Share

S2 - Liburan

Author: QueenShe
last update Last Updated: 2025-10-07 09:02:51

Pagi itu bandara sudah ramai dengan penumpang yang bersiap terbang ke berbagai destinasi. Di area VIP lounge, keluarga Damian berkumpul menunggu panggilan boarding untuk penerbangan mereka ke Zurich.

Aldrich tidak bisa diam. Anak berusia dua tahun itu berlarian kecil di sekitar kursi tunggu, matanya berbinar melihat pesawat-pesawat besar di luar jendela kaca.

"Mama! Pesawatnya gede banget!" teriak Aldrich sambil menunjuk pesawat yang sedang parkir di runway.

"Iya, sayang. Nanti kita naik pesawat yang lebih besar lagi," jawab Riri sambil tersenyum, tangannya mengelus perutnya yang mulai membesar. Kehamilan tiga bulannya membuat ia lebih mudah lelah, tapi melihat keceriaan Aldrich membuat semuanya terbayar.

Damian duduk di samping istrinya, tangan kanannya menggenggam tangan Riri dengan lembut. "Kamu baik-baik saja?"

"Hanya sedikit mual, tapi masih bisa ditahan," jawab Riri sambil bersandar di bahu suaminya.

Arkana duduk dengan tenang di seberang mereka, membaca buku tentang Swiss yang
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Melindungi

    Di kantor pusat Recon Group, yang menjulang angkuh di tengah lanskap bisnis Jakarta, Aldrich Wira duduk di ruang rapat eksekutif. Di hadapannya, beberapa manajer senior sedang mempresentasikan strategi pemasaran kuartal berikutnya. Topeng CEO yang dingin dan fokus terpasang sempurna, tetapi mata Aldrich sesekali melirik ponselnya. Pikirannya melayang jauh dari angka dan proyeksi bisnis. Ia terus teringat wajah Pevita yang penuh air mata semalam, dan bisikan, meskipun ia sendiri tak sanggup membalasnya secara verbal karena ketakutan yang mencekik. Ponselnya bergetar. Pesan dari Maudy. Maudy: Good morning, sayang. Aku sudah tidak sabar untuk konferensi pers besok. Kita akan tampil bersama di depan media. Aku ingin dunia tahu betapa spesialnya kamu bagiku. Aldrich menatap pesan itu. Rasa jijik dan keharusan untuk tetap bermain memaksanya mengetik balasan dengan cepat, tanpa emosi. Aldrich: Aku juga tidak sabar, Maudy. Sampai besok. Dia meletakkan ponselnya dengan sedikit kasar, ger

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 -Pevita bergerak

    Aldrich keluar dari kamar dengan langkah berat, masih mengenakan kemeja putih yang belum dikancing penuh. Rambutnya sedikit berantakan, tanda malamnya tanpa tidur. Ia sempat berhenti di ambang pintu ruang makan. Pevita sedang menyiapkan roti panggang dan omelet, dengan gerakan yang sama lembut dan tenang seperti biasanya. Tidak ada bayangan air mata semalam. Tidak ada tatapan dingin seperti beberapa hari terakhir. “Selamat pagi, Tuan,” sapanya pelan sambil menoleh sekilas, tersenyum tipis. Senyum itu sederhana tapi entah kenapa justru membuat Aldrich makin bingung. Itu bukan senyum seorang kekasih, melainkan senyum seorang pelayan yang telah menerima nasibnya. “Selamat pagi,” balas Aldrich, suaranya serak. Ia menarik kursi dan duduk. Matanya memperhatikan Pevita yang menuangkan kopi ke dalam cangkirnya. “Kamu… sudah tidur?” Pevita tersenyum tanpa menatap. “Sudah, Tuan. Saya tidur nyenyak.” Padahal matanya sedikit sembap. Tapi ia tahu cara menutupi semuanya. Keintiman semalam ad

