“Bagaimana? Ada kemajuan?” tanya Raffael pada Natasya. Satu minggu sudah berlalu sejak terakhir kali mereka bertemu Alana. Dan pagi tadi, Natasya kembali melakukan interogasi dengan wanita itu. Natasya terlihat kelelahan. Sepertinya otaknya pusing memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dibalik semua ini. “Alana berkata bahwa ia tidak bisa lagi tinggal di rumah pria itu. Karena banyak orang mempertanyakan hubungan mereka. Sepertinya pria itu hanya kasihan saja dengan Alana.” Natasya menjelaskan hasil pertemuan mereka. Dahi Raffael mengerut. Ia jadi bertanya-tanya, apakah Alana sedang bertingkah mencari perhatian atau memang seperti itu kenyataan yang dihadapi.“Lalu?”Natasya melanjutkan, “Ia sudah menanyakan alasan si pria pemilik rumah soal dia yang memberitahunya soal kematian Zach, bahkan memberikan nomornya.”Sang pengacara mengambil napas sejenak, karena sepertinya mereka kembali menemui jalan buntu. “Jawaban pria itu, menurutku hanyalah hal normal,” komentar Natasya. Kemudi
“Kami tidak pernah punya anak dengan nama Zach, Pak.”Pernyataan Samuel—pemilik panti asuhan yang mereka datangi, lagi-lagi membuat kekecewaan semakin besar. “Lalu, apa bapak tahu siapa Kenneth ini?” tanya Reinhart sambil menyerahkan berkas yang mereka temukan di rumah Zach.Pria tua tersebut mengangguk. “Dia anak yang brilian. Diadopsi oleh sepasang suami istri.”Reinhart dan Raffael langsung mendelik. “Apa ada datanya? Suami-istri itu?”Samuel mengangguk. Ia segera meminta satu-satunya staf yang dimiliki untuk mencarikan dokumen tersebut.Sementara menunggu, mereka berbincang-bincang. Tentu saja si pemilik panti bertanya-tanya apa tujuan mereka mencari tahu soal Kenneth dan keluarga barunya itu. “Ah … kami juga cukup bingung menceritakannya. Tapi kami bersumpah, bahwa semua ini bukan untuk tujuan yang buruk, Pak Samuel.”“Aku tidak yakin kalian akan menemukan kejahatan dari Kenneth. Dia anak yang manis.”Raffael dan Reinhart mengangguk saja. Tentu saja, sang pemilik tidak akan tah
“Raffa!” pekik Manda terkejut. “Raffa!”Manda terus memanggil nama suaminya itu, putus asa. Sejak suara dentuman yang kencang tadi, Raffael tak lagi bicara. Sambungan telepon mereka pun tak terputus. Dan kini ia mendengar banyak suara rintihan.Diana yang mendengar teriakan putrinya pun langsung berlari menuju taman belakang rumah mereka. “Manda?! Ada apa?”Wajah Manda sudah pucat pasi. Air mata membasahi pipinya. Ia punya gambaran apa yang terjadi pada suaminya, tapi ia tak sanggup membayangkan. Sekejap, kesadarannya menghilang.“Manda!” pekik Diana panik. Semua teriakan itu membuat Bintang menangis karena terkejut. Suasana begitu kacau. Rowan tidak sedang di rumah dan ia tidak tahu harus bagaimana. Untungnya, Cal yang tengah berada di teras segera datang. Sebenarnya, ia bermaksud menyampaikan kabar soal Raffael pada majikannya, tetapi ia malah terkejut melihat Manda pingsan di pangkuan Diana. “Astaga, Nyonya! Apa yang terjadi?!”“Cal, tolong aku angkat Manda. Aku akan urus Binta
