Share

Dijaga Dalam Diam

last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-06 19:23:41

“Apa... apa yang kau lakukan?”

Darren tersenyum miring. “Aku hanya ingin bersenang-senang, sayang. Masuklah.”

Nazharina menggigil, tetapi dengan tangan gemetar, ia membuka pintu rumahnya. Begitu masuk, Darren menutup pintu dan menguncinya.

Ia memandang sekeliling. “Tempat yang nyaman. Sepertinya cocok untuk sedikit... permainan.”

Nazharina mundur perlahan. “Darren, tolong. Jangan lakukan ini.”

Darren mendekat, jemarinya yang dingin menyentuh wajahnya. “Sayang sekali kalau wajah cantik ini harus rusak. Tapi aku suka meninggalkan kenangan.”

Ia mencengkeram bahu Nazharina dan mendorongnya ke sofa. Pisau itu masih di tangannya, tetapi sekarang ia mulai menarik kasar pakaian Nazharina.

Nazharina menjerit, meronta, tetapi Darren lebih kuat.

“Kau tahu,” gumamnya sambil merobek kancing blus Nazharina, “Aku suka melihat ketakutan di mata wanita. Mereka selalu terlihat lebih hidup saat ketakutan.”

Nazharina menangis. Ia memukul, menendang, tetapi setiap perlawanan hanya membuat Darren tertawa.

Saat itu, ia mulai kehilangan harapan.

Namun, sebelum Darren bisa melangkah lebih jauh—

**Brak!**

Pintu belakang rumah terbuka dengan keras.

Darren menoleh dengan gerakan refleks, dan dalam sekejap, seseorang menerjangnya.

Lelaki itu tinggi dan berbadan kekar. Gerakannya cepat, seperti petir yang meledak dalam kegelapan. Ia menghantam Darren dengan satu pukulan keras, membuat pria itu terlempar ke lantai.

Darren mengumpat, berusaha bangkit, tetapi lelaki itu menendang perutnya, membuatnya terbatuk kesakitan.

Mata Nazharina kabur karena air mata. Ia melihat sosok itu menghajar Darren tanpa ampun, tetapi sebelum bisa melihat siapa penyelamatnya, semua menjadi gelap.

Ia jatuh pingsan.

*

Nazharina terbangun dengan kepala berat. Seluruh tubuhnya terasa nyeri, terutama di pipi dan bahu. Saat mencoba menggerakkan tangan, ia merasakan perih di pergelangan, seakan ada bekas cekalan keras di sana.

Ia mengerjap, menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk melalui tirai jendelanya. Matanya menyapu sekeliling kamar—bersih, rapi, seolah tak ada sesuatu yang aneh.

Namun, begitu ia melihat tubuhnya sendiri, jantungnya berdegup lebih kencang.

Ia mengenakan baju tidur yang bersih.

Bukan blus robek yang terakhir ia ingat sebelum semuanya gelap.

Bagaimana mungkin?

Napasnya tercekat. Ia dengan cepat meraba tubuhnya, mencari luka atau memar yang lebih parah, tetapi hanya ada rasa sakit samar di beberapa bagian. Tidak ada jejak kekerasan yang lebih dari sekadar lebam.

Nazharina menyingkap selimut dan turun dari ranjang. Kakinya terasa lemas, tetapi ia memaksakan diri untuk berjalan keluar kamar.

Begitu memasuki ruang tamu, ia semakin kebingungan.

Semalam, rumahnya seharusnya berantakan. Sofa terjungkal, meja pecah, perkelahian itu pasti meninggalkan jejak kehancuran. Tetapi sekarang, semuanya tertata rapi seperti tidak pernah terjadi sesuatu pun.

Tidak ada tanda-tanda Darren. Tidak ada bercak darah.

Tidak ada bukti bahwa ia hampir menjadi korban kekejaman seorang pria sakit jiwa.

Nazharina memegang kepalanya, mencoba mengingat dengan jelas. Ada seseorang yang datang, menyelamatkannya... Tetapi siapa?

Apa yang terjadi setelah ia pingsan?

Dan siapa yang menggantikan pakaiannya?

Ia menggigit bibir, menekan rasa panik yang mulai menyeruak. Jika tidak ada bukti, bagaimana ia bisa yakin bahwa semua ini bukan sekadar mimpi buruk? Tapi rasa sakit di tubuhnya nyata.

