Sorot mata Wulan penuh akan kebencian, jika saja dulu putranya mendengarkan kata-katanya, tidak mungkin semua ini terjadi. "Kamu memang pembawa sial, Davinka! Siapapun yang berada di sisimu pasti akan menderita! Lihat saja putraku, kamu membuatnya tidak berdaya antar hidup dan mati!" Wulan mengeluarkan hampir semua racun yang bersarang di tubuhnya tanpa belas kasih. Dia sependapat dengan Davinka, ini semua memang karena wanita itu. Andai saja Yudha tidak tergila-gila terhadap Davinka semenjak mereka masih di sekolah menengah atas, Wulan jelas tidak akan setuju Yudha menikahi seorang janda kembang dan sekarang, wanita ini membawa malapetaka bagi putranya. "A-aku akan pergi setelah Mas Yudha sembuh, Bu. Aku mohon …," pinta Davinka semakin lirih. Dia tidak ingin meninggalkan suaminya sekarang, dia ingin mendampingi Yudha dan melihatnya pulih. "Tidak!" tolak Wulan cepet. Entah apa yang akan terjadi jika Davinka masih disini. Dia sendiri tahu
Davinka tidak berani mengangkat wajahnya. Dia tau betul suara siapa itu, pria yang sudah membelinya dan menukar dengan nyawa Yudha. Davinka sangat membenci pria ini sampai ke sumsum tulang. Melihat tawanan yang ketakutan, Sanjaya merasa senang. Wanitanya terlihat begitu jinak dengan tertunduk malu, sangat berbeda dengan beberapa jam lalu yang begitu arogan. Sanjaya langsung naik ke atas ranjang, membaringkan kepalanya di atas pangkuan, mengambil sejumput rambut dan mengendusnya dalam. Merasa kesal, Davinka memalingkan wajah. Tidak ingin melihat wajah pria itu yang tanpa tau malu berbaring di pangkuannya. Sangat menyebalkan! Mata Sanjayat terpejam, tapi lidahnya begitu tajam. "Puaskan aku seperti malam itu! Jika tidak, kamu tahu akibatnya!" Deg! Hatinya bak ditikam belati. Bagaimana Davinka bisa melayani Sanjaya dengan wajah yang terpampang nyata. Malam itu, dia begitu liar karena wajahnya tertutup topeng. Tapi sekarang, Davinka menatap wajahnya pun tidak berani. Apalagi melakuk
Sanjaya tidak bisa mengendalikan diri, cengkraman dan kuku Davinka semakin menambah gairahnya. Dia mengangkat satu kaki Davinka tanpa melepas miliknya.Peluh bukan saja membanjiri tubuhnya, tapi juga menetes membasahi wajah Davinka yang semakin kewalahan mengimbangi nafsu Sanjaya.Wajah cantik Davinka sudah sangat merah dengan rambutnya yang lepek karena keringat, intinya berdenyut hebat seiring kuatnya hentakan Sanjaya hingga menghasilkan gelombang yang sudah tidak bisa dibantah."Ahh … Sayang, kamu sudah mendapat klimaks, hemm? Ini sangat basah, tapi juga nikmat. Kamu selalu hebat saat diranjang, Diandra," racun Sanjaya di tengah hentakan pinggul dengan bokongnya yang padat.Matanya terpejam, wajah istrinya sedang tersenyum dengan bibirnya yang sensual dan merekah seperti bunga mawar.Wanita dalam ingatan Sanjaya menggigit bibirnya dengan kuat disela desahannya yang selalu memanggil nama Sanjaya."Sanja …," panggil wani
Davinka menyibak selimut, berlari menuju kamar mandi dan membersihkan diri. Bagaimanapun, dia tidak ingin terjadi sesuatu terhadap Yudha. Setelan blazer dengan celana panjang sudah tersusun rapi di atas tempat tidur dengan sprei yang baru saja dipasang. Melihat itu, Davinka kembali mengingat kejadian semalam. Betapa sangat menjijikkannya dirinya, meleh dan bergetar di bawah kungkungan Sanjaya. Wajah Davinka kembali muram dengan crystal yang hampir jatuh, betapa rendah dan menjijikkan dirinya. "Gue harus kuat demi Mas Yudha, nanti kalau kak Noel pulang, dia pasti mau bantu gue bebas dari cowok gila ini," ujarnya optimis. Davinka menyakinkan diri, sampai hari itu tiba, dia harus melewati hari-hari ini dengan baik agar keselamatan suaminya dapat terjamin. Sesampainya Davinka Bank BRC, lantai dasar sudah sangat padat oleh nasabah, teller dan customer penuh dengan antrian yang panjang. Hari ini Davinka akan terjun ke lapangan, dia tidak mengenakan setelan resmi Bank BRC, rambutnya b
