“Laki-laki sialan!"
Manda Adinata menggerutu dengan suara diseret. Netranya sudah basah lagi oleh air mata. Walau sudah satu minggu sejak ia memergoki perselingkuhan calon suaminya, rasa sakit di hati tak kunjung reda.
‘Lihat saja! Bukan cuma kamu yang bisa bersenang-senang dengan perempuan lain! Aku juga bisa!’ batin Manda.
Tangan Manda sudah mengepal erat, menahan keinginan untuk meneriakkan semua amarahnya. Ia tidak peduli berapa gelas minuman beralkohol yang ditenggaknya.
“Nona, sepertinya ponsel Anda bergetar.” Bartender melirik benda kotak yang tergeletak di meja.
Tanpa merespon sang bartender, Manda langsung meraih ponsel itu dan menjawab, “Ya, halo!”
Mendengar suara Manda yang mabuk, lawan bicaranya langsung memprotes dari ujung sambungan telepon.
“Ugh! Apa kau sudah minum-minum duluan, Manda?! Cepatlah datang! Pria yang kusewa sudah di sini. Ruang satu sembilan ya. Satu sembilan.”
“Ya, ya. Satu sembilan satu,” gumam Manda.
Manda langsung mematikan ponselnya dan membayar minuman. Kemudian ia mencondongkan tubuhnya mendekat ke arah sang bartender.
“Antarkan aku ke ruang sembilan satu, Mr. Bartender!”
Sang bartender memicingkan mata, tak yakin dengan angka yang disebutkan Manda. Bukan berarti ruangan itu tidak ada.
Bartender mengangguk. Kemudian, menyuruh salah satu staf untuk mengantarkan Manda.
Tak jauh dari meja bar tadi, mereka tiba di depan pintu ruangan berlabel 9.1.
“Silakan masuk, Nona!"
Tanpa ragu, Manda segera membuka pintu dan masuk. Manda yang sudah setengah mabuk tidak sadar bahwa tidak ada satupun penghuni ruangan itu dikenalnya.
Manda juga tidak menyadari tatapan bingung di wajah mereka.
“Oh? Kau pesan perempuan, Raf?”
Pria yang ditanya mendengus kesal. “Buat apa?!”
Suara bariton pria yang baru saja menjawab membuat netra Manda menoleh. Dalam sekejap ia dibuat terhanyut akan ketampanannya.
Manda tersenyum manis. “Ternyata kau di sini!”
Manda menghampiri laki-laki yang dipikirnya pria sewaan dan duduk di atas pangkuannya. “Ike beneran pesan gigolo buatku. Kamu benar-benar tipeku.”
“Gi–gigolo?!” sentak pria tampan itu sambil berdiri.
Pergerakan yang tiba-tiba itu membuat Manda terjatuh. “Aduduh! Kamu kasar sekali mainnya ….”
“Apa maksudmu, Nona?!” raung laki-laki bertubuh kekar tersebut. “Kau merusak nama baikku!”
Berusaha berdiri, Manda kemudian mendekat dan menempelkan jarinya di bibir pria tampan itu.
Manda tersenyum lagi. “Ssst! Aku sudah membayar mahal kamu. Jangan pura-pura tidak kenal!"
“Wow! Siapa yang berani membayar seorang Raffael?!”
“Aku dong!” pekik Manda dengan nada bangga. “Memang gigolo setampan dia dibayar berapa, sih?”
Tak tahan karena dipermalukan di depan banyak orang, Raffael pun segera keluar dari ruangan. Ia menyeret Manda bersamanya karena tidak ingin gadis itu berkata yang tidak-tidak.
Manda memeluk Raffael. Ketika Raffael tersadar, ia semakin murka karena si gadis mabuk itu ternyata sudah melepas setengah dari kancing kemejanya.
Raffael gusar. “Hah?! Dasar perempuan gila!”
Muak dengan tatapan para pengunjung bar, Raffael segera melarikan Manda ke kamarnya.
“Hey, Mr! Apa kamu akan segera menghiburku? Kau tahu, aku sudah membayarmu Rp 10 juta. Rp 10 juta lho! Itu uang tabunganku semua!” protes Manda kesal.