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Patah hati

    Langit sore di atas kota berwarna keemasan, tapi di dalam penthouse Aldrich, warna itu terasa pudar. Pevita menatap layar televisi tanpa benar-benar melihat. Suara pembawa berita terdengar jelas: “CEO muda Rayzen Group, Aldrich Wira, resmi memberikan cincin kepada aktris Maudy Lintang dalam sebuah acara keluarga. Foto-foto eksklusif dari momen itu kini viral di media sosial.” Jantungnya berdegup pelan tapi berat. Tangannya yang sedang memegang lap piring berhenti di udara. Tatapannya kosong, terpaku pada layar yang menampilkan wajah Aldrich, pria yang tadi pagi masih menyentuh pipinya dan memintanya percaya. Wajah itu tersenyum lebar di depan kamera. Maudy di sisinya, cincin besar berkilau di jarinya. Cincin yang seharusnya tidak ada. Janji yang seharusnya tidak diucapkan. Pevita mematikan televisi. Ruangan jadi hening, hanya bunyi detak jam di dinding yang terdengar. Ia berdiri lama di dapur, mencoba menelan sesak yang menumpuk di dada. Dia bukan siapa-siapa. Dia tahu itu. Tapi

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Tunangan

    A1ldrich tiba di apartemen Maudy sekitar pukul sembilan pagi. Begitu pintu terbuka, Maudy langsung memeluknya erat. “Kekasihku akhirnya datang juga,” godanya, suaranya lembut tapi matanya menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar rindu. Aldrich sempat terdiam, lalu tersenyum tipis. “Kamu terlihat sangat cantik pagi hari ini." “Untukmu, tentu saja,” jawab Maudy cepat, lalu menarik wajah Aldrich ke arahnya dan mencium bibir pria itu tanpa ragu. Ciuman panjang, penuh rasa memiliki, bukan lagi gairah ringan seperti sebelumnya. Aldrich membalas seadanya, cukup untuk menjaga peran. Dia tahu ciuman itu bukan sekadar sapaan, tapi peringatan. “Hmm… kamu belum sarapan?” tanya Maudy, masih menempel di bahunya. “Belum. Aku kira kita akan makan bersama,” jawab Aldrich tenang. “Bagus.” Maudy tersenyum, menggandeng tangannya ke meja makan yang sudah tertata rapi dengan croissant hangat, buah potong, dan kopi hitam. “Aku ingin kita memulai hari ini dengan sempurna. Hari yang besar, Aldrich.”

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Panggilan pagi

    Pukul enam pagi, Aldrich terbangun lebih dulu. Dia menatap wajah Pevita yang damai dalam tidurnya. Jejak air mata sudah kering, digantikan oleh ketenangan setelah badai emosi. Kehangatan tubuh Pevita, aroma lavender yang menenangkan, dan keheningan kamar itu adalah satu-satunya realitas yang Aldrich ingin percayai. Dia melepaskan pelukannya dengan hati-hati. Meskipun dia tidak bisa mengucapkan kata-kata itu secara langsung, semalam dia telah menunjukkan semua yang ingin Pevita dengar. Dia mengenakan pakaiannya, melirik sekilas ke arah Pevita. Dia harus pergi, kembali memakai topeng Aldrich Wira, kekasih baru Maudy Lintang, untuk melanjutkan permainan yang semakin berbahaya ini. Begitu sampai di ruang kerja, ponselnya berdering. Maudy Lintang. Aldrich menarik napas, mengatur suaranya menjadi nada yang antusias, tetapi sedikit serak karena baru bangun tidur. s Sebuah sentuhan yang sempurna untuk seorang kekasih yang baru saja mengalami malam yang panjang. "Halo, Sayang," sapa Aldr

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Pengakuan Tersembunyi (21+)

    Ciuman Aldrich semakin dalam, semakin putus asa. Tangannya yang semula mengunci wajah Pevita kini bergerak ke belakang kepala gadis itu, jari-jarinya terbenam dalam rambut hitam yang lembut.Pevita masih kaku, tubuhnya masih memberontak secara internal. Tetapi perlahan, pertahanannya mulai runtuh. Kehangatan ciuman Aldrich, intensitas yang berbeda dari ciuman-ciuman sebelumnya, membuat dinding emosionalnya mulai retak.Ini bukan ciuman yang menuntut kepatuhan. Ini adalah ciuman yang memohon pengampunan.Aldrich melepaskan ciuman itu sebentar, napasnya terengah. Dahinya menempel di dahi Pevita, matanya menatap dalam ke mata gadis itu yang masih dipenuhi air mata."Maafkan aku, Pevita," bisiknya, suaranya serak dan penuh emosi yang jarang dia tunjukkan. "Maafkan aku karena membuatmu menderita. Maafkan aku karena tidak bisa melindungimu dari rasa sakit ini."Pevita menatap mata cokelat gelap Aldrich. Di sana, dia melihat sesuatu yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Keputusasaan. Ketak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status