Share

TERLALU SENSITIF

Penulis: Kak Upe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-28 21:29:29

Karena terlalu cepat berjalan, Valerie dan Vanya tiba lebih awal di gudang.

“Kau ini kenapa, Vee?” sentak Vanya, saking kesalnya sampai memukul pelan lengan Valerie. Napasnya masih memburu—jelas troli yang mereka dorong sangat berat, dan Valerie malah berlari seolah sedang ikut lomba agustusan.

“Tidak apa-apa! Aku cuma ingin cepat sampai. Ayo ke dalam.” ajak Valerie, enggan menjelaskan kalau pria brengsek yang membuatnya dipecat dari klub malam… ternyata adalah presdir tempat mereka bekerja.

Mereka kembali mendorong troli melewati deretan rak raksasa yang menjulang tinggi hingga menyentuh atap gudang—dipenuhi bahan produksi pakaian, kain-kain tergulung rapi dalam tumpukan pakain fashion yang siap jual.

Samar-samar, Valerie dan Vanya mendengar sesuatu. Suara... seperti desahan seorang perempuan.

“Vee, kau dengar itu?” bisik Vanya dengan tampang bingung dan telinga dipasang siaga.

Valerie mengernyit. Ia mendengar suara yang sama. Tapi ada sesuatu yang lebih mengganggu dari suara itu—karena entah kenapa… ia merasa kenal. Suara itu familiar di telinganya. Hanya saja, suara siapa???

Mereka terus melangkah pelan, troli berderit pelan di lantai beton. Namun anehnya, semakin dekat, suara tadi justru menghilang.

“Vee? Vanya? Kenapa kalian ke arah sana?” suara Dika terdengar dari belakang, disertai teriakan pelan dan kibasan tangan.

Refleks, Valerie dan Vanya menoleh. Dika berdiri tak jauh, melambaikan tangan ke arah mereka.

“Cieee… sang kekasih datang tuh!” godanya Vanya sambil menyenggol-nyenggol lengan Valerie. Kemunculan Dika sukses membuatnya lupa sejenak kenapa mereka bisa terdorong sejauh itu ke sudut gudang.

Valerie dan Vanya berbalik arah, berjalan menuju Dika.

“Apa yang kalian lakukan di sana?” tanya Dika sambil mengambil alih troli dari tangan Valerie dan mendorongnya pelan ke arah yang benar.

“Oh itu? Tadi aku dan Vee, mendengar—Auw!!” Vanya menjerit kesakitan saat Valerie tiba-tiba mencubit pinggangnya.

“Hei! Kenapa kau mencubitku?” protes Vanya, tidak terima. Padahal ia hanya berniat menjawab pertanyaan Dika dengan jujur. Tidak ada yang salah, bukan?

Valerie langsung menatap tajam, memberi isyarat jelas lewat matanya agar Vanya tidak membocorkan alasan mereka sampai mendorong troli sejauh itu ke ujung gudang.

Untungnya, Vanya tak terlalu bloon. Ia cepat menangkap maksud Valerie dan segera mengalihkan topik pembicaraan.

“Loh, itu bukannya Jessica?” serunya tiba-tiba, lalu begitu saja melepas troli yang ia dorong dan berlari ke arah Jessica.

Untung Valerie sigap. Ia segera menangkap troli Vanya sebelum benda itu meluncur sendiri entah ke mana.

Sementara itu, Vanya sudah bersorak-sorak sambil melambaikan tangan ke arah Jessica.

“Jess!! Hei!! Jeeesss!” teriaknya penuh semangat.

Jessica, yang saat itu sedang sibuk mendata bahan baku di rak produksi, sontak mengangkat wajahnya dan menoleh ke arah suara.

"Heei?? Ayo ke sini!" panggil Jessica dengan senyum terkembang di wajahnya.

"Waaah... Yang baru naik jabatan. Auranya segar banget!" goda Vanya, membuat Jessica langsung tersipu malu.

"Ah! Itu semua karena Pak Dika. Kalau dia nggak kasih promosi itu, aku masih mendorong-dorong troli seperti kalian kok," ucap Jessica dengan nada segan, mencoba merendah.

"Eh, jangan salah! Memangnya siapa aku?" cepat Dika menanggapi. "Jabatanku juga nggak setinggi itu. Mana bisa kasih promosi. Lagian kalau bisa, yang pertama pasti Vee yang aku promosikan."

