“Siapa yang menghubungiku sepagi ini?”
Sashi menutup kepala dengan bantal. Udara pagi itu sangat dingin, tapi ponselnya terus berdering tiada henti, membuat Sashi menggerutu karena malas bangun.
Ponsel yang ada di nakas masih belum berhenti berdering, membuat Sashi akhirnya meraih benda pipih itu dan melihat siapa yang menghubungi.
“Mommy!” Sashi panik karena yang menghubungi adalah orang tuanya.
“Halo, Mommy.” Sashi menjawab dengan masih berbaring tengkurap.
“Sashi, apa yang kamu lakukan?” Suara sang mommy terdengar panik dari seberang panggilan.
“Aku bangun tidur, Mom. Memangnya sedang apa?” Sashi keheranan dengan pertanyaan sang mommy.
Dia melihat ke layar ponsel dan melihat waktu baru menunjukkan pukul lima pagi.
“Mom, kenapa tidak tidur? Di sana masih tengah malam, kan?” tanya Sashi kemudian dengan kelopak mata yang kembali menutup.
“Sashi, kamu tidur dengan pria?”
Pertanyaan sang mommy membuat Sashi langsung membuka kelopak mata lebar.
“Pria apanya? Mommy jangan mengada-ada!” Sashi terkejut karena ibunya menanyakan hal aneh.
“Jangan bohongi mommy. Jangan sampai kamu seperti daddymu.”
Sashi panik mendengar ucapan sang mommy, belum lagi suara wanita yang membesarkannya itu terdengar panik dan cemas.
“Bin, kenapa jadi bahas aku?”
Sashi mendengar suara sang ayah yang memprotes ucapan sang ibu.
“Antisipasi.”
Sashi kembali mendengar suara sang mommy yang tampaknya akan berdebat dengan sang daddy.
“Mom, aku tidur sendiri. Nyalakan videonya, lihat sendiri kamarku tidak ada pria.”
Sashi menyalakan panggilan video agar sang mommy melihat sendiri jika tuduhan wanita itu salah. Dia bahkan memutar ponsel ke seluruh kamar, agar sang mommy percaya jika dia memang tidur sendiri.
Namun, Sashi lupa akan sesuatu. Jas Nanda tertinggal di sandaran sofa. Membuat sang mommy kembali berteriak.
“Itu jas siapa? Tidak mungkin kamu pakai jas.”
Sashi panik bukan main mendengar sang mommy berteriak.
“Aku bisa jelaskan, Mom.”
“Pulang Sashi. Mommy ingin kamu pulang sekarang dan jelaskan semuanya.”
Sashi bingung kenapa sang mommy menuduhnya yang bukan-bukan. Dia akhirnya mengikuti ucapan sang Mommy, daripada membuat wanita itu kambuh penyakitnya karena memikirkan dia.
**
Sashi baru saja sampai di rumah setelah penerbangan cukup panjang. Dia sangat terkejut ketika sang mommy langsung memukul lengannya.
“Mom, sakit!” rengek Sashi sambil mengusap lengannya.
“Sakit? Sakit mana dengan mommy yang harus melihat berita miring tentangmu!” Bintang—ibu Sashi masih tidak bisa mengontrol emosinya. Dia hanya mencemaskan putrinya itu.
“Sayang, tenang.” Langit mencoba menenangkan sang istri.
“Apanya yang tenang? Jangan sampai Sashi kayak kamu!” Bintang mengamuk suaminya.
Sashi menggelembungkan pipi mendengar sang mommy mengamuk. Dia lantas melirik Aruna, sang adik yang diam melihat amukan sang mommy.
“Tarik napas, embuskan. Ingat, Mom. Mommy ga boleh stres, ga boleh tertekan. Jadi kontrol emosi.” Sashi malah menanggapi amukan sang mommy santai.
“Sashi! Kamu ini benar-benar ….” Bintang benar-benar dibuat ketar-ketir karena skandal yang terjadi.
Langit meminta Sashi duduk, begitu pula dengan Bintang. Namun, sebelum Sashi duduk bersama kedua orang tuanya, sang adik membisikkan sesuatu ke wanita itu.
“Kak, kuharap berita itu benar jika Kakak memang menjalin hubungan dengan pria itu. Jangan kecewakan aku.”
