam itu, Arian tiba di rumah Nazharina. Ia memeluknya erat, menenangkan tubuh Nazharina yang masih gemetar.“Aku sudah bicara dengan tim PR. Mereka akan mengeluarkan pernyataan besok pagi. Kita akan mengumumkan hubungan kita secara resmi.”Nazharina mendongak, terkejut. “Apa?! Sekarang?”“Ya. Tidak ada lagi yang perlu disembunyikan. Biarkan mereka tahu. Biarkan mereka bicara. Aku tidak peduli.” Arian menatapnya dalam. “Aku hanya ingin kau aman. Dan aku ingin dunia tahu kau adalah milikku.”Nazharina merasaka

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Cinta Dalam Bidikan Publik

    “Nazh! Aku tahu kau di dalam! Buka pintunya!”Itu suara Kinoshita.Nazharina menghela napas lega, lalu segera membuka pintu. Kinoshita langsung menerobos masuk, wajahnya penuh kekhawatiran.“Astaga, Nazh! Kau baik-baik saja? Aku nyaris gila mencarimu! Ponselmu tidak aktif, kau tidak masuk kerja, dan... dan ada desas-desus aneh di hotel!” Kinoshita memeluknya erat, lalu menarik diri, menatap Nazharina dari ujung kepala sampai kaki.“Aku baik-baik saja, Kinoshita,” Nazharina tersenyum tipis. “Maaf membuatmu khawatir. Ada... urusan mendadak.”“Urusan mendadak sampai menghilang begitu saja? Aku kira kau diculik lagi!” Kinoshita menghela napas, lalu matanya menyipit. “Omong-omong soal diculik... kau tahu, sejak kejadian yang dulu itu, saat Reynold menghilang, ada banyak bisik-bisik aneh tentangmu. Dan sekarang, setelah kau menghilang lagi, gosipnya makin liar!”Nazharina menunduk. Ia tahu gosip itu. Shelby pasti dalangnya.“Mereka bilang apa?” Nazharina bertanya, suaranya pelan.Ki

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Sangkar Emas di Tengah Gelap

    Di luar rumah tua tempat pesta digelar, Arian berdiri diam di bawah bayang-bayang pepohonan. Ia tiba sejak dua jam lalu. Timnya menyisir wilayah, tapi tidak ada langkah ceroboh. Tidak malam ini. Ia datang sendiri. Berpakaian hitam pekat, jas yang rapi, dan tatapan yang tajam membelah gelap malam.Maxime, yang mengikutinya diam-diam, mendekat pelan. “Kau yakin tidak mau aku masuk bersamamu?”Arian tak menoleh. “Aku butuh dia merasa aman. Aman untuk menunjukkan kelemahannya. Jika kau masuk, dia akan memasang wajah keras.”Maxime mengangguk. “Jadi... bagaimana rencananya?”Arian hanya menatap bangunan bercahaya itu. “Aku akan bicara. Dan aku akan menang.”**Langkah Arian tenang saat ia memasuki rumah tua itu. Musik hampir padam. Ruangan itu mendadak sunyi saat sosoknya muncul.Julian yang sedang berdiri di dekat bar, terkejut — hanya sedetik. Tapi itu cukup. Ia cepat memulihkan diri, lalu menyeringai. “Arian. Aku tidak tahu kau bisa secepat ini.”“Aku tidak suka terlambat ke pes

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Dikelilingi Serigala

    Arian menunjuk sebuah area di peta. “Fokuskan pencarian di sekitar sini. Ini adalah rute tercepat dari rumah menuju wilayah terpencil tanpa melewati banyak mata. Dan ada properti yang dulu pernah ia incar untuk proyek gagalnya. Dia mungkin menggunakannya untuk menyembunyikan sesuatu.”Maxime melihat ke titik yang ditunjuk Arian. “Itu akan membutuhkan izin khusus untuk menyisirnya. Wilayah itu dikendalikan oleh... kelompok lama Julian.”“Aku tidak butuh izin.” Suara Arian dingin. “Aku akan masuk sendiri jika perlu. Cari tahu di mana pusat kendali kelompok lama Julian. Jika mereka melindunginya, mereka juga akan hancur.”Ponsel Arian berdering lagi. Nomor Julian. Arian langsung mengangkatnya, menyalakan loudspeaker agar Maxime bisa mendengar.“Sudah menemukan teka-tekiku, Arian?” suara Julian terdengar riang. “Kurasa kau butuh sedikit bantuan.”“Katakan di mana dia, Julian,” Arian menggeram.“Sabar. Aku hanya ingin memastikan kau tahu apa yang akan kau hadapi. Nyonya Laurent baik-

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Gudang, Buku, dan Rahasia

    "Arian memang sangat mencintaimu, bukan?" Julian bertanya, suaranya tiba-tiba terdengar... aneh. Tidak sinis lagi, melainkan lebih seperti sebuah pengamatan yang dalam.Nazharina tidak menjawab.Julian hanya mengangguk pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri. "Menarik." Ia menatap Nazharina lagi, senyum tipis kembali ke bibirnya, tapi kali ini terasa berbeda, hampir seperti janji. "Aku akan kembali besok."Pintu gudang tertutup kembali, meninggalkan Nazharina dalam kegelapan. Ia menatap ke arah pintu yang terkunci, merasa ada sesuatu yang aneh dari sikap Julian di akhir. Tatapannya itu... Itu bukan sekadar rival.Dan Nazharina tahu, permainan ini, bagi Julian, baru saja dimulai. Bukan hanya untuk Arian, tapi juga, entah bagaimana, untuk dirinya.***”Malam itu terasa panjang di gudang terpencil. Nazharina tidak bisa tidur. Setiap derit kayu, setiap suara angin, terasa seperti langkah kaki. Ketakutan akan apa yang akan terjadi padanya, pada bayinya, dan pada Arian, terus men

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Permainan Julian Dimulai

    Julian tersenyum miring. "Kau kelemahannya. Titik paling rentannya. Selama ini, aku hanya mendengarnya. Betapa dia terobsesi denganmu. Betapa dia melindungimu. Dan sekarang... aku akan membuktikannya sendiri.""Kau gila!" Nazharina berteriak, amarah dan ketakutan bercampur. "Apa kau tidak tahu aku sedang hamil?! Kau tidak bisa melakukan ini!"Wajah Julian sedikit berubah. Ada kilatan aneh di matanya. "Aku tahu kau hamil," katanya, dengan suara sedikit lebih rendah. "Selamat. Aku ikut senang karena itu akan membuat Arian semakin putus asa.” Nada "selamat" itu terdengar dingin, seperti sarkasme. "Lepaskan aku! Aku mohon!" Nazharina mencoba membuat suaranya putus asa, berharap memancing simpati. "Apa kau tidak punya hati? Aku tidak bersalah! Bayiku tidak bersalah!"Julian bangkit berdiri. Ia menatap Leo. "Pastikan dia tidak kekurangan apapun. Makanan sehat. Air bersih. Dan jangan sentuh dia sama sekali." Suaranya kembali datar. "Aku tidak ingin bayi itu kenapa-kenapa. Aku hanya in

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status