‘Senang?!’ pekik Manda dalam hati. ‘Senang kepala kau peyang! Kau doang yang senang bapak tua kelebihan hormon!’
Namun, ia juga tidak punya pilihan lain selain menuruti apa yang dikatakan oleh Raffael.
Sekejap, mereka tiba di depan lobi sebuah hotel. Hotel yang ia datangi kali ini 5 kali lebih mahal dari hotel kemarin.
“Turun.” Raffael memberi perintah.
Menurut, Manda segera melangkahkan kaki keluar dari mobil dan mengekor di belakang Raffael. Ia terus saja meremas tangannya yang terkepal, tidak tahu apa yang akan terjadi padanya setelah ini.
Malam itu, ia mabuk saat bercinta dengan Raffael. Namun sekarang, ia sedang dalam kondisi sadar. Ia tidak tahu apakah ia akan serela itu disentuh oleh pria yang baru 2 kali ditemuinya.
Tak menyadari ke mana langkah membawanya, ia terkejut saat Raffael berhenti di depan sebuah restoran.
“Selamat datang, Pak Raffael. Ruangan seperti biasa?” tanya staf restoran sambil melirik melewati bahu Raffael.
Pria itu bergumam singkat. Kemudian staf restoran berbalik dan memimpin jalan menuju ‘ruangan seperti biasa’ itu.
Pikiran Manda penuh dengan berbagai pertanyaan tanpa jawaban. ‘Apa dia melakukan itu juga di restoran? Apa ada restoran seperti itu di sini? Atau karena dia adalah seorang Indradjaya makanya bisa melakukan itu di sini?’
Namun, karena semua pertanyaan itu, ingatan Manda jadi terpusat pada adegan dewasa yang sudah ia lakukan bersama Raffael. Membuat wajahnya memanas.
“Manda. Duduk!” perintah Raffael yang keheranan karena Manda masih saja berdiri di sampingnya. Padahal mereka sudah berada di dalam ruangan tertutup.
“Ah! I–iya, Pak.”
Melihat wajah Manda yang panik tetapi juga memerah, Raffael bisa menebak apa isi kepalanya. Ia ingin menjahilinya lagi, tapi memilih untuk menahan diri. Setidaknya untuk saat ini.
“Kau mau pesan makan apa?” tanya Raffael sambil menyodorkan buku menu pada Manda.
“Ma–makan?” tanyanya gugup. Detik berikutnya ia tersadar kalau saat ini mereka mungkin akan makan terlebih dahulu. “Ah! I–iya! Pesan. Pe–pesan apa saja, Pak. Saya belum pernah.”
Raffael mengangguk. Ia segera memesan menu yang asing di telinga Manda.
Namun, ketika ia mencoba semua menu itu, Manda tidak menyesal sudah ikut makan dengan Raffael.
“Enak?” tanya Raffael yang melihat piring Manda bersih seperti tak terjamah.
Manda mengangguk. “Banget. Saya baru tahu ada makanan seperti itu. Enak.”
Raffael menganggukkan kepalanya, kemudian meletakkan selembar kertas putih panjang berisi nota pembayaran dari restoran. “Buat nambahin utang kamu.”
“Ha?! Mahal banget! Tau gitu saya pesan air putih aja!” keluh Manda dengan wajah pucat.
Raffael hampir saja tergelak melihat wajah suram gadis yang masuk perangkapnya. “Keluarin lagi aja kalau bisa. Kalau keluar utuh, saya minta mereka batalin tagihannya.”
“Mana bisa!” sentak Manda tak sengaja. Ia kemudian menunduk dan berkata, “Bapak bayarin dulu, please!”
Raffael mendengus, menahan tawa. Sekarang, menjahili Manda sudah masuk dalam daftar hobi barunya.
“Matre!” tukas Raffael sambil berdiri dan keluar dari ruangan. Tentu saja ia sudah membayar semuanya.
‘Ugh! Dasar rentenir gila!’ pekik Manda dalam hati
Tengah bertanya-tanya ke mana mereka setelah ini, Manda malah mendapati dirinya berada di lobi, menunggu mobil menjemput mereka.
“Pa–pak saya pulang sendiri—”
“Tugas kamu belum selesai,” potong Raffael. “Masuk mobil!”
Tak punya pilihan, Manda pun menurut. Batinnya, ‘Apa mau pindah hotel? Apa mau dibawa ke rumah dia? Apartemen dia? Mati aku! Apa aku buka pintu terus gelinding ke jalan aja?’
