Suasana di dalam kamar hotel itu masih dipenuhi sisa hawa panas. Seprai berantakan, aroma tubuh bercampur dengan wangi rokok Rafael yang menempel di udara.
Nala berbaring miring dan tubuhnya masih lengket oleh keringat, sementara Rafael bersandar dengan santai di kepala ranjang lalu menyalakan rokok dengan tatapan malas.
Nala, dengan rambut acak-acakan menutupi sebagian wajahnya lalu mengulurkan tangan.
“Bagi satu batang,” ucapnya pelan dengan nada serak setelah permainan panas yang baru saja terjadi.
Rafael mengangkat alis dan sedikit menyeringai, lalu menyerahkan rokok yang sudah diisapnya itu.
“Habis bercinta, kamu malah ngerokok. Nggak takut cepat tua, hah?” godanya lalu mengepulkan asap tipis.
Nala mengambil rokok itu dan menarik dalam-dalam, lalu menghembuskan asap ke arah langit-langit kamar.
Matanya menatap
Suasana di dalam kamar hotel itu masih dipenuhi sisa hawa panas. Seprai berantakan, aroma tubuh bercampur dengan wangi rokok Rafael yang menempel di udara.Nala berbaring miring dan tubuhnya masih lengket oleh keringat, sementara Rafael bersandar dengan santai di kepala ranjang lalu menyalakan rokok dengan tatapan malas.Nala, dengan rambut acak-acakan menutupi sebagian wajahnya lalu mengulurkan tangan.“Bagi satu batang,” ucapnya pelan dengan nada serak setelah permainan panas yang baru saja terjadi.Rafael mengangkat alis dan sedikit menyeringai, lalu menyerahkan rokok yang sudah diisapnya itu.“Habis bercinta, kamu malah ngerokok. Nggak takut cepat tua, hah?” godanya lalu mengepulkan asap tipis.Nala mengambil rokok itu dan menarik dalam-dalam, lalu menghembuskan asap ke arah langit-langit kamar.Matanya menatap
Di ruang kerja Liam. Pria itu sudah kembali ke kantor usai cuti satu hari saat pergi ke kampung Evi.Tumpukan berkas di atas meja tampak tak tersentuh sejak pagi. Liam hanya duduk bersandar di kursinya, kedua tangannya bertaut di depan wajah, seakan sedang menahan pikiran yang terlalu menyesakkan.Pintu diketuk pelan. Ardi masuk dengan wajah serius lalu menutup pintu rapat-rapat agar tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka. Dia langsung mendekat dan duduk di kursi berhadapan dengan Liam.“Gimana kondisi ibunya Evi sekarang?” tanya Ardi membuka percakapan.Liam mengangkat kepalanya perlahan kemudian menghela napas kasar. “Masih dirawat di rumah sakit. Keadaannya belum stabil dan Evi, dia belum mau kembali ke sini kalau ibunya belum sembuh. Atau setidaknya memaafkan dia.”Ardi menghela napas panjang. Bayangan Evi yang ditolak oleh ibunya sendiri terlintas di kepalanya dan membuat dadanya ikut sesak.“Kasihan sekali dia, Liam. Dibenci satu kampung, bahkan ibunya sendiri menolaknya. I
Malam itu, Rafael tidak bisa tidur. Pesan yang baru saja dia kirim akhirnya berbalas.Nama Nala muncul di layar ponselnya dan membuat jantungnya berdegup lebih cepat. Jemarinya bergetar ketika membuka pesan itu."Aku di sebuah motel pinggiran kota. Kamar 23. Jangan bawa siapa-siapa. Kita bicara besok pagi."Rafael menghela napas panjang. Ada rasa lega bercampur gelisah dalam benaknya. Ia tahu, langkahnya ini penuh risiko.Jika Sarah tahu, segalanya akan runtuh. Tapi ada sesuatu dalam dirinya yang tidak bisa berhenti menariknya kembali pada Nala—bukan hanya karena masa lalu, tapi juga karena potensi kekuatan yang bisa dia manfaatkan darinya.**Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi.Pagi-pagi sekali Rafael sudah pergi untuk menemui Nala di tempat yang sudah Nala kirimkan alamatnya.Rafael mengenakan jaket hitam dan kacamata gelap, mencoba menyamarkan identitasnya. Mobilnya meluncur ke arah motel yang dise