Namun, ucapan Manda sama sekali tidak membuat Raffael berhenti. Sekejap, mereka tiba di depan kamar hotel nomor 809. Dengan cepat, Raffael membuka pintu kamar dan melempar Manda ke atas ranjang.
Bukannya marah, Manda malah terkekeh sambil lanjut meracau. “Kau tahu? Aku baru diterima di Djaya Tambang. Jadi sekretaris.”
Netra Raffael memicing mengamati wajah Manda, kemudian tersenyum licik. ‘Dia sekretaris baru di Djaya Tambang?!’
Tak mendapat respon, Manda melanjutkan, “Aku cari uang buat pernikahanku tahun depan dan kau tahu? Pria brengsek itu malah selingkuh!”
Kali ini, Raffael merespon hanya dengan menaikkan salah satu alisnya. Setidaknya, kini ia tahu latar belakang dibalik mabuknya Manda.
“Hey, Mr. tampan! Aku bayar kamu mahal-mahal untuk menghiburku. Tapi, kenapa kamu diam saja?” keluh Manda. “Aku akan mengajukan protes!”
Raffael mendengus geli mendengarkan semua ocehan Manda. Perhatiannya kini tertuju pada tubuh gadis yang terbaring tak terjaga di atas kasurnya.
Detik berikutnya, Raffael mulai menurunkan resleting gaun Manda. Dalam sekejap, ia sudah bisa melihat lekuk tubuh Manda yang hanya terbalut dua buah pad penutup dada dan underwear manis berwarna peach.
“Uhm … dingin!” Manda merengek malas. “Mr. gigolo, mau selimut! Ayo, temani aku minum!”
Mendengar label gigolo lagi, tali kesabaran Raffael pun putus.
"Ha! Kau mau aku jadi gigolo?! Baik! Aku akan jadi gigolo untukmu malam ini!”
Hai! Romero Un menyapa!Novel ini akhirnya tamat ya ^_^Terima kasih buat para pembaca yang mendukung novel ini sampai selesai. Terima kasih juga untuk pembaca yang sudah memberikan komentar dan hadiah. Sampai ketemu di novel selanjutnya ya!Sayonara!
“Bos, sudah keluar hasilnya.”Bintang mengangguk. Ia segera mengecek hasilnya dan menemukan komposisi larutan yang tertulis dapat menyebabkan kerusakan pada pita suara. Ia pun langsung memberitahu Dennis. “Segera suruh Luna menemui dokter Gilian. Kuharap belum terlambat memperbaiki pita suaranya.”“Black, tangkap Kanya dan 2 temannya. Bawa mereka ke kapten. Aku sudah malas mengurusi mereka.”“Baik, Bos!”Sepeninggalan Black, Bintang langsung menyandarkan kepala, sambil memijat-mijat dahinya yang mulai pusing. Dengan posisi tak berubah, ia mencoba meraih gagang telepon dan menghubungi Tiara. “Auntie, tolong ke ruanganku.”2 menit setelahnya, Tiara sudah duduk di hadapannya. “Ada apa, Pak Bintang?”“Aku mau keluarkan berita dan juga peraturan baru.”Sang sekretaris senior itu mengangguk.‘Apa ini masalah artis Luna itu? Kurasa memang sudah keterlaluan sekali Kanya itu.’ Tiara membatin, sementara tangannya membuka laptop di pangkuan.Dalam berita internal itu, Bintang menjelaskan perka
“Oh! Lex, aku cari kamu. Ayo, ikut!”Bintang mengambil kesempatan untuk lepas dari Kanya. Ia segera pamit, menggeret adik perempuannya bersama. “Kau dikerjai si Kanya?” tanya Alexa setelah mereka cukup jauh dari target pembicaraan.Bintang menggeleng. “Sepertinya dia nggak suka dengan Lia dan membuat skandal untuk menghancurkan karir Lia sebelum debut.”Alexa mengerutkan dahi. “Kukira sasaran Kanya si Luna. Dia sering banget dipanggil Kanya sebelum latihan mulai. Dan pagi ini Luna kena marah karena suaranya tiba-tiba hilang.”Kali ini dahi Bintang yang berkerut tak mengerti. “Kenapa kau diam saja? Kanya sepertinya bukan perempuan yang baik, Lex. Hati-hati.”Alexa mendengus geli. “Siapa yang berani denganku?!”“Jadi, ini yang kemarin kakak tanyain ke aku? Skandal itu disengaja oleh Kanya?” Alexa kembali bertanya. Kepala Bintang bergerak naik-turun. “Kebetulan aku melihatnya.”Mereka terdiam sesaat, sebelum akhirnya Bintang memutuskan untuk pergi menemui Dennis. “Kau juga hati-hati. A