“Hm ….” Black mengamati tulisan yang ada di setiap file musik itu kemudian menyimpulkan, “Sepertinya ini file rekaman. Apa Tuan Raffa suka nyanyi?”Camelia yang tengah bersedih bahkan bisa mendengus geli mendengar pertanyaan Black. Membayangkan Raffael melakukan rekaman benar-benar seperti dunia terbalik. Penasaran dengan isi file itu, Camelia pun segera menekan tombol ‘play’. Ia malah terkejut karena suara Manda terdengar dari sana. “Ah … rekaman percakapan mereka?” tebak Black yang mendapat anggukan Camelia. Camelia langsung menghentikan rekaman itu dan menghela napas panjang. “Nggak ada yang bisa kita temukan dari sini.”Black mengangguk setuju. Ia malah takut jika ada rekaman pribadi yang tak boleh mereka dengarkan. Namun, pikirannya cukup terganggu. ‘Apa mungkin si Bos rekam semua percakapan teleponnya sama si nyonya.’Dengan ragu, Black meminta agar Camelia memainkan file paling atas. Ia penasaran dengan sesuatu. Dan kalau dugaannya benar, mungkin saja Raffael meninggalkan
Sementara Raffael masih berjuang melawan maut, Black bergerak sendiri dengan semua catatan yang ia dapatkan. Setelah Camelia sedikit tenang, ia juga membahas mengenai pemikirannya.“Aku akan meminta yang lain ke sini. Kurasa mereka bisa membantumu juga, Black.” Camelia mengusulkan. “Ide bagus, Nyonya.”Setelah menunggu cukup lama, Damian dan George datang. Tentu saja Chin Han sedang dalam perjalanan dari Surabaya tanpa perlu diberitahu.“Bagaimana kondisi Raffael dan suamimu?” tanya Damian dengan wajah kalut. Ia tak menyangka penyelidikan mereka akan berbuah hal buruk seperti ini. George pun mengutarakan usulannya, seolah tahu kalau Damian juga berpikiran sama. “Kurasa kita harus hentikan mencari pria bernama Zach itu.”Namun, Black menolak. “Tidak, Tuan-tuan. Sepertinya saya sudah bisa menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi.”Semua orang yang mendengarkan mengerutkan dahi. Tak yakin dengan apa yang bisa dilakukan seorang bodyguard yang baru saja bergabung.Black tak peduli. Ia
“Mohon maaf, Nyonya Camelia. Hanya ini cara yang saya bisa pikirkan untuk membuat Nyonya Manda tenang.”Cal bahkan membungkuk, walau mereka tidak saling lihat, karena hanya melalui sambungan telepon.“Tidak apa-apa, Cal. Pikiranku penuh dengan Reinhart. Aku bahkan lupa kalau Manda pasti di sana lebih panik karena nggak bisa ke sini. Akan kukabari lagi kalau ada progres dari Raffa.”Setelah menutup teleponnya, Cal menghela napas panjang. Ia tak ingin berbohong, tetapi majikan perempuannya sampai tidak mau makan atau minum dan hanya termenung saja di tempat tidurnya. ‘Kurasa hal seperti ini nggak pernah terjadi di hidup nyonya Manda. Dia pasti sangat terpukul,’ batin Cal. Namun, mereka tidak tahu, bahwa Manda menyadari kebohongan itu. Bagaimana mungkin Raffael sadar hanya dalam beberapa jam setelah operasi.Dengan tabrakan yang membuat 5 orang langsung tak sadarkan diri itu, mungkin butuh waktu lebih lama untuk bisa pulih. Manda menghargai niat di balik kebohongan putih sang kakak ip
