“Apa kau bisa serahkan semua padaku dan nggak perlu ikut mikirin itu, Manda?” Raffael malah balik bertanya. Namun, Manda bukan gadis yang diam saja dan tak peduli. Ia menggelengkan kepalanya. “Mana bisa. Aku dibawa kamu ke sana ke sini, ternyata buat menghindari tunanganmu. Aku jadi kayak pelakor.”“Nggak! Kita kan duluan pacaran. Dia lah yang pelakor!” tukas Raffael tak setuju Manda merendahkan dirinya sendiri. “Aku nggak suka kamu jelek-jelekin pacarku.”Manda mengerutkan dahi, mencoba mencerna kalimat pria itu. Kemudian tergelak sendiri ketika sadar apa artinya. “Malah ketawa!” tukas Raffael yang terlihat kesal. Seharusnya Manda marah. Bahkan ia belum mendapat pengakuan soal si pelaku yang memasukkan obat tidur dalam minumannya. Sayang, sepertinya ia takkan bisa marah. Gadis itu melemparkan tubuhnya ke arah Raffael. “Iya, iya. Aku nggak ngata-ngatain pacar kamu deh. Puas?”“Puas lah!” jawab Raffael masih dengan wajah kesalnya. Pria pemegang jabatan presdir itu kemudian mengan
Adam Indradjaya: Pulanglah hari ini ke rumah, Raff. Adam Indradjaya: Ada yang perlu kita diskusikan.Raffael menatap layar ponsel yang menunjukkan isi pesan dari sang ayah siang ini. Ia tak langsung menjawab permintaan Adam. Sejujurnya tidak ada sedikitpun niatnya untuk mendiskusikan sesuatu dengan kepala keluarga IndradjayaHari ini, ia dan Manda sudah kembali bekerja seperti biasa. Manda juga sudah semakin sibuk mengingat acara perayaan ulang tahun perusahaan mereka sudah semakin dekat.Yang paling melegakan adalah CEO mereka sudah menambahkan peraturan bagi Catherine agar bersikap layak di kantor Djaya Tambang. Ia tak lagi diperbolehkan mendatangkan banyak bodyguard, hanya demi bertemu dengan Raffael.Karena peraturan itu, Catherine jadi tak diperbolehkan keluar tanpa pengawalan. Raffael bisa bebas di kantor.“Jadi, Mom bakal mempercepat pernikahanku dengan si pelakor itu?” Raffael mengkonfirmasi lagi cerita yang baru saja Camelia utarakan. Sang CEO yang memilih duduk di sofa, be
“Duh, kenapa lagi itu ya?” bisik Melly pada Elena. Netra para staf sekretaris itu saling tatap, setelah melihat Camelia keluar dari ruang kerja sang presdir. “Ada aja mereka itu yang diributin,” keluh Elena. Mereka tak lagi merasa harus menjaga omongan di depan Manda setelah tahu kalau kondisi hubungan rekan mereka dengan atasannya tidak seperti yang dibayangkan. Namun sekarang, keadaan telah berubah. Manda sudah resmi menjadi kekasih Raffael dan mereka belum mengetahui hal itu sama sekali. Kali ini, Manda tak berniat memberitahu rekan kerjanya, termasuk Elena. Ia tak suka kalau mereka jadi terlalu berhati-hati dengannya.‘Toh, aku nggak bakal jadi mata-mata dan laporin semua tindak-tanduk mereka.’Tiba-tiba pintu ruang kerja Raffael terbuka. Keempat staf sekretariat langsung fokus pada layar laptop masing-masing. Tak mereka tahu, semua menebak kalau Raffael akan memanggil Manda masuk ke ruangannya. Termasuk Manda.“El, tolong ke ruangan saya sebentar.” Sontak, semua kepala men