Frustasi dibuatnya, Manda hanya bisa menarik-narik rambutnya sendiri.
“Rumah kamu. Kasih tahu ke Tara.” Tiba-tiba Raffael memberi perintah.
Manda memiringkan kepalanya sambil bertanya, “Tara?”
Raffael mengedikkan kepala ke arah sang supir. “Tara. Ingat-ingat!”
Mulut Manda membulat. ‘Kukira sejenis gugel asisten.’
Kemudian ia memberitahu alamatnya seperti orang yang kena sihir. Menurut begitu saja.
Manda kira hidupnya hari itu sudah aman, karena sepanjang perjalanan Raffael tidak mengusiknya.
Namun, ketika mereka sudah tiba di depan rumah Manda, Raffael menahan tangannya. “KTP kamu. Sini!”
“Ha?! KTP?! Buat apa, Pak?” protes Manda kesal.
“Gimana kalau besok kamu resign dan kabur nggak bayar utang?”
Mendengar alasan konyol itu, Manda segera mencari fotokopi KTP miliknya dan langsung menyerahkan pada Raffael. “Saya pasti bayar. Potong gaji saya gak apa-apa, Pak.”
Raffael mendengus geli. “Gaji cuma 12 juta mau dipotong sebelah mana, Nona? Utangmu sisa 800 juta.”
Mendengar jumlah yang semakin bertambah, Manda jelas tidak terima. “Kok jadi 800 juta, Pak?!”
“Kan ada bunganya. Utang kamu 500 juta, saya cuma kasih bunga 300 juta loh. Kecil itu,” ujar Raffael sambil mengembalikan fotokopi KTP milik Manda.
Pria itu melanjutkan, “Saya mau KTP asli kamu. Atau saya turun dan menjelaskan tuntutan saya pada orang tua kamu?”
Geram, Manda mengeluarkan KTP aslinya dan melempar benda itu sebelum keluar dari mobil sambil mengumpat dalam hati, ‘Presdir sialan!’
Hai! Romero Un menyapa!Novel ini akhirnya tamat ya ^_^Terima kasih buat para pembaca yang mendukung novel ini sampai selesai. Terima kasih juga untuk pembaca yang sudah memberikan komentar dan hadiah. Sampai ketemu di novel selanjutnya ya!Sayonara!
“Bos, sudah keluar hasilnya.”Bintang mengangguk. Ia segera mengecek hasilnya dan menemukan komposisi larutan yang tertulis dapat menyebabkan kerusakan pada pita suara. Ia pun langsung memberitahu Dennis. “Segera suruh Luna menemui dokter Gilian. Kuharap belum terlambat memperbaiki pita suaranya.”“Black, tangkap Kanya dan 2 temannya. Bawa mereka ke kapten. Aku sudah malas mengurusi mereka.”“Baik, Bos!”Sepeninggalan Black, Bintang langsung menyandarkan kepala, sambil memijat-mijat dahinya yang mulai pusing. Dengan posisi tak berubah, ia mencoba meraih gagang telepon dan menghubungi Tiara. “Auntie, tolong ke ruanganku.”2 menit setelahnya, Tiara sudah duduk di hadapannya. “Ada apa, Pak Bintang?”“Aku mau keluarkan berita dan juga peraturan baru.”Sang sekretaris senior itu mengangguk.‘Apa ini masalah artis Luna itu? Kurasa memang sudah keterlaluan sekali Kanya itu.’ Tiara membatin, sementara tangannya membuka laptop di pangkuan.Dalam berita internal itu, Bintang menjelaskan perka
“Oh! Lex, aku cari kamu. Ayo, ikut!”Bintang mengambil kesempatan untuk lepas dari Kanya. Ia segera pamit, menggeret adik perempuannya bersama. “Kau dikerjai si Kanya?” tanya Alexa setelah mereka cukup jauh dari target pembicaraan.Bintang menggeleng. “Sepertinya dia nggak suka dengan Lia dan membuat skandal untuk menghancurkan karir Lia sebelum debut.”Alexa mengerutkan dahi. “Kukira sasaran Kanya si Luna. Dia sering banget dipanggil Kanya sebelum latihan mulai. Dan pagi ini Luna kena marah karena suaranya tiba-tiba hilang.”Kali ini dahi Bintang yang berkerut tak mengerti. “Kenapa kau diam saja? Kanya sepertinya bukan perempuan yang baik, Lex. Hati-hati.”Alexa mendengus geli. “Siapa yang berani denganku?!”“Jadi, ini yang kemarin kakak tanyain ke aku? Skandal itu disengaja oleh Kanya?” Alexa kembali bertanya. Kepala Bintang bergerak naik-turun. “Kebetulan aku melihatnya.”Mereka terdiam sesaat, sebelum akhirnya Bintang memutuskan untuk pergi menemui Dennis. “Kau juga hati-hati. A