Dan yang lebih menakutkan—jika Darren tidak ada di sini, lalu di mana dia sekarang?

Nazharina kembali tertegun saat matanya terpaku pada meja makan kecil di sudut ruangan. Di sana, sebuah nampan berisi semangkuk sup hangat, segelas air, dan beberapa butir obat tertata rapi.

Di sebelahnya, ada secarik kertas.

Dengan langkah pelan, ia mendekat. Jantungnya berdetak cepat, entah karena penasaran atau ketakutan. Tangannya terulur, meraih kertas itu.

[ Lain kali, jangan ceroboh dengan terlalu percaya pada orang yang baru dikenal. Berhati-hatilah. Jangan sampai terjadi sesuatu yang lebih buruk padamu. ]

Nazharina menahan napas. Tulisan itu… ia merasa mengenalnya.

Goresan tinta yang tegas, sedikit miring ke kanan, dengan tekanan yang kuat di setiap huruf.

Ia mengernyit, mencoba mengingat. Ada perasaan familier yang menggelitik benaknya, tetapi jawaban itu tetap menghindarinya.

Siapa yang menulis ini?

Dan siapa yang menyelamatkannya semalam?

Ia menatap kertas itu lama, seakan berharap jawaban akan muncul begitu saja. Tapi yang ada hanya kekosongan, misteri yang semakin dalam.

Namun satu hal yang pasti—seseorang ada di sana. Menjaganya. Dan orang itu mengenalnya jauh lebih baik daripada yang ia sadari.

Di Tempat Lain

Darren mengerang pelan, matanya mengerjap sebelum akhirnya terbuka sepenuhnya.

Yang pertama ia rasakan adalah dingin.

Yang kedua adalah sakit luar biasa di seluruh tubuh.

Begitu kesadarannya pulih, ia menyadari kondisinya—setengah telanjang, tubuhnya hanya diselimuti luka dan memar. Tangan dan kakinya diikat erat ke kursi kayu dengan tali kasar yang menggigit kulit.

Ruangan ini gelap, hanya diterangi satu lampu redup yang menggantung rendah, menciptakan bayangan samar di sekelilingnya. Bau lembap dan logam menyeruak di udara.

Ia mencoba bergerak, tetapi setiap tarikan hanya membuatnya lebih kesakitan.

Sial. Apa yang terjadi?

Memori semalam berkelebat dalam pikiran Darren—Nazharina, ketakutan di matanya, tubuh yang bergetar di bawahnya. Darren mendesis senang saat mengingat ekspresi itu, tapi detik berikutnya, ia mengingat sesuatu yang lebih buruk.

Seseorang masuk.

Seseorang menghajarnya habis-habisan.

Dan sekarang ia terjebak di sini.

Darren mencoba mengatur napas, mencari akal untuk meloloskan diri, tetapi suara langkah kaki membuatnya menegang.

Seseorang ada di sini.

Suara gesekan sepatu menyentuh lantai beton yang dingin, mendekat perlahan seperti predator yang sedang menikmati ketakutan mangsanya.

Lalu, dari kegelapan, seorang pria muncul.

Darren mengerjap, mencoba memfokuskan pandangannya. Begitu sosok itu semakin jelas, mendadak tubuhnya terasa kaku.

Lelaki itu tinggi, mengenakan jas hitam rapi. Tampan, tetapi ada sesuatu yang begitu berbahaya dalam tatapan matanya.

Dingin.

Mematikan.

Dan yang paling mengerikan—marah.

Pria itu adalah Arian yang kini mendekat, berhenti tepat di hadapan Darren, lalu menatapnya seolah ia bukan manusia, melainkan serangga menjijikkan yang siap dihancurkan.

Kemudian, dengan suara rendah yang dipenuhi amarah terpendam, ia berbicara.

"Berani-beraninya kau melakukan hal seperti itu pada istriku."

Darren membelalak. Istriku?

Ia tersentak ketika pria itu tiba-tiba meraih lehernya, menarik wajahnya lebih dekat. Nafas pria itu dingin, hingga Darren bisa merasakan intensitas kemarahannya.

"T-tunggu," Darren tergagap, mencoba menenangkan situasi. "Ada kesalahpahaman di sini—"

Tinju keras mendarat di wajahnya sebelum ia bisa menyelesaikan kalimat.

Darren terjatuh dengan tubuh yang masih terikat erat di kursi, darah mengalir dari hidungnya. Rasa sakit terasa menyengat berkali lipat.

