Halo Kak, jangan lupa dukung, ulas cerita ini ya....
Viana menarik diri, menormalkan jantungnya yang deg-degan setiap dekat dengan Teofilano. Bukan karena takut, tapi karena rasa kesalnya berubah menjadi pikiran yang tak seharusnya.Viana mengangkat french fries, membalik ikan dory fillet dan menyeduh ramuan gingseng yang katanya meningkat stamina pria.“Bapak sering minum ini?” tanya Viana malu-malu.“Ya, biar bisa lama sama kamu.”“Dih!” Viana salah tingkah Teofilano melakukan ini untuk dirinya. Dia sih suka-suka aja, karena sentuhan fisik adalah bahasa kasihnya. Hanya, tidak suka dosanya. Andai, dia dan Teofilano sama-sama belum menikah.Tak sampai 10 menit, fish and chip Viana jadi. Viana menata rapi di piring yang agak cekung beserta salad sayur, potongan lemon, dan saus tar-tar.“Makan, Pak.” Viana membagi makanannya, seporsi untuk Teofilano, seporsi untuk dirinya.Teofilano menarik pinggang Viana, membuat perempuan itu duduk di atas pangkuannya. “Suapin.”“Jangan manja.”“Itu yang dilakukan Lauren.”Viana memutar bola mata jengah
Viana menarik nafas. Dia tidak mau acara makannya tertunda karena merespon sentuhan Teofilano.“Aku mau masak, bisa tolong minggir dulu?”“Masak aja, aku tidak akan mengganggumu.”Viana menarik nafas, merasakan telapak tangan Teofilano yang besar dan hangat menyusup kedalam kemeja, lalu masuk kedalam bra meremas gunung kembarnya dan memainkan ujungnya, menciptakan sensasi geli pada perutnya seperti digelitikin sesuatu yang kalau dibiar-biarkan bisa membuat yang di bawah sana becek. Tapi dengan tak tahu dirinya pria ini mengatakan tidak akan mengganggu? Yang benar saja!“Bapak jelas mengganggu!”Teofilano tertawa, tentu saja dia tahu Viana terganggu dengan keberadaannya. Biarkan saja, dia hanya ingin melampiaskan sedikit keinginannya saat ini, untuk mengurai stress.“Kamu tahu tidak, kalau kamu itu menyebalkan? Sangat amat menyebalkan! Rasanya pengen ku Uuh.” Teofilano menarik kuat ujung buah dada Viana hingga perempuan itu kesakitan.Viana menoleh ke belakang. “Uuh apa?”Teofilano mem
Reynhart meninggalkan Teofilano dan bergegas mencari Viana. Ternyata perempuan itu ada di dekat guci besar, entah apa yang dilakukan Reynhart tak mau tahu, karena urusannya sendiri banyak hari ini.“Vi,”Viana mendongak. “Ya?”“Tangan Bapak berdarah, kamu suruh ambilin P3K.” Inisiatif Reynhart, padahal bosnya itu hanya menyuruh Viana kesana.Viana berdecak. “Apa dia nggak bisa ambil sendiri?!”“Nggak bisa,” sahut Reynhart lalu pergi.“Reynhart, bisa tolong ambilin ponselku?”“Nggak bisa, urusanku banyak.”“Ya sudah kalau gitu kamu aja yang antar P3Knya.” Viana tak mau ambil pusing. Dia masih kesal Teofilano menganggapnya pelacur, ditambah membuang ponselnya ke guci.Reynhart memejamkan mata sejenak, mengumpati Viana dalam hati. Sepertinya perempuan ini ingin dia disemprot bosnya.“Kamu ambilin P3K dulu, nanti baru ku ambilin ponselmu!” ketus Reynhart.Viana menatap Reynhart, terkejut Reynhart ternyata bisa ketus, padahal biasanya cool kayak bosnya. Mulut Vian ngedumel lirih. “Pantes A
“Terserah.”Teofilano tahu dari dulu kalau Galla selingkuh dengan Jasmine. Ketika Viana koma, Felix sering mengiriminya foto Galla dan Jasmine menjaga Viana sembari pelukan dan ciuman. Namun tidak mau memberitahu Viana.“Sebaiknya begitu,” timpal Viana.“Jangan menangis kalau ucapanku benar. Karena aku sudah memperingatkanmu, tidak ada pria yang mau dengan perempuan yang sudah selingkuh, kecuali punya tujuan lain.”“Bagaimana denganmu?”“Aku menganggapmu pelacur, supaya tidak terlalu sakit hati.” Teofilano pergi setelah menyelesaikan kalimatnya. Tidak tahu jika ucapannya menusuk hati Viana sampai matanya nanar karena hatinya berdarah.Viana menyambar tote bagnya yang ada di sofa. Lalu meninggalkan tempat itu. Viana mengambil ponselnya, menelpon Galla.“Galla jemput aku sekarang,” kata Viana begitu telponnya diangkat. Dia tidak mau berada di sini lagi.“Kenapa, Sayang? Kamu sakit?”Air mata Viana bercucuran dipanggil ‘sayang’ oleh Galla. “Iya.”“Ok, 30 menit lagi aku ke KIC.”“Aku ngga
