Share

Terpesona

***

Lemparan buku itu membuat mereka terkejut. Kemudian dengan santainya, Reggie berdiri dan menghampiri pengunjung tersebut. Reggie lalu membungkuk hormat dan meminta maaf pada pria tadi yang berada tak jauh dari meja mereka.

Terlihat ada percakapan di antara mereka, sehingga membuat Reggie berkali-kali mengatupkan kedua tangannya sebagai tanda permohonan maaf yang mewakilkan ketiga sahabat itu. Dengan senyuman yang masih saja terus terkembang.

Diandra mengedarkan pandangan ke seluruh pengunjung yang ada di ruangan itu, mereka saling berbisik. Ada yang melihat ke arah mereka bertiga, ada pula yang berbisik sambil melihat ke arah Reggie dan pengunjung pria tersebut.

Selang beberapa menit kemudian, Reggie pun berbalik ke tempat duduk Diandra dan kedua sahabatnya. Suasana jadi sedikit menegang setelah insiden pelemparan buku tersebut.

Kalau saja itu ruangan terbuka, mungkin Diandra sudah menggebrak balik pada pria tersebut yang sudah sangat tidak sopan melemparkan buku pada mereka hanya karena merasa terganggu. Namun niat itu di urungkannya. Selain memikirkan tempat yang kurang pas jika harus adu otot, Diandra juga berusaha menjaga imagenya di hadapan Reggie. Karena meskipun penampilan Diandra sudah di pahami oleh Reggie, tapi hati kecil Diandra tidak ingin Reggie mengetahui seberapa bar-bar dirinya.

"Maaf ya, Pak, gara-gara kebisingan kami, Bapak harus meminta maaf pada orang itu. Harusnya 'kan kami yang meminta maaf padanya," sesal Ardi merasa sungkan pada Reggie yang sudah berada kembali di hadapan mereka.

"Iya, Pak. Maaf dan terimakasih karena Bapak sudah mewakilkan kami," sambung Fay yang sama merasa bersalahnya.

"Iya, santai aja. Ya ... lagian nggak apa-apa, kok. Ini 'kan udah jadi tugas saya untuk membuat para pengunjung nyaman. Karena memang sebenarnya ruangan ini hanya untuk kegiatan seperti belajar atau membaca. Layaknya perpustakaan pada umumnya," jawab Reggie dengan lembut namun penuh wibawa.

Sementara Diandra hanya terdiam mematung memandangi gerak gerik Reggie yang menurutnya sangat mengagumkan. Reggie pun seakan menyadari bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh Diandra secara intens. Kemudian dia melemparkan senyum termanisnya pada Diandra. Meski hanya sepersekian detik, tapi kode senyuman itu di tangkap dengan baik oleh Diandra.

Mendapat lemparan senyum manis dari pria klimis yang diam-diam ia kagumi itu, Diandra pun mendadak kelabakan dan hampir nyungsep, tatkala tangan kanan yang menjadi penopang dagunya meleset dari meja.

Melihat tingkah Diandra yang seperti tersihir oleh kharisma sang manager, kedua sahabatnya  -Ardi dan Fay- saling melempar pandangan dan memberi kode melalui kedipan matanya, lalu cekikikan meskipun dengan membungkam mulut masing-masing agar tak menimbulkan suara gaduh lagi seperti sebelumnya.

Reggie nyengir seraya memamerkan deretan giginya yang rapi. Dia merasa gemas sekali pada tingkah Diandra dan juga kedua sahabatnya itu yang masih belum di sadari oleh Diandra.

Ketika Diandra tersadar dan merasa dirinya jadi bahan tertawaan, Diandra pun semakin salah tingkah. Namun dengan sigap Reggie mengalihkan suasana seakan dia bisa menebak apa yang Diandra rasakan.

"Oh ya, saya belum kenalan sama kalian berdua. Kalian pasti sahabatnya Diandra, ya?" Tanya Reggie pada Ardi dan Fay.

"Eh ... iya, Pak. Saya Ardi dan ini Fay," Jawab Ardi sambil mengangguk hormat seraya mengulurkan tangan kanannya yang langsung di jabat oleh Reggie. Fay pun melakukan hal yang sama seperti yang Ardi lakukan - bersalaman.

"Saya, Reggie Kaivan," ucap Reggie setelah berjabat tangan dengan mereka secara bergantian.

"Bapak Manager disini, ya?" tanya Fay setelah ia melihat name tag Reggie yang terpajang manis di dada kanannya yang bidang.

Lagi-lagi Reggie memamerkan senyumannya yang menawan seraya mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Fay.

"Wah ... hebat, ya. Masih muda, tapi udah jadi Manager. Patut di contoh, nih," ujar Ardi memuji sang Manager muda itu.

"Ah, kamu bisa aja. Oh iya, nggak usah panggil saya dengan sebutan 'bapak', nggak enak di dengernya. Berasa udah tua, hehe .." ucap Reggie sedikit tersipu karena di panggil 'bapak' oleh orang yang usianya tidak jauh berbeda darinya.

Sementara Diandra justru terlihat manyun karena merasa dirinya di abaikan. Lagi-lagi gelagat Diandra terbaca oleh sang Manager klimis itu. Hal ini membuat Reggie kembali tersenyum melihat mimik wajah Diandra yang berubah kusut dan lusuh seperti kain yang belum disetrika dan di semprot kispray.

"Oh ya, gimana kalau kita pindah tempat aja yuk! Biar lebih leluasa ngobrolnya. Kalau disini nggak enak sama pengunjung yang lain. Takut mengganggu, lagi," ajak Reggie pada ketiga sahabat itu yang kini menjadi teman baru baginya.

"Wah ..  boleh, tuh," sahut Ardi yang di dukung segera oleh Fay dan Diandra yang mengangguk secara bersamaan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status