Arian menarik napas panjang, seakan menahan diri agar tidak membunuhnya di tempat.

"Lalu katakan padaku," suaranya tetap rendah, tetapi mengandung ancaman yang jelas. "Apa yang harus kulakukan padamu sekarang?"

Darren menelan ludah, kesadarannya menangkap fakta baru—ia sedang berhadapan dengan seseorang yang lebih berbahaya dari dirinya sendiri.

Tubuhnya sudah terlalu sakit untuk meronta, tetapi naluri bertahannya berteriak agar ia melakukan sesuatu.

Tapi apa yang bisa ia lakukan?

Pria di depannya tidak menunjukkan emosi selain kemarahan yang terkontrol dengan sempurna. Bahkan tatapannya lebih menakutkan daripada pukulan yang baru saja ia terima.

Darren merasakan tubuhnya gemetar tanpa ia sadari. Ia mencoba membuka mulut, tetapi tidak ada suara yang keluar.

Arian melepaskan genggamannya di leher Darren, membiarkan pria itu terjatuh lagi. Ia menatapnya sejenak—sebuah tatapan penuh perhitungan, seakan sedang memutuskan apakah Darren pantas bernapas lebih lama di dunia ini atau tidak.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Yang Dijaga, Yang Disembunyikan

    Kinoshita melanjutkan, suaranya pelan, nyaris seperti bisikan malam. “Aku juga pernah dengar... dari salah satu mantan rekan kerja kita di butik. Katanya... Nyonya Clara pernah datang dan meminta maaf padamu, atas insiden tuduhan gila itu.”Nazharina mengangguk perlahan. “Itu benar. Tapi aku tidak pernah tahu apa yang membuatnya tiba-tiba berubah.”Kinoshita mencondongkan tubuh. “Desas-desus bilang, ada seseorang berpengaruh yang menampar Nyonya Clara dan mengancam jabatan suaminya. Katanya, kalau dia tidak meminta maaf padamu, suaminya akan kehilangan posisi penting di dewan pemilik saham perusahaan.”“Aku...” Nazharina tampak terpukul, “Aku tidak tahu soal itu.”“Dan... tak lama setelah itu, Shelby juga dipecat. Mendadak. Tanpa penjelasan.”Hening.Kinoshita menatapnya tajam, tapi dengan kelembutan yang tak bisa disangkal. “Apa kau tak merasa semua ini bukan kebetulan? Bahwa mungkin... selama ini, Tuan Arian menjagamu dari jauh?”Nazharina masih

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Tawa, Luka dan Masa Lalu

    Nazharina langsung menyikut Arian dengan lembut. “Arian...”Tapi Arian justru mengangkat bahu. “Hanya bercanda.”“Astaga...” Kinoshita menutup wajah dengan kedua tangan. “Saya bersumpah demi kucing saya, saya tidak lihat apa-apa!”“Sayang sekali,” sahut Arian ringan.Nazharina nyaris menjatuhkan mapnya karena tertawa tertahan.Arian bersandar ringan pada counter, mendekatkan wajahnya sedikit. “Tapi tentu saja, masalah pelanggaran area terbatas bukan perkara kecil. Bisa saja... berujung pada sanksi. Atau bahkan... pemecatan.”Kinoshita menarik napas panjang seperti baru keluar dari kolam es. “Tuan Arian... saya mohon... jangan main-main soal pemecatan. Saya masih punya cicilan, kucing, dan... harga diri.”Arian tertawa. Benar-benar tertawa.Itu tawa rendah, hangat, dan—membuatnya tampak manusiawi. Tak ada kesan superioritas. Tak ada tekanan.“Tenang. Aku tidak akan memecatmu,” katanya, melirik Nazharina sekilas. “Tapi... aku akan mempertim

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Kinoshita dan Fakta Tak Terlupakan