Ia melirik ke arah Valerie dengan senyum kecil.

"Promosi itu memang hasil kerja keras Jessica selama setahun. Perusahaan hanya mengapresiasi yang memang layak." lanjut Dika, tak ingin menimbulkan salah paham karena ucapan Jessica tadi.

Tawa pun pecah di antara mereka, suasana terasa hangat sejenak.

Tapi Valerie tak ikut larut sepenuhnya. Di balik senyumnya, ada firasat aneh yang mulai menggeliat—gelagat antara Dika dan Jessica yang terasa sedikit... tidak biasa.

Ia mencoba menepis perasaan itu. Mungkin hanya efek dari kegagalan promosinya sendiri, setelah setahun bekerja keras tanpa jeda. Ditambah kenyataan pahit: pekerjaan tambahannya di klub malam baru saja raib.

Sensitivitasnya jadi berlebihan. Atau mungkin... memang ada sesuatu yang tidak beres antara kekasihnya dan sahabatnya.

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   BAB 116

    “Valerie tidak perlu mirip seperti kamu untuk membuatku berpaling padanya,” ujar Elka yang tiba-tiba datang.Sonya auto diam. Dia mengunci rapat mulutnya untuk sesaat sebab Elka bukanlah pria yang bisa dia hadapi.“Hai... Elka, hai Anne!” sapa Natasya pada Elka dan Anne.Bukannya membalas sapaan Natasya, Anne malah memeluk Valerie. “Apa kabar, sayang?” sapa Anne pada Valerie.Anne dan Valerie memang sudah lama kenal, sebab wanita yang Anne itu adalah sepupu terdekatnya Elka. Jadi, kadang Elka selalu membawa Anne ke mana-mana.“Kau yang apa kabar, Anne? Wah, kau cantik sekali, Anne,” puji Valerie pada Anne.“Kau sendiri yang tambah cantik, Valerie,” balas Anne sambil menggandeng tangan Valerie.“Elka... aku dan Valerie pergi dulu, ya. Mungkin ada banyak hal yang ingin kau bicarakan dengan Natasya dan Sonya pagi ini?” cicit Anne yang langsung membawa Valerie menjauh.“Ya... pergilah bersenang-senang bersama Valerie,” ujar Elka pada sepupunya itu.Kini tinggallah Elka, Natasya, dan Sonya

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   BAB 115

    #Flashback on “Hahaaha... Kakak ipar, kau benar!!” Tama pun ikut tertawa.“Tidak mungkin ada orang yang masuk lewat teras belakang kamar vila, secara kan itu lautan semua!” tukas Tama.“Masa iya, untuk masuk ke kamarmu saja dia harus pakai boat lalu menelusuri jalan bawah-bawah vila pelan-pelan dengan boat-nya agar tidak ketahuan. Memang sih, untuk volume airnya memungkinkan karena sedang pasang sebab malam purnama. Cuma ya tetap tidak mungkin saja kalau dipikirkan dengan seksama,” celetuk Tama.#Flashback off“Benar-benar tebakan yang jitu, Tama!!” ujar Valerie salut, karena apa yang ditebak Tama sembarangan memang benar adanya... Zane memang datang ke kamar ini memakai boat.Setelah tidak lagi melihat boat-nya Zane, Valerie kemudian berjalan ke pintu dan membuka pintu. Terlihat Tama yang sedang berjongkok sambil memeluk kedua lututnya.“Kak Valerie...” teriaknya sambil berlarian ingin memeluk Valerie.Valerie tercengang dengan apa yang ingin Tama lakukan. “Ini bocah kenapa? Kesambe

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   BAB 114

    Dinginnya udara di dalam kamar membuat Zane memeluk erat sang istri. Bodoh kalau Zane meneruskan egonya untuk mengingkari hatinya yang terang-terangan mengatakan kalau dia telah jatuh hati pada wanita yang sedang tertidur cantik di sampingnya saat ini.Pukul-pukulan yang dia arahkan ke Elka malam itu sungguh membuat Zane menyadari bahwa apa yang dia rasakan pada Valerie bukanlah sebuah rasa kepemilikan, bukan karena Valerie adalah miliknya sehingga dia tidak ingin Valerie disentuh oleh orang lain, melainkan karena rasa cemburu yang terus terbakar saat Valerie bersama orang lain.Zane merasa hatinya yang sudah menjadi es selama tiga tahun ini akhirnya mencair karena seorang wanita yang bernama Valerie.Zane membuka pelan matanya. Lalu tersenyum. Dan sesaat kemudian mendaratkan sebuah kecupan selamat pagi di kening sang istri.Zane berjanji mulai hari ini dia akan berusaha membuat Valerie bukan hanya menerimanya sebagai suami tapi juga mencintainya sebagai pria.Cukup lama Zane menatap