“Aku nggak peduli.” Bintang membalas pertanyaan Adelia dengan pernyataan keras kepala. “Kita bisa menyembunyikan pernikahan ini, untuk sementara.”“Buat apa?” tanya Adelia tak mengerti. “Kalau aku menikah, aku ingin bisa menceritakannya pada semua orang.”Mendengar itu Bintang tak bisa berkelit. Ia tak menyangkal. Mungkin dirinya yang paling sulit untuk menyembunyikan hubungan mereka. Bahkan sejak awal, dirinya lah yang tak bisa menahan diri untuk mengumbar kedekatannya dengan Adelia. “Tapi kalau tunangan, kurasa aman. Gimana?” usul Adelia yang merasa bersalah setelah pertanyaannya tadi. Bagaimanapun, saat ini, seorang CEO besar melamarnya. Dia, yang hanyalah seorang gadis biasa.Namun, Bintang menolak usulannya. “Aku ingin menikahimu karena aku mau semalam-malamnya kamu pulang, aku ada di rumah.”Wajah Adelia bersemu merah. Sebuah senyum tak sadar terbentuk di sana. “Hanya karena alasan itu?” gumamnya tak percaya.“Itu bukan ‘hanya’, My dear.” Bintang memeluk tubuh sang kekasih er
“Bos, Regan mengitrogasiku. Sepertinya Bos Raffael mencari Anda.”Black melapor pada Bintang, tepat di saat ia yakin kalau Adelia sudah masuk ke kamar mandi hotel. Ini adalah hari kedua Bintang dan Adelia berada di hotel. Seharian kemarin mereka menikmati renang dan layanan spa dari hotel itu. Dan pagi ini, seperti yang sudah ia perkirakan akan terjadi. Foto dirinya melangkah keluar dari apartemen para artis RAFTEN sambil merangkul seorang perempuan tak dikenal, menghiasi halaman depan media berita artis ibukota.Tentu saja, Raffael dan Manda akan marah besar, mengira bahwa putranya berselingkuh di belakang Adelia. “Mereka pikir Anda membalas dendam atas skandal Nona Adelia.”“Ah ….” Bintang terkekeh geli dengan tebakan orang tuanya. “Aku mematikan ponselku. Kau saja yang beritahu mereka kalau foto itu adalah fotoku dengan Lia.”Black mengangguk. “Baik, Bos.”“Tapi, jangan kasih tahu kami di hotel ini,” tambah Bintang, mengingatkan. “Aku dan Lia sedang liburan.”“Siap, Bos!”Sege
Ha! Ha! Ha! “Pertanyaan dari mana itu?” Bintang tergelak mendengar kenyataan bahwa Adelia tak merasakan cintanya.CEO RAFTEN bahkan tak bisa menyalahkan siapapun kecuali dirinya, karena sudah membuat Adelia bertanya demikian. Cinta yang ia berikan sepertinya tidak nyata. Seperti apa kata sang ibunda. Hambar.“Kau nggak tahu saja, tiap malam aku datang ke sini. Tapi kau nggak pernah ada.”Netra Adelia membulat kaget. “Bohong! Aku nggak pernah ketemu kamu! Nggak pernah ada tanda-tanda kamu mengunjungi apartemenku.”Bintang mengecup bibir sang kekasih, singkat. Kemudian berkata, “Aku malas kalau harus mengakui perbuatanku. Jadi, terserah kamu percaya atau nggak. Aku nggak masalah, Lia.”Melihat Bintang tidak bersikeras membuktikan ucapannya, Adelia memutuskan untuk percaya. “Terus, kenapa kau ke apartemenku nggak bilang-bilang?” tanyanya heran. Bibir Bintang bergerak ke kanan lalu ke kiri, menimbang apa juga yang membuatnya datang ke apartemen Adelia.“Awalnya mau kasih kejutan. Tapi