“Manda, tolong ambilkan pai buah untuk Bu Diandra,” bisik Elena dengan wajah kesal. Diandra masih akan bekerja sampai rapat pemegang saham luar biasa nanti. Hanya jajaran direksi dan para sekretaris yang mengetahui rencana pemecatan direktur purchasing tersebut.Manda sedikit terkekeh melihat wajah seniornya itu. Ia mengangguk lalu keluar dari aula besar kantor untuk membawakan permintaan tadi.Siang ini, Manda masih diperbantukan untuk acara perayaan ulang tahun perusahaan di dalam kantor. Acara pertama ini dihadiri oleh para karyawan perusahaan dari level terendah sampai tertinggi. Ada juga komisaris yang ikut meramaikan. Dan malam nanti adalah acara formal yang memang digelar secara mewah di hotel dan mengundang banyak pemegang saham besar.Tengah menyatroni meja yang berisi kue-kue kecil, seseorang memanggilnya dengan nada yang manis. “Manda.”Mengenali suara itu, Manda langsung mendongak dan tersenyum. “Ya, Pak? Mau makan kue juga?”Raffael terkekeh. Ia mendekatkan jarak antara
Deg! Deg! Deg!Manda mencoba menekan dada. Berharap degup jantungnya sedikit tenang, karena ia bisa melihat baju yang dipakainya sampai ikut berdetak.“Raffael nyampe jam berapa ya?” keluh Manda. Ia kembali merebahkan diri di atas tempat tidur. Bosan menunggu. “Udah jam 4 sore.” Ia masih menebak-nebak apa yang Raffael inginkan darinya malam ini, sampai harus mengeluarkan namanya dari daftar panitia acara. ‘Kuharap nggak ada hal buruk terjadi setelah hari ini,’ batin Manda.Ia kemudian berpikir untuk menghubungi ibunya. Perihal dirinya yang benar-benar berpacaran dengan Raffael masih belum ia utarakan setelah keputusannya untuk menyudahi kontrak saat itu. “Manda?” sapa Diana—ibundanya yang sangat pengertian. “Ma, sehat? Manda lagi ada acara kantor sekarang. Perayaan ulang tahun.”Mereka berbincang santai. Diana jelas menanyakan ke mana saja anak gadisnya tak ada kabar sejak hari itu. Dan Manda menceritakan mengenai dinas dadakan yang mengharuskannya berada di luar kota Jakarta.“Ah
Pukul 7 malam kurang 10 menit. Manda selesai dirias dan sudah mengenakan gaun yang disepakati bersama. Setidaknya, di mata Raffael gadis itu adalah satu-satunya pribadi yang terpantul dalam pandangan.“Kau siap?” tanya Raffael sambil mengulurkan telapak tangannya.Manda meremas tangan Raffael kuat-kuat. Ia takut, gugup dan panik, tetapi tak mau semua itu terucap karena hanya akan membuatnya lemah. “Aku yang akan menjagamu, Manda. Kau tenang saja. Malam ini bakal aman, besok mungkin baru akan badai.” Raffael mengucapkan kalimat itu dengan tenang. Ia bahkan malah terkekeh geli seolah membayangkan orang tuanya mengamuk adalah hal terlucu di dunia.Namun, ucapan itulah yang justru membuat Manda tenang. ‘Setidaknya dia nggak menyembunyikan fakta bahwa hubungan kami bakal menimbulkan badai. Aku bisa bersiap untuk kemungkinan terburuk, dilempar cek 1 triliun suruh putus,’ batinnya sambil terkekeh.“Kayaknya sudah tenang,” ledek Raffael yang mendengar tawa manis sang kekasih. Manda menga
Tepuk tangan membahana menyambut Raffael yang akan berpidato singkat. Sang presdir terlihat berdiri setelah mengecup puncak kepala Manda, membuat semua orang terkesan. “Well, saya presdir baik hati yang susah payah mewakili direktur.” Raffael membuka pidatonya dengan gurauan singkat, membuat para tamu terkekeh. Bahkan beberapa direktur saling tunjuk menertawakan rekan sejawatnya.Setelah mengomentari kinerja perusahaan yang sangat baik dan mengumandangkan visi jangka pendek perusahaan, Raffael menyudahi dengan sebuah informasi. “Pemberitahuan singkat,” ujar Raffael sambil memberi isyarat ke arah Regan.Sang bodyguard tiba-tiba meminta Manda berdiri, membuat gadis itu tertegun tak paham. “Kenapa Regan?”