Sashi bergeming mendengar ucapan Aruna. Dia menoleh dan menatap sang adik yang tersenyum penuh harap.
Langit menjelaskan semua yang terjadi, termasuk berita miring di mana Sashi diberitakan menjalin hubungan dengan presdir muda dari sebuah perusahaan ternama, bahkan sudah tidur bersama.
“Bagaimana kamu menjelaskan ini, Sashi?” tanya Bintang menuntut jawaban dari putrinya.
Sashi menoleh ke Aruna, hingga kemudian menjawab, “Ya, kami memang menjalin hubungan. Tapi untuk tidur bersama itu berlebihan, Mom. Aku dan dia tidak sampai seperti itu.”
Bintang langsung memegangi kepala karena pusing. Selama ini hanya tahu jika Sashi fokus belajar karena ingin menjadi dokter spesialis, tapi malah ketahuan berhubungan dengan pria sampai ada pemberitaan miring.
“Jadi benar kalian tinggal sekamar tapi kamu masih mengelak?” tanya Bintang menuntut penjelasan.
“Tapi kami tidak melakukan apa-apa, Mom. Aku berani cek kalau selaput daraku masih utuh,” jawab Sashi meyakinkan.
Bintang makin syok, sedangkan Langit menatap sang putri yang bicara begitu meyakinkan.
“Berita ini tidak boleh dibiarkan terus berlanjut. Jika memang kamu mencintai pria itu, minta dia datang ke sini untuk melamarmu untuk menghindari hal-hal buruk lainnya. Paham?” Langit memberikan keputusan yang tentunya membuat Sashi panik.
“Bagaimana caraku mencari pria itu? Mati aku.” Sashi menggerutu dalam hati, kebohongannya membuatnya terjerat dalam masalah yang lebih dalam.
**
Setelah penerbangan hampir 17 jam. Nanda akhirnya sampai di Indonesia. Sama halnya dengan Sashi, Nanda tiba-tiba dihubungi keluarganya dan diminta pulang lebih awal, padahal dia seharusnya transit ke Singapore karena ada pekerjaan di sana. Semua harus dibatalkan karena orang tuanya mendesak Nanda menjelaskan sesuatu yang bahkan Nanda sendiri tidak tahu apa itu.
Saat mobil yang membawa Nanda sampai di halaman rumah orang tuanya. Pria itu turun dan berjalan menuju rumah. Dia menghentikan langkah saat melihat seorang gadis menatapnya kesal.
“Apa itu benar?” Gadis yang tak lain adalah adik Nanda langsung melontarkan pertanyaan ke pria itu.
“Apa yang benar?” tanya balik Nanda.
“Kamu dan wanita itu? Kalian tidur bersama? Karena itu Kak Nanda tidak menerimaku?” tanya Clara dengan bola mata berkaca.
Nanda terkejut mendengar pertanyaan Clara tapi berusaha tenang. Dia kemudian menggembuskan napas kasar.
“Apa yang tidak menerimamu? Kamu adikku dan aku menerimamu sebagai adik.” Nanda mengusap kepala Clara, lantas memilih masuk untuk menemui kedua orang tuanya.
Clara bergeming mendengar ucapan Nanda, kedua telapak tangannya mengepal erat.
Saat baru saja masuk, kedua orang tua Nanda sudah menunggu di ruang keluarga. Keduanya langsung meminta pria itu duduk.
“Ada apa sebenarnya, Ma, Pa? Kalian tahu aku harus mengurus bisnis di Singapore, kenapa mendesakku pulang?” tanya Nanda keheranan.
Saat mengatakan itu, Nanda melihat Clara yang sudah bergabung dengan mereka tapi hanya berdiri di belakang sofa.
“Kamu benar-benar tidak tahu yang terjadi?” tanya Rihana—ibu angkat Nanda.
Nanda menggelengkan kepala karena tidak paham.
Rihana memberikan tablet miliknya, lantas menunjukkan berita skandal yang menghebohkan jagat maya dunia perbisnisan.
“Kamu mau menjelaskan ke kami tentang berita itu?” tanya Rihana menatap sang putra sedikit kecewa.
Nanda adalah anak angkat Rihana, tapi bagi Rihana dan suaminya, Nanda tetaplah anak kandung.