“Keluarga Pak Reinhart?!” seru seorang suster dari pintu ruang operasi. Netra Camelia terbuka lebar mendengar nama suaminya. Ia segera berlari mendapatnya suster itu dan bertanya, “Ada apa, Sus?”“Pasien sudah lewat masa kritis. Tapi, dokter belum memperbolehkan keluar dari ICU. Pak Reinhart meminta saya untuk memanggilkan keluarganya.”Air mata haru pun membasahi wajah Camelia sekali lagi. Ia bergegas mengikuti prosedur untuk memasuki ruangan khusus tersebut dan melangkah semakin dalam menuju ruangan sang suami.Banyak kabel dan selang terhubung dari mesin ke tubuh suaminya, membuat Camelia tak bisa menahan air mata. “Reinhart ….” Camelia berbisik. Ia ingin melihat bola mata sang suami lagi tetapi juga tak ingin mengganggu istirahatnya. Bisikan Camelia ternyata didengar oleh Reinhart. Pria itu langsung membuka mata dan tersenyum.“Kau nangis?” kekeh Reinhart lemah.Camelia menggenggam tangan Reinhart erat dan mendekatkan dengan wajahnya. “Kau tahu aku lemah kalau sampai kau pergi,
“Kurasa ini sudah bukan urusan kita, Raff.” Reinhart memberi masukan. Raffael pun setuju. Kalau sudah seperti ini, sudah masuk ranah pihak berwajib dari negara untuk turun tangan. Black angkat bicara. “Dia pikir kita nggak punya bukti kejahatan dia. Kalau sudah begini, sebaiknya langsung saja. Tangkap Derek. Kejar Zacharius diam-diam.”“Kalau begitu, tolong urus, Black. Aku mau telpon istriku dulu.” Raffael tersenyum lebar, menyerahkan semua pada kakak iparnya. Reinhart tergelak melihat wajah tak setuju Black. “Sana telpon Manda! Dia pasti panik.”Regan segera memindahkan Reinhart kembali ke ruangannya dan membiarkan sang majikan menikmati waktu pribadinya. Sepeninggalan mereka, Raffael mencoba menghubungi Manda. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum menekan tombol hijau, lalu terkekeh sendiri terhadap apa yang ia rasakan saat ini. Canggung dan penuh antisipasi. Seperti mereka yang pertama kali berpacaran. ’Kurasa aku memang sudah gila.’ Nada sambung kedua setelah ia menyentuh to
Hai! Romero Un menyapa!Novel ini akhirnya tamat ya ^_^Terima kasih buat para pembaca yang mendukung novel ini sampai selesai. Terima kasih juga untuk pembaca yang sudah memberikan komentar dan hadiah. Sampai ketemu di novel selanjutnya ya!Sayonara!
“Bos, sudah keluar hasilnya.”Bintang mengangguk. Ia segera mengecek hasilnya dan menemukan komposisi larutan yang tertulis dapat menyebabkan kerusakan pada pita suara. Ia pun langsung memberitahu Dennis. “Segera suruh Luna menemui dokter Gilian. Kuharap belum terlambat memperbaiki pita suaranya.”“Black, tangkap Kanya dan 2 temannya. Bawa mereka ke kapten. Aku sudah malas mengurusi mereka.”“Baik, Bos!”Sepeninggalan Black, Bintang langsung menyandarkan kepala, sambil memijat-mijat dahinya yang mulai pusing. Dengan posisi tak berubah, ia mencoba meraih gagang telepon dan menghubungi Tiara. “Auntie, tolong ke ruanganku.”2 menit setelahnya, Tiara sudah duduk di hadapannya. “Ada apa, Pak Bintang?”“Aku mau keluarkan berita dan juga peraturan baru.”Sang sekretaris senior itu mengangguk.‘Apa ini masalah artis Luna itu? Kurasa memang sudah keterlaluan sekali Kanya itu.’ Tiara membatin, sementara tangannya membuka laptop di pangkuan.Dalam berita internal itu, Bintang menjelaskan perka