"Aku dengar Rafael masih sering bertemu dengan Nala. Katanya ada saksi mata yang lihat mereka di sebuah hotel minggu lalu."Sarah duduk dengan wajah muram di sofa, jemarinya menggenggam erat ponsel miliknya. Entah sudah berapa kali dia membaca pesan dari temannya yang baru saja menelpon dengan nada penuh rahasia.Kalimat itu berputar-putar di kepalanya, menusuk seperti jarum yang tak henti. Sarah menggigit bibir bawahnya, rasa gelisah menghantam dada.Hatinya menolak mempercayai, tetapi otaknya tak bisa menepis rasa curiga yang semakin menguat.Langkah kaki berat terdengar dari arah pintu. Rafael pulang. Jas kerjanya masih melekat, dasi longgar tergantung di leher, dan wajahnya tampak letih.Namun, begitu matanya bertemu dengan sorot tajam Sarah, ia tahu ada sesuatu yang tidak beres.“Ada apa? Kenapa tatapanmu begitu?” Rafael meletakkan tas kerjanya di meja dan tetap mencoba untuk tenang.Sarah menarik napas panjang, berus
Telepon genggam Liam bergetar pelan di meja tunggu rumah sakit. Nama Ardi terpampang di layar dan membuat alis Liam langsung berkerut. Ia menghela napas sebelum menggeser layar untuk mengangkat.“Ardi? Ada apa?” tanyanya dengan lemas, sudah cukup lelah dengan segala kejadian belakangan ini.Di seberang sana, terdengar suara Ardi yang tergesa bahkan nyaris putus-putus karena emosi. “Liam, kabar buruk. Nala kabur.”Liam refleks berdiri dari kursinya dan membuat beberapa orang di ruang tunggu menoleh ke arahnya. “Apa maksudmu kabur? Bukannya polisi sudah melacak keberadaannya?!”Ardi menghela napas panjang. “Aku juga tidak percaya awalnya. Tapi polisi barusan mengonfirmasi. Mereka datang ke penginapannya di kampung, tapi kamar sudah kosong. Nala pergi sebelum mereka tiba. Jejaknya hilang, Liam. Hilang begitu saja.”“Bajingan!” Liam menghantam meja dengan kepalan tangannya. “Kenapa bisa sebodoh itu?! Polisi terlambat, padahal kita sudah punya bukti CCTV! Dia bisa ke mana sekarang?!”“Aku
“Sialan!” Nala menjerit histeris, tangannya meraih ponsel itu lalu melemparkannya ke dinding.Kamar penginapan murahan itu berantakan. Tirai jendela terayun-ayun ditiup angin malam yang masuk dari celah kaca, membawa aroma lembap yang bercampur dengan keringat dan parfum murahan Nala.Lampu kamar yang temaram menyorot wajahnya yang kusut—make up-nya luntur, lipstik merah menyala itu sudah berantakan, dan matanya sembab akibat kurang tidur.Puluhan akun gosip, berita daring, dan komentar netizen yang menyebut namanya tanpa ampun.Ia menjambak rambutnya sendiri hingga tubuhnya terhuyung maju-mundur.“Siapa?! Siapa yang berani memutarbalikkan fakta begini?!”Nala kembali berteriak, menendang kursi hingga terbalik, lalu meraih botol parfum dan melemparkannya ke cermin.Pecahan kaca berhamburan dan memantulkan wajahnya yang tampak lebih mirip wanita gila ketimbang wanita elegan seperti yang selalu ia