“Anda harus naik ke stage, Nona.”Netra Manda membelalak. “Ha?! Jangan gila—”“Ini perintah, Nona.”Para penghuni mejanya pun hanya tersenyum seolah tahu bahwa hal ini akan terjadi. “Bahwa hari ini saya ingin menjernihkan kesalahpahaman. Catherine setiap hari ke kantor saya untuk m
Sementara Manda memilih untuk pulang ke apartemennya, keluarga Indradjaya langsung mengadakan rapat di kamar Adam dan Seria. Tentu saja, Raffael tak berniat ikut dalam pertemuan yang sudah jelas isi topik pembicaraan akan memberatkan posisinya. Seria memekik marah. “Anak kurang ajar!” tukasnya geram. “Kita harus bagaimana setelah ini, Pa?”Adam memijat dahinya yang mulai terasa pening setelah memikirkan ulang kejadian di pesta tadi. Sejak dulu Raffael memang selalu ekstrim. Jika sudah mendapatkan apa yang ia mau, tidak ada yang bisa melarang.“Papa nggak tahu harus bagaimana menghadapi anak itu. Camelia, bagaimana menurutmu?”Camelia baru saja akan menjawab, tetapi Seria menyerobot. “Sudah pasti kita harus kekang dia, Pa!”“Dia sudah bukan anak-anak, Mom!” Camelia mencoba menyadarkan sang ibu dari amarahnya. Melihat sang istri kewalahan menghadapi ibunya, Reinhart pun maju dan berkata, “Sebenarnya saya juga nggak bermaksud ikut campur, Mom, Dad. Cuma, saya dititipi pesan dari Raff
Hai! Romero Un menyapa!Novel ini akhirnya tamat ya ^_^Terima kasih buat para pembaca yang mendukung novel ini sampai selesai. Terima kasih juga untuk pembaca yang sudah memberikan komentar dan hadiah. Sampai ketemu di novel selanjutnya ya!Sayonara!
“Bos, sudah keluar hasilnya.”Bintang mengangguk. Ia segera mengecek hasilnya dan menemukan komposisi larutan yang tertulis dapat menyebabkan kerusakan pada pita suara. Ia pun langsung memberitahu Dennis. “Segera suruh Luna menemui dokter Gilian. Kuharap belum terlambat memperbaiki pita suaranya.”“Black, tangkap Kanya dan 2 temannya. Bawa mereka ke kapten. Aku sudah malas mengurusi mereka.”“Baik, Bos!”Sepeninggalan Black, Bintang langsung menyandarkan kepala, sambil memijat-mijat dahinya yang mulai pusing. Dengan posisi tak berubah, ia mencoba meraih gagang telepon dan menghubungi Tiara. “Auntie, tolong ke ruanganku.”2 menit setelahnya, Tiara sudah duduk di hadapannya. “Ada apa, Pak Bintang?”“Aku mau keluarkan berita dan juga peraturan baru.”Sang sekretaris senior itu mengangguk.‘Apa ini masalah artis Luna itu? Kurasa memang sudah keterlaluan sekali Kanya itu.’ Tiara membatin, sementara tangannya membuka laptop di pangkuan.Dalam berita internal itu, Bintang menjelaskan perka
“Oh! Lex, aku cari kamu. Ayo, ikut!”Bintang mengambil kesempatan untuk lepas dari Kanya. Ia segera pamit, menggeret adik perempuannya bersama. “Kau dikerjai si Kanya?” tanya Alexa setelah mereka cukup jauh dari target pembicaraan.Bintang menggeleng. “Sepertinya dia nggak suka dengan Lia dan membuat skandal untuk menghancurkan karir Lia sebelum debut.”Alexa mengerutkan dahi. “Kukira sasaran Kanya si Luna. Dia sering banget dipanggil Kanya sebelum latihan mulai. Dan pagi ini Luna kena marah karena suaranya tiba-tiba hilang.”Kali ini dahi Bintang yang berkerut tak mengerti. “Kenapa kau diam saja? Kanya sepertinya bukan perempuan yang baik, Lex. Hati-hati.”Alexa mendengus geli. “Siapa yang berani denganku?!”