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   BAB 113

    “Brengsek si Belvan!” umpat Zane dari dalam kamar mandi, masih mengikuti perkembangan diskusi antara Belvan, Tama, dan Valerie.“Akan aku ingat ini, Belvan! Tunggu saja pembalasanku kelak,” geram Zane.“Ee... aku rasa begitu juga tidak apa-apa,” jawab Valerie sambil menggaruk-garuk alisnya.“Tapi kan di luar dingin, Kak Belvan? Apalagi saat ini kita berada di atas lautan,” protes Tama halus, teringat bagaimana udara dingin menyapa kulitnya saat ia migrasi dari kamarnya ke kamar Valerie.“Kalau kau merasa dingin, cukup hangatkan hatimu dengan mengingat-ingat mobilku yang akan menjadi milikmu setelah kita pulang dari sini,” ketus Belvan.“Issh, kau ini!” sungut Tama.“Cepat ambil selimut dan bantal di atas tempat tidur itu!” perintah Belvan pada Tama.“Kau pintar sekali, Kak Belvan! Paling tidak dengan bantal dan selimut itu, rasa dinginnya akan sedikit berkurang dan aku bisa tidur lebih nyenyak,” sahut Tama, gembira.“Memangnya siapa yang bilang bantal dan selimut itu untukmu? Itu untu

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   BAB 112

    “Praaak...”Pintu itu pun roboh, dan tampaklah dua "superhero" sedang berpose di depan pintu kamar Valerie.“Apa yang kalian lakukan dengan pintu itu...” Hanya itu kalimat yang keluar dari mulut Valerie saat melihat pintu kamarnya kini sudah tidak ada lagi.“Kakak ipar, kau baik-baik saja?” Tama berlari ke arah Valerie yang diam mematung memandangi mereka.“Hah?” jawab Valerie terbengong.“Kau baik-baik saja, Valerie?” tanya Belvan, yang kemudian juga masuk ke dalam kamar.“Hem... aku baik-baik saja. Tapi sepertinya pintuku lah yang tidak baik-baik saja,” jawab Valerie, masih menatap lurus ke arah pintu kamarnya.Belvan dan Tama pun menoleh ke belakang, dan saat itulah mereka baru sadar akibat perbuatan mereka.“Eehmmm... kau terlalu keras mendobraknya, Kak Belvan!” sebut Tama, menyelamatkan dirinya.“What? Namanya juga mendobrak, Tama. Tentu saja harus sekuat tenaga,” bela Belvan, tidak rela dikambinghitamkan oleh Tama.“Maaf, Kak Valerie. Karena tenaga otot-ototnya Kak Belvan, pintu

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   BAB 111

    Otak Zane kembali harus melakukan rapat paripurna super kilat untuk mengambil keputusan terbaik dan tercepat dalam situasi ini. Sebab, kalau sampai Zane melakukan kesalahan lagi pada Valerie kali ini, Valerie akan membencinya seumur hidup.“Mengapa kau mengingkari pernikahan kita, Valerie?” tanya Zane lembut.Entah mengapa, di tengah keadaan yang absurd itu, Zane malah terpikir untuk menanyakan hal itu pada Valerie.Deg... Jantung Valerie berdebar saat Zane berbicara sedemikian lembut padanya.Belum sampai lima detik yang lalu mereka saling berteriak, menendang, dan menarik. Tapi mengapa tiba-tiba pria ini bisa...Valerie menolehkan wajahnya ke samping. Kini kakinya tidak lagi menendang Zane seperti tadi. Sikap Valerie pun seolah ikut melembut, selaras dengan perkataan Zane barusan.“Apakah kau membenci diriku, Valerie?” tanya Zane sekali lagi.Zane meraih tangan Valerie dan menautkan jari-jemarinya pada jari-jemari sang istri.“Apakah aku sedemikian buruknya di matamu, Valerie?” Zane

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status