    Maxime tertawa. “Kau terlalu banyak diam. Setidaknya sekarang aku tahu alasannya. Coba tebak, Nazh… saat kau tak muncul ke kantor, semua orang mengira kau sedang dalam misi rahasia. Ternyata misinya... bernuansa kasur.”Nazharina hampir tertawa, tapi memilih tetap menjaga wajah dinginnya. “Aku tak akan membahas ini.”“Tentu tidak. Tapi izinkan aku mengingatkan—gosip kantor lebih kejam dari kenyataan. Dan kau baru saja memberi mereka materi untuk seminggu penuh.”Nazharina menyipitkan mata. “Aku akan pasang batas, Max.”“Bagus. Karena kalau tidak, aku khawatir ruangan ini akan berubah jadi ruang konsultasi pranikah... atau—”“Cukup,” potong Nazharina, meski suaranya terdengar terlalu lembut untuk terdengar mengancam.Maxime mengedip jahil. “Oke, Nyonya yang setengah-resmi. Tapi satu hal terakhir...”Nazharina menoleh malas. “Apa lagi?”Maxime mengangguk ke arah perutnya. “Kalau tiba-tiba kau mulai mual-mual, aku akan jadi orang pertama yang men

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Nazharina Sudah Kembali

    Pintu kaca buram itu terbuka tanpa ketukan. Maxime menyelip masuk dengan gaya seenaknya, satu tangan membawa dua cangkir kopi. Senyum jahil langsung mengembang begitu melihat Arian sedang berdiri di dekat jendela, dengan senyum kecil yang tidak biasa.“Ini untukmu, Bapak CEO yang sedang mabuk asmara,” kata Maxime sambil meletakkan kopi di meja Arian.Arian hanya melirik, tak bereaksi. Tapi Maxime tahu betul, sikap datar itu hanya kedok dari pria yang sedang menyembunyikan sesuatu.“Pagi yang cerah, bukan?” sindir Maxime sambil menjatuhkan diri ke sofa. “Tapi sepertinya cuaca di kamarmu lebih panas dari kemarin.”Arian hanya menggeleng, melirik sekilas. “Apa kau selalu punya waktu untuk urusan pribadi orang lain?”“Kalau itu melibatkan teman lama dan wanita yang selama ini membuatnya susah tidur, tentu saja,” jawab Maxime santai. “Kau terlalu bersinar hari ini. Matamu bahkan tidak sekaku biasanya.”Arian kembali ke mejanya. “Max.”“Aku serius. Kau d

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Bosku, Mantanku, Masalahhku

    "A-Astaga, Kinoshita! Berhenti!" seru Nazharina panik, mengejar langkah cepat temannya yang langsung menuju lorong kamar.Tapi terlambat.Kinoshita sudah sampai di depan pintu kamar yang terbuka sedikit, dan apa yang dilihatnya membuat dia terdiam membeku.Di dalam, Arian duduk santai di tepian kasur, hanya mengenakan celana panjang, dada bidangnya telanjang, rambutnya berantakan dengan cara yang sangat... sangat intim.Kinoshita menutup mulutnya erat-erat, menahan teriakan. Matanya membulat seperti piring. Ia mundur cepat, membentur dinding dengan bunyi 'duk' kecil.Nazharina buru-buru menarik lengannya, menyeretnya keluar sebelum Arian sempat sadar.Mereka berdua jatuh ke sofa, napas memburu."Nazh!" Kinoshita akhirnya bersuara, setengah berbisik, setengah menjerit. "Kau tidur dengan Tuan Arian!"Nazharina memejamkan mata, mengutuk nasibnya."Aku bisa jelaskan semuanya," desahnya, berusaha terdengar tenang."Astaga, astaga..." Kino

  • Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami    Jejak di Kulit, Luka di Hati

    Arian membalik tubuh Nazharina, mencium tulang belakangnya dengan lembut, lalu kembali mengisinya, kali ini lebih dalam, lebih perlahan, seolah ingin membuat malam itu bertahan selamanya.Nazharina mengerjap pelan, berusaha mengatur napas yang masih memburu. Tubuhnya terasa lemas, nyaris tak bisa bergerak, tapi kehangatan aneh menyelimuti hatinya.Lengan kekar itu menariknya kembali ke dalam pelukan. Kulit panas mereka kembali bersentuhan, membangkitkan bara yang belum sepenuhnya padam."Kau pikir aku puas hanya sekali?" bisik Arian di telinganya, suaranya serak dan berat oleh hasrat yang belum reda.Nazharina menggeliat kecil, mencoba berpaling, tapi Arian sudah membalik tubuhnya hingga kini ia menatap pria itu. Wajah Arian berada sangat dekat, matanya menatap dengan dalam."Aku ingin melihatmu lebih jelas," gumam Arian, mengusap helai rambut yang menempel di pipi Nazharina.Sebelum Nazharina bisa membalas, Arian kembali menunduk, mencium bibirnya perl

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status