“Kamu menolak menikah dan perjodohan yang kami rencanakan, apa karena wanita itu?” tanya Rihana yang mencoba bersikap tenang meski rasanya ingin meledak mengetahui putranya tersandung skandal tidur dengan wanita asing.
Nanda membaca artikel yang tertera. Dia diam sejenak, hingga mengembuskan napas kasar.
“Kami hanya tidak mau kamu terjerumus ke hal yang tidak benar. Kamu pasti paham maksud papa, kan?” Melvin kini angkat bicara.
Nanda memandang kedua orang tuanya bergantian, lantas menoleh sekilas ke Clara yang menunggu jawaban darinya.
“Hm … dia wanita yang aku suka. Bahkan kami sudah berencana menikah. Wajar jika kami sekamar, sedangkan kami sudah saling meyakini untuk bersama.”
Ucapan Nanda membuat Rihana begitu syok. Dia tahu betul bagaimana putranya itu, hanya tidak menyangka kalau Nanda sudah melampaui batas sebuah hubungan.
Clara menatap tidak percaya mendengar ucapan Nanda. Dia tahu jika pria itu selama ini tidak pernah dekat wanita mana pun, lalu bagaimana bisa tiba-tiba ingin menikah.
“Jika kamu mencintai dan ingin menikahinya. Hubungi keluarganya, katakan kami akan melamar wanita itu untukmu. Kami juga tidak bisa membiarkan skandal buruk tentangmu terus tersebar, harus ada klarifikasi.”
Nanda hanya mengangguk mendengar ucapan sang papa. Dia menggunakan Sashi sebagai alasan untuk menyelamatkan masalahnya. Masalah yang sangat rumit untuk diselesaikan sendiri.
“Dia tampan sekali. Pipinya juga menggemaskan.” Rihana langsung menggendong cucu keduanya itu. Rihana, Bintang, dan para suami datang ke sana setelah satu minggu Sashi melahirkan. Mereka begitu bahagia mengetahui Sashi melahirkan dengan lancar. “Aku mau menggendongnya,” kata Bintang mengambil Archie dari gendongan Rihana. Sashi dan Nanda menatap para orang tua yang sangat bahagia. Mereka begitu bahagia melihat semuanya berkumpul di sana. “Siapa namanya?” tanya Bintang sambil menimang bayi Archie. “Archie Abimand Mahendra. Nanda ingin nama keluarga tersemat di namanya,” jawab Sashi. “Nama yang bagus,” puji Rihana sambil mengelus pipi Archie menggunakan telunjuk, membuat bayi mungil itu menggeliat geli. Bintang menatap cucu pertamanya itu. Melihat Archie yang sangat menggemaskan, membuat Bintang malah sedih. “Apa kamu akan balik ke Indonesia?” tanya Bintang sambil menatap Sashi. Semua orang pun terkejut hingga menatap Bintang, kemudian ke Sashi secara bergantian. Sashi bingung
Sashi baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tiba-tiba merasakan perutnya sakit, membuat Sashi langsung berpegangan pada kusen pintu. “Agh, kenapa sakit?” Sashi memegangi perutnya yang besar. Kehamilan Sashi baru memasuki usia sembilan bulan. Dia menjalani hari dalam masa kehamilan dengan baik meski Nanda tak selalu ada di sampingnya. Pagi itu dia baru saja mencuci wajah, tapi perutnya tiba-tiba terasa mulas bahkan panas juga pinggangnya pegal. “Apa kamu mau keluar sekarang?” Sashi menahan sakit sambil mengusap perutnya. Sashi mengalami kontraksi, membuatnya tak sanggup berjalan hingga memilih langsung duduk di ranjang. Dia berulang kali mengatur napas karena kontraksi yang terjadi. “Anda sudah bangun?” Suara perawat pribadi yang selama beberapa bulan ini merawat dan menjaga Sashi masuk kamar. Dia terkejut karena melihat Sashi kesakitan. “Anda baik-baik saja?” tanya wanita itu langsung berlari menghampiri Sashi. “Sepertinya bayinya mau lahir,” jawab Sashi sambil menahan sakit