“Aku nggak peduli.” Bintang membalas pertanyaan Adelia dengan pernyataan keras kepala. “Kita bisa menyembunyikan pernikahan ini, untuk sementara.”“Buat apa?” tanya Adelia tak mengerti. “Kalau aku menikah, aku ingin bisa menceritakannya pada semua orang.”Mendengar itu Bintang tak bisa berkelit. Ia tak menyangkal. Mungkin dirinya yang paling sulit untuk menyembunyikan hubungan mereka. Bahkan sejak awal, dirinya lah yang tak bisa menahan diri untuk mengumbar kedekatannya dengan Adelia. “Tapi kalau tunangan, kurasa aman. Gimana?” usul Adelia yang merasa bersalah setelah pertanyaannya tadi. Bagaimanapun, saat ini, seorang CEO besar melamarnya. Dia, yang hanyalah seorang gadis biasa.Namun, Bintang menolak usulannya. “Aku ingin menikahimu karena aku mau semalam-malamnya kamu pulang, aku ada di rumah.”Wajah Adelia bersemu merah. Sebuah senyum tak sadar terbentuk di sana. “Hanya karena alasan itu?” gumamnya tak percaya.“Itu bukan ‘hanya’, My dear.” Bintang memeluk tubuh sang kekasih er
“Bos, Regan mengitrogasiku. Sepertinya Bos Raffael mencari Anda.”Black melapor pada Bintang, tepat di saat ia yakin kalau Adelia sudah masuk ke kamar mandi hotel. Ini adalah hari kedua Bintang dan Adelia berada di hotel. Seharian kemarin mereka menikmati renang dan layanan spa dari hotel itu. Dan pagi ini, seperti yang sudah ia perkirakan akan terjadi. Foto dirinya melangkah keluar dari apartemen para artis RAFTEN sambil merangkul seorang perempuan tak dikenal, menghiasi halaman depan media berita artis ibukota.Tentu saja, Raffael dan Manda akan marah besar, mengira bahwa putranya berselingkuh di belakang Adelia. “Mereka pikir Anda membalas dendam atas skandal Nona Adelia.”“Ah ….” Bintang terkekeh geli dengan tebakan orang tuanya. “Aku mematikan ponselku. Kau saja yang beritahu mereka kalau foto itu adalah fotoku dengan Lia.”Black mengangguk. “Baik, Bos.”“Tapi, jangan kasih tahu kami di hotel ini,” tambah Bintang, mengingatkan. “Aku dan Lia sedang liburan.”“Siap, Bos!”Sege
Ha! Ha! Ha! “Pertanyaan dari mana itu?” Bintang tergelak mendengar kenyataan bahwa Adelia tak merasakan cintanya.CEO RAFTEN bahkan tak bisa menyalahkan siapapun kecuali dirinya, karena sudah membuat Adelia bertanya demikian. Cinta yang ia berikan sepertinya tidak nyata. Seperti apa kata sang ibunda. Hambar.“Kau nggak tahu saja, tiap malam aku datang ke sini. Tapi kau nggak pernah ada.”Netra Adelia membulat kaget. “Bohong! Aku nggak pernah ketemu kamu! Nggak pernah ada tanda-tanda kamu mengunjungi apartemenku.”Bintang mengecup bibir sang kekasih, singkat. Kemudian berkata, “Aku malas kalau harus mengakui perbuatanku. Jadi, terserah kamu percaya atau nggak. Aku nggak masalah, Lia.”Melihat Bintang tidak bersikeras membuktikan ucapannya, Adelia memutuskan untuk percaya. “Terus, kenapa kau ke apartemenku nggak bilang-bilang?” tanyanya heran. Bibir Bintang bergerak ke kanan lalu ke kiri, menimbang apa juga yang membuatnya datang ke apartemen Adelia.“Awalnya mau kasih kejutan. Tapi