“Oh! Lex, aku cari kamu. Ayo, ikut!”Bintang mengambil kesempatan untuk lepas dari Kanya. Ia segera pamit, menggeret adik perempuannya bersama. “Kau dikerjai si Kanya?” tanya Alexa setelah mereka cukup jauh dari target pembicaraan.Bintang menggeleng. “Sepertinya dia nggak suka dengan Lia dan membuat skandal untuk menghancurkan karir Lia sebelum debut.”Alexa mengerutkan dahi. “Kukira sasaran Kanya si Luna. Dia sering banget dipanggil Kanya sebelum latihan mulai. Dan pagi ini Luna kena marah karena suaranya tiba-tiba hilang.”Kali ini dahi Bintang yang berkerut tak mengerti. “Kenapa kau diam saja? Kanya sepertinya bukan perempuan yang baik, Lex. Hati-hati.”Alexa mendengus geli. “Siapa yang berani denganku?!”“Jadi, ini yang kemarin kakak tanyain ke aku? Skandal itu disengaja oleh Kanya?” Alexa kembali bertanya. Kepala Bintang bergerak naik-turun. “Kebetulan aku melihatnya.”Mereka terdiam sesaat, sebelum akhirnya Bintang memutuskan untuk pergi menemui Dennis. “Kau juga hati-hati. A
“Aku nggak peduli.” Bintang membalas pertanyaan Adelia dengan pernyataan keras kepala. “Kita bisa menyembunyikan pernikahan ini, untuk sementara.”“Buat apa?” tanya Adelia tak mengerti. “Kalau aku menikah, aku ingin bisa menceritakannya pada semua orang.”Mendengar itu Bintang tak bisa berkelit. Ia tak menyangkal. Mungkin dirinya yang paling sulit untuk menyembunyikan hubungan mereka. Bahkan sejak awal, dirinya lah yang tak bisa menahan diri untuk mengumbar kedekatannya dengan Adelia. “Tapi kalau tunangan, kurasa aman. Gimana?” usul Adelia yang merasa bersalah setelah pertanyaannya tadi. Bagaimanapun, saat ini, seorang CEO besar melamarnya. Dia, yang hanyalah seorang gadis biasa.Namun, Bintang menolak usulannya. “Aku ingin menikahimu karena aku mau semalam-malamnya kamu pulang, aku ada di rumah.”Wajah Adelia bersemu merah. Sebuah senyum tak sadar terbentuk di sana. “Hanya karena alasan itu?” gumamnya tak percaya.“Itu bukan ‘hanya’, My dear.” Bintang memeluk tubuh sang kekasih er
“Bos, Regan mengitrogasiku. Sepertinya Bos Raffael mencari Anda.”Black melapor pada Bintang, tepat di saat ia yakin kalau Adelia sudah masuk ke kamar mandi hotel. Ini adalah hari kedua Bintang dan Adelia berada di hotel. Seharian kemarin mereka menikmati renang dan layanan spa dari hotel itu. Dan pagi ini, seperti yang sudah ia perkirakan akan terjadi. Foto dirinya melangkah keluar dari apartemen para artis RAFTEN sambil merangkul seorang perempuan tak dikenal, menghiasi halaman depan media berita artis ibukota.Tentu saja, Raffael dan Manda akan marah besar, mengira bahwa putranya berselingkuh di belakang Adelia. “Mereka pikir Anda membalas dendam atas skandal Nona Adelia.”“Ah ….” Bintang terkekeh geli dengan tebakan orang tuanya. “Aku mematikan ponselku. Kau saja yang beritahu mereka kalau foto itu adalah fotoku dengan Lia.”Black mengangguk. “Baik, Bos.”“Tapi, jangan kasih tahu kami di hotel ini,” tambah Bintang, mengingatkan. “Aku dan Lia sedang liburan.”“Siap, Bos!”Sege
Ha! Ha! Ha! “Pertanyaan dari mana itu?” Bintang tergelak mendengar kenyataan bahwa Adelia tak merasakan cintanya.CEO RAFTEN bahkan tak bisa menyalahkan siapapun kecuali dirinya, karena sudah membuat Adelia bertanya demikian. Cinta yang ia berikan sepertinya tidak nyata. Seperti apa kata sang ibunda. Hambar.“Kau nggak tahu saja, tiap malam aku datang ke sini. Tapi kau nggak pernah ada.”Netra Adelia membulat kaget. “Bohong! Aku nggak pernah ketemu kamu! Nggak pernah ada tanda-tanda kamu mengunjungi apartemenku.”Bintang mengecup bibir sang kekasih, singkat. Kemudian berkata, “Aku malas kalau harus mengakui perbuatanku. Jadi, terserah kamu percaya atau nggak. Aku nggak masalah, Lia.”Melihat Bintang tidak bersikeras membuktikan ucapannya, Adelia memutuskan untuk percaya. “Terus, kenapa kau ke apartemenku nggak bilang-bilang?” tanyanya heran. Bibir Bintang bergerak ke kanan lalu ke kiri, menimbang apa juga yang membuatnya datang ke apartemen Adelia.“Awalnya mau kasih kejutan. Tapi