Sanjaya menarik sudut bibirnya, "Ya, tentu saja kita akan makan siang, ya kan, Davinka?"Pertanyaan Sanjaya membuat Davinka gelagapan. Kenapa pria ini menyeretnya?"Te-tentu, saya akan atur jadwal makan siang untuk besok di restoran terbaik," jawabnya berusaha seacauh mungkin. Pandangannya sesekali melirik Sanjaya seolah meminta persetujuan bosnya. "Anda suka makanan India dan timur tengah, bukan, Nona Manopo?" tanya Davinka memastikan.Davinka ingin memeras Sanjaya dan membuat calon nasabah mereka senang. Siapa tahu mereka jodoh dan Sanjaya melepaskannya.Wajah Davinka bersemu merah membayangkan saat itu tiba."Iya, saya suka maksa apapun, tapi yang paling saya suka adalah masakan India. Bagaimana dengan Anda, Pak Sanjaya?" Teresa Manopo ingin tahu, apa pemimpin bank BRC ini memiliki kesamaan dengannya."Oke, saya setuju. Kita akan makan dimanapun asal nona Manopo senang," ujar Sanjaya yang semakin membuat Nona Manopo terpukau,
"Sebenarnya apa, sih ... masalah dia! Aduhh … pantat gue," keluhnya di tengah rintihhan. Davinka kembali mengelus bokongnya.Membicarakan ikan, Davinka langsung teringat akan hewan peliharaan di rumah yang sudah beberapa hari tidak diberi makan.Davinka menyambar tas, menyusul Sanjaya keluar. Tapi, mobil pria itu sudah tidak ada."Ehh, gue ditinggal?" Ada rasa kecewa dalam nada suaranya. "Sial, tuh bos nyebelin banget, sih … awas aja kalo nanti malem butuh badan gue! Jangan ngarep pokoknya!" Davinka terus mengucapkan ancamannya. Padahal, dia sendiri tidak tahu bisa melakukan hal itu atau tidak.Davinka melirik jam tangannya, "ini masih jam kantor, gue udah banyak cuti. Ahh … gak mungkin, kan, gue pulang kerumah sekarang. Tapi, males baget ketemu dia!"Dengan enggan, Davinka memesan ojol.Setibanya di bank BRC, banking hill masih sangat ramai oleh nasabah. Maria bahkan masih sibuk di belakang teller."Vie! Davinka!
"Masuk! Saya panggil kamu bukan untuk jadi penjaga pintu, jadi cepet masuk!" Keengganan Davinka membuatnya kesal. Wanita ini memang sama persis dengan Diandra jika merasa terancam. Jika bukan wajahnya yang berbeda, sudah bisa dipastikan Davinka adalah kloning dari Diandra. Davinka menggeleng, dia takut masuk kedalam neraka ini. "Kamu mau masuk, atau saya kesana dan bopong kamu kemari?!" tegas Sanjaya lagi. 'Dasar Bos aneh!' "Berhenti memaki saya, Davinka! Jangan pikir saya tidak tahu pikiran kamu yang terus memaki dan mengutuk saya sepanjang jalan sampai dengan di depan pintu ini!" Bagi Sanjaya, Davinka adalah buku harian terbuka yang bisa dibaca tanpa harus membuka halaman perhalaman. Bibir Davinka mengerucut, dia mulai maju seperti siput. 'Jangan bilang Dia cenayang yang agung!' Davinka masih tidak terima, Sanjaya dengan mudah mengancam dirinya. Pintu dibelakang langsung tertutup begi
Sanjaya sangat marah saat mengingat niat Davinka yang hendak membebaskan diri dengan cara menukarnya dengan tubuh wanita lain.Jelas Sanjaya tidak akan melakukan hal itu, tidak ada satu tubuh pun yang dia inginkan selain tubuh yang sedang dia jamah saat ini.Davinka harus menerima hukumannya agar tidak melakukan kesalahan ini di lain waktu."Sakit, Tuan, lepas." Tubuh Davinka menggeliat, berusaha membebaskan diri.Sanjaya sudah banyak membuat gigitan di dadanya yang sangat dalam. Tubuh Davinka terkurung dalam pangkuan Sanjaya layaknya seorang anak kecil yang berada dalam dekapan ibunya.Tapi, bukan kasih sayang diberikan. Ini jelas siksaan. Gigitnya hampir memenuhi bagian atas tubuh wanita itu. Bukan hanya merah, tapi hampir membiru dan mengeluarkan darah."Ahh! A-ampun—tolong, lepaskan saya Tuan, lepas!" Davinka terus meraung. Meminta pengampunan pria itu.Sanjaya tidak bergeming, dia terus melakukan hal mengerikan itu. M