“Jadi, ini yang kemarin kakak tanyain ke aku? Skandal itu disengaja oleh Kanya?” Alexa kembali bertanya. Kepala Bintang bergerak naik-turun. “Kebetulan aku melihatnya.”Mereka terdiam sesaat, sebelum akhirnya Bintang memutuskan untuk pergi menemui Dennis. “Kau juga hati-hati. A
“Aku nggak peduli.” Bintang membalas pertanyaan Adelia dengan pernyataan keras kepala. “Kita bisa menyembunyikan pernikahan ini, untuk sementara.”“Buat apa?” tanya Adelia tak mengerti. “Kalau aku menikah, aku ingin bisa menceritakannya pada semua orang.”Mendengar itu Bintang tak bisa berkelit. Ia tak menyangkal. Mungkin dirinya yang paling sulit untuk menyembunyikan hubungan mereka. Bahkan sejak awal, dirinya lah yang tak bisa menahan diri untuk mengumbar kedekatannya dengan Adelia. “Tapi kalau tunangan, kurasa aman. Gimana?” usul Adelia yang merasa bersalah setelah pertanyaannya tadi. Bagaimanapun, saat ini, seorang CEO besar melamarnya. Dia, yang hanyalah seorang gadis biasa.Namun, Bintang menolak usulannya. “Aku ingin menikahimu karena aku mau semalam-malamnya kamu pulang, aku ada di rumah.”Wajah Adelia bersemu merah. Sebuah senyum tak sadar terbentuk di sana. “Hanya karena alasan itu?” gumamnya tak percaya.“Itu bukan ‘hanya’, My dear.” Bintang memeluk tubuh sang kekasih er
“Bos, Regan mengitrogasiku. Sepertinya Bos Raffael mencari Anda.”Black melapor pada Bintang, tepat di saat ia yakin kalau Adelia sudah masuk ke kamar mandi hotel. Ini adalah hari kedua Bintang dan Adelia berada di hotel. Seharian kemarin mereka menikmati renang dan layanan spa dari hotel itu. Dan pagi ini, seperti yang sudah ia perkirakan akan terjadi. Foto dirinya melangkah keluar dari apartemen para artis RAFTEN sambil merangkul seorang perempuan tak dikenal, menghiasi halaman depan media berita artis ibukota.Tentu saja, Raffael dan Manda akan marah besar, mengira bahwa putranya berselingkuh di belakang Adelia. “Mereka pikir Anda membalas dendam atas skandal Nona Adelia.”“Ah ….” Bintang terkekeh geli dengan tebakan orang tuanya. “Aku mematikan ponselku. Kau saja yang beritahu mereka kalau foto itu adalah fotoku dengan Lia.”Black mengangguk. “Baik, Bos.”“Tapi, jangan kasih tahu kami di hotel ini,” tambah Bintang, mengingatkan. “Aku dan Lia sedang liburan.”“Siap, Bos!”Sege
Ha! Ha! Ha! “Pertanyaan dari mana itu?” Bintang tergelak mendengar kenyataan bahwa Adelia tak merasakan cintanya.CEO RAFTEN bahkan tak bisa menyalahkan siapapun kecuali dirinya, karena sudah membuat Adelia bertanya demikian. Cinta yang ia berikan sepertinya tidak nyata. Seperti apa kata sang ibunda. Hambar.“Kau nggak tahu saja, tiap malam aku datang ke sini. Tapi kau nggak pernah ada.”Netra Adelia membulat kaget. “Bohong! Aku nggak pernah ketemu kamu! Nggak pernah ada tanda-tanda kamu mengunjungi apartemenku.”Bintang mengecup bibir sang kekasih, singkat. Kemudian berkata, “Aku malas kalau harus mengakui perbuatanku. Jadi, terserah kamu percaya atau nggak. Aku nggak masalah, Lia.”Melihat Bintang tidak bersikeras membuktikan ucapannya, Adelia memutuskan untuk percaya. “Terus, kenapa kau ke apartemenku nggak bilang-bilang?” tanyanya heran. Bibir Bintang bergerak ke kanan lalu ke kiri, menimbang apa juga yang membuatnya datang ke apartemen Adelia.“Awalnya mau kasih kejutan. Tapi