‘... dia nangis karena sudah lama nggak bisa ketemu kamu, Kak.’Ucapan Alexa tadi kembali terngiang di telinga Bintang, walau sambungan telepon sudah terputus sejak tadi. Senyuman lebar tak bisa ia tahan. ‘Kurasa aku terlalu percaya pada hubungan kami. Percaya bahwa kami mengerti satu sama lain, tanpa perlu banyak interaksi.’“Ternyata aku salah,” keluhnya menyimpulkan apa yang terjadi. Dengan cepat ia mengirim pesan pada Tiara, sekretarisnya. To Tiara:Besok saya libur satu minggu. Jangan cari saya!Pesan terkirim!Kemudian ia juga mengirim pesan yang sama pada Theo, tetapi terkait Adelia. To Theo:Besok Adelia libur 3 hari. Jangan cari dia!Pesan terkirim!Bintang mematikan ponselnya dan juga Adelia begitu saja dan mulai fokus mengurus sang kekasih. Ia menggulung lengan kemejanya dan mulai menyeka bagian tubuh Adelia yang terlihat. Malam itu ia memutuskan untuk menemani sang kekasih, tidur di ranjang yang sama.‘Ah … sebaiknya aku juga ganti saja itu!’*** Keesokan paginya, Ad
‘Kalau diingat-ingat … aku terakhir lihat Lia dari jendela pintu ruang latihan. 3 minggu lalu, kalau nggak salah.’Bintang menatap lurus tanpa berkedip. Pandangannya kosong, sementara ia menggenggam gelas wine di tangannya. Ia sedang duduk di sofa apartemen sang kekasih. Masih terdiam, pikirannya kembali mengingat hari itu. ‘Setelah itu, aku pergi dinas. Dennis bilang kalau Lia sangat bersemangat siap debut.’“Nggak ada yang salah dengan kami. Kurasa.”Pria yang tengah bingung dengan komentar ibu dan rekan kerjanya itu kembali menghela napas panjang. Ia tak tahu apa yang membuat hubungannya dicap hambar. Sejauh mereka belum menikah, jelas tidak ada yang bisa mereka lakukan selain pergi kencan. Sesekali berciuman atau tidur di kasur yang sama. “Apa aku harusnya menikahi Lia?” Lagi, ia berbicara dengan diri sendiri. “Tapi dia sedang bersiap debut. Bagaimana kalau langsung hamil dan merusak karirnya?”Sudah pukul 11 malam dan Adelia tak juga tiba di rumah. Mungkin penantian Bintang ma
“Dia tidur sambil berendam.”Bintang menggelengkan kepala, heran dengan kelakuan absurd sang kekasih kecilnya. Sekarang ia tidak tahu harus berbuat apa untuk mengangkat tubuh Adelia tanpa melihat. “Lia.” Bintang mencoba membangunkannya. “Adelia!”Dengkuran halus malah menjadi jawaban dari panggilan itu. Membuat Bintang mulai kehabisan akal setelah beberapa kali mencoba membangunkannya. Ia memutuskan untuk mengambil handuk dan menutupi tubuh gadis itu setelah berhasil mengangkatnya dengan menutup mata. Setelah bekerja keras, Bintang pun berhasil membaringkannya di tempat tidur. Namun, sampai di sana, Adelia malah terbangun. “Kenapa kau baru bangun sekarang, hm?” keluh Bintang. “Kau mengerjaiku ya?”Adelia mengerjapkan netranya beberapa kali, kemudian tersadar bahwa ia sudah ada di kasurnya, masih dengan tubuh yang basah. “Astaga! Apa aku ketiduran?”Melihat dari respon Adelia, Bintang tahu kalau gadis itu pasti kelelahan setelah beberapa minggu terus berlatih dan hanya bisa tidur 2