Teofilano beranjak dari kursi, berjalan keluar ruang kerjanya dengan langkah yang tenang meski hatinya keadaan tidak ada yang membuatnya.“Cintya!”Cintya mendengar panggilan Teofilano namun tak menoleh maupun menjawab sedikitpun. Keinginannya hanya satu saat ini, bisa keluar dari tempat ini dengan selamat.Di depan mansion, Reynhart, Dion, Olek dan Felix melawan 80 anak buah Cintya yang dikomando Hose—bodyguard sekaligus selingkuhan Cintya. Dan tentu saja anak buah Teofilano yang babak belur karena kalah jumlah.Teofilano geram karena Cintya melakukan serangan fajar. Perempuan itu membayar Rumi untuk membuka gerbang supaya anak buahnya bisa menyusup ke dalam mansion tanpa seijin Olek.Untung saja Teofilano dan Agung sudah bekerja sama dari dulu, sehingga dia menelpon Olek dan memberi instruksi kepada untuk mengaktifkan perlindungan tambahan.Mereka tidak bisa masuk ke mansion jika alarm senjata tajam berbunyi. Akhirnya, dari 200 anak buah Cintya, hanya 80 orang yang nekat. Mereka mas
Tangan Viana tremor usai menancapkan pulpen ke punggung Cintya, begitu pula jantungnya. Dari kecil dia tidak pernah menyakiti orang lain, bahkan tidak berani membalas orang yang telah menyakitinya. Karena itu, mendiang Ibunya—Hesti Tanama selalu maju ketika ada yang menyakitinya.Tapi, entah kenapa hari ini dia berani bertindak sejauh ini hanya karena Teofilano akan dikebiri Cintya.“Aku meremehkanmu,” desis Cintya.“Sudah ku bilang, jangan menyakitinya atau aku akan menancapkan ditempat yang akan membuatmu meregang nyawa.”Cintya tidak suka berdebat hal tidak berguna. Apalagi disaat punggungnya terluka seperti ini. Tangannya meraih sesuatu dari bawah sofa dan dalam sekejab membalik badan.Dorr!Viana pucat pasi Cintya menempelkan pistol diperutnya sesaat setelah membalik badan. “Kamu menembakku?”Cintya bingung. Barusan memang ada bunyi tembakan, tapi bukan darinya. Dia belum menarik pelatuk.Begitu pula Viana, dia melihat perutnya tidak berdarah. Sebab itu dia buru-buru mengigit tang
Viana sampai mansion pukul 8 pagi.“Makasih, Dion.” Viana turun dari mobil setelah Dion membukakan pintu.“Sama-sama, Nona. Senang bisa melayani Anda.”“Dih, kamu meledekku?” Viana heran melihat sikap formal Dion.“Tidak, Nona.”“Aku bukan Nonamu! panggil aku Viana atau aku tidak akan menjawabmu!” sewot Viana. Hidupnya sudah ironis. Gelarnya akunting King International Club tapi kantornya di mansion dan pekerjaannya melayani hasrat CEOnya.Apakah Dion akan membuatnya lebih lucu dari ini dengan menyebutnya Nona dan memperlakukannya secara formal? Viana janji akan mendiamkan Dion seribu jam jika berani melakukan hal itu!Dion cekikikan lalu menutup pintu mobil.Sementara Viana terus melangkah ke dalam mansion.'Gara-gara sering ke sini rasanya jadi seperti rumah sendiri,' batin Viana.Viana melongo melihat suasana mansion yang seperti pasar pagi ini. Bukan rame orang, tapi ramai robot. Mereka membersihkan rumah, ada yang menvacum cleaner lantai, sofa, mengelap kaca, bahkan melayani olek
“Galla, aku mohon, jangan siksa aku begini.”Galla mengecup dahi Viana. Dia memang tak ada niatan menyiksa perempuan itu. Galla segera menyingkirkan semua kain yang menempel pada tubuhnya dan Viana. Lalu membawa Viana ke ranjang agar leluasa bergerak.Senyum Galla mengembang menikmati tubuh Viana yang indah dan perutnya yang masih rata. Ibarat makanan, Viana sangat appetite—menarik untuk dimakan, ah tidak, membuat orang ingin memakannya.“I love you,” ucap Galla.Galla memindai Viana dari ujung kaki. Cat kuku kakinya yang berwarna merah maron tampak menyala di kulitnya yang putih seperti susu. Kakinya yang jenjang dan ramping, pinggulnya yang lebar pinggangnya yang ramping, buah dadanya yang seperti kelapa dibelah dua, bahunya yang selebar pinggul, lehernya yang jenjang, wajahnya yang mungil, cantik alami, polos, dan tatapan matanya yang menghanyutkan.'Kamu cantik, Sayang,' puji Galla dalam hati.Viana memang appetite—menarik untuk dimakan saat ini. Tapi bukan itu yang membuat Galla i
Usai menuduh Galla mengungkit pemberiannya, Jasmine beranjak dari kursi, meninggalkan Galla yang kehabisan kata-kata.Galla baru saja duduk tenang saat ini ketika ponselnya berdering. Dia angkat telpon.“Ada apa, Ma.”“Kamu apakan Jasmine?!”Galla memejamkan mata sejenak mengumpati Jasmine. Cepat sekali perempuan itu lapor pada Mamanya. “Nggak ku apa-apain.”“Nggak mungkin! Jasmine nggak bakal nangis kalau nggak kamu apa-apain!” berang Vonny.“Ada selisih paham sedikit.”Vonny berdecak. “Kamu itu ngerti nggak sih?! Jasmine sedang hamil anak kamu. Kamu harusnya jaga suasana hatinya tetap happy, bukan malah dibikin sedih seperti ini! Huh! Heran Mama sama kamu. Dikasih tahu nggak ngerti-ngerti!”Galla tahu Mamanya sekarang berubah padanya. Mamanya tak sesabar dulu. Sebab itu Galla mengalihkan pembicaraan. “Adalagi?”“Cepet ceraiin Viana dan nikahin Jasmine! Perutnya sudah mulai besar, apa kamu nggak malu sama keluarganya kalau nunda terus?!”Galla tidak menjawab Vonny. Bahkan dia sudah m