‘... dia nangis karena sudah lama nggak bisa ketemu kamu, Kak.’Ucapan Alexa tadi kembali terngiang di telinga Bintang, walau sambungan telepon sudah terputus sejak tadi. Senyuman lebar tak bisa ia tahan. ‘Kurasa aku terlalu percaya pada hubungan kami. Percaya bahwa kami mengerti satu sama lain, tanpa perlu banyak interaksi.’“Ternyata aku salah,” keluhnya menyimpulkan apa yang terjadi. Dengan cepat ia mengirim pesan pada Tiara, sekretarisnya. To Tiara:Besok saya libur satu minggu. Jangan cari saya!Pesan terkirim!Kemudian ia juga mengirim pesan yang sama pada Theo, tetapi terkait Adelia. To Theo:Besok Adelia libur 3 hari. Jangan cari dia!Pesan terkirim!Bintang mematikan ponselnya dan juga Adelia begitu saja dan mulai fokus mengurus sang kekasih. Ia menggulung lengan kemejanya dan mulai menyeka bagian tubuh Adelia yang terlihat. Malam itu ia memutuskan untuk menemani sang kekasih, tidur di ranjang yang sama.‘Ah … sebaiknya aku juga ganti saja itu!’*** Keesokan paginya, Ad
‘Kalau diingat-ingat … aku terakhir lihat Lia dari jendela pintu ruang latihan. 3 minggu lalu, kalau nggak salah.’Bintang menatap lurus tanpa berkedip. Pandangannya kosong, sementara ia menggenggam gelas wine di tangannya. Ia sedang duduk di sofa apartemen sang kekasih. Masih terdiam, pikirannya kembali mengingat hari itu. ‘Setelah itu, aku pergi dinas. Dennis bilang kalau Lia sangat bersemangat siap debut.’“Nggak ada yang salah dengan kami. Kurasa.”Pria yang tengah bingung dengan komentar ibu dan rekan kerjanya itu kembali menghela napas panjang. Ia tak tahu apa yang membuat hubungannya dicap hambar. Sejauh mereka belum menikah, jelas tidak ada yang bisa mereka lakukan selain pergi kencan. Sesekali berciuman atau tidur di kasur yang sama. “Apa aku harusnya menikahi Lia?” Lagi, ia berbicara dengan diri sendiri. “Tapi dia sedang bersiap debut. Bagaimana kalau langsung hamil dan merusak karirnya?”Sudah pukul 11 malam dan Adelia tak juga tiba di rumah. Mungkin penantian Bintang ma
“Dia tidur sambil berendam.”Bintang menggelengkan kepala, heran dengan kelakuan absurd sang kekasih kecilnya. Sekarang ia tidak tahu harus berbuat apa untuk mengangkat tubuh Adelia tanpa melihat. “Lia.” Bintang mencoba membangunkannya. “Adelia!”Dengkuran halus malah menjadi jawaban dari panggilan itu. Membuat Bintang mulai kehabisan akal setelah beberapa kali mencoba membangunkannya. Ia memutuskan untuk mengambil handuk dan menutupi tubuh gadis itu setelah berhasil mengangkatnya dengan menutup mata. Setelah bekerja keras, Bintang pun berhasil membaringkannya di tempat tidur. Namun, sampai di sana, Adelia malah terbangun. “Kenapa kau baru bangun sekarang, hm?” keluh Bintang. “Kau mengerjaiku ya?”Adelia mengerjapkan netranya beberapa kali, kemudian tersadar bahwa ia sudah ada di kasurnya, masih dengan tubuh yang basah. “Astaga! Apa aku ketiduran?”Melihat dari respon Adelia, Bintang tahu kalau gadis itu pasti kelelahan setelah beberapa minggu terus berlatih dan hanya bisa tidur 2