“Kenapa kamu ke sini lagi?” Bumi melotot ke Winnie yang kembali datang ke kafenya. Dia sepertinya sedikit tak senang dengan Winnie yang sangat cerewet. “Apa? Aku mau jajan, kenapa kamu galak sekali? Ingat, Om. Tidak boleh galak-galak, nanti cepat tua,” balas Winnie tak takut sama sekali meski Bumi memasang wajah garang. “Kalau mau beli makanan atau minuman di sini, take away jangan makan di sini,” ucap Bumi karena sebelumnya Winnie begitu cerewet bertanya soal seseorang yang menemuinya waktu itu. Padahal jika dipikir, Winnie tak ada hubungan dengan Bumi, tapi kenapa gadis itu bertanya seolah sedang menginterogasi. Selama beberapa bulan ini, Winnie memang sering datang ke kafe Bumi meski tidak tiap hari. Bukannya senang mendapat pelanggan tetap, Bumi malah kesal karena sikap Winnie cerewet dan penasaran dengan apa pun yang dilihat di kafe itu.Baru saja Winnie ingin membalas ucapan Bumi. Tiba-tiba beberapa anak berseragam masuk ke kafe dan langsung menatap Winnie. “Eh, kamu di sin
“Kamu benar-benar tidak apa-apa jika aku balik ke indo?” tanya Nanda sambil membelai rambut Sashi dengan lembut. Nanda sudah beberapa hari di sana. Dia harus kembali ke Indonesia untuk mengurus pekerjaan, tapi Nanda juga masih berat jika harus meninggalkan Sashi. “Iya, tidak apa-apa. Lagian aku juga baik-baik saja, bahkan tidak mengalami morning sickness. Jadi kamu jangan cemas,” jawab Sashi. Sebenarnya bukan masalah takut Sashi sakit atau mengalami kendala saat menjaga kesehatan. Dia hanya tak bisa jauh dari istrinya yang sedang hamil, Nanda seperti perlu terus berada di sisi istrinya itu. Saat keduanya masih berbincang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Nanda pun memilih membuka pintu, hingga melihat pelayan rumah berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanya Nanda. “Nyonya besar datang bersama yang lain, Tuan.” Pelayan itu menyampaikan kedatangan Rihana. “Mama datang? Baiklah, aku akan segera turun,” kata Nanda lantas kembali masuk menghampiri Sashi. “Ada apa?” t
“Kamu benar-benar tidak apa?” tanya Sashi saat melihat Nanda sedang berganti pakaian.Nanda menoleh saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke Sashi yang duduk di ranjang.“Apanya tidak apa, hm?” tanya balik Nanda lantas duduk di samping Sashi.Sashi sepertinya masih takut jika Nanda belum bisa menerima jika dirinya hamil, meski tadi sudah berkata tidak apa-apa.“Kamu tidak apa-apa kalai aku hamil?” tanya Sashi memastikan.Nanda memulas senyum mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mengusap lembut rambut istrinya itu.“Tentu saja tidak apa-apa. Aku malah bahagia karena akhirnya kamu bisa hamil. Mungkin dulu aku belum siap karena takut kamu sakit, tapi sekarang berbeda karena yang terpenting bagiku sekarang kamu bahagia,” jawab Nanda sambil tersenyum begitu tulus dan penuh kasih sayang.Sashi menautkan jemari mereka, lantas menyandarkan kepala di pundak Nanda.“Aku janji akan selalu sehat dan menjaga bayi kita dengan baik,” ucap Sashi agar Nanda tak perlu cemas.Nanda ters
Nanda masuk ke ruang USG, hingga melihat Sashi yang berbaring dan kini sedang diperiksa.“Bagaimana kondisi istri saya?” tanya Nanda saat sudah masuk ke ruangan itu.Sashi terkejut hingga tatapannya tertuju ke Nanda yang baru saja datang.“Kamu datang.” Sashi terlihat senang melihat Nanda di sana.Nanda mendekat dengan ekspresi wajah cemas, lantas memandang ke monitor yang baru saja diperhatikan oleh dokter.“Sebenarnya istri saya kenapa, Dok?” tanya Nanda.Dokter itu tersenyum sambil meletakkan alat USG, hingga kemudian menjawab, “Selamat, istri Anda hamil.”Nanda tertegun tak percaya mendengar ucapan selamat dari dokter itu. Dia sampai memandang Sashi dengan rasa tak percaya.Sashi sendiri hanya tersenyum karena tadi sudah memberitahu kalau dirinya hamil, kini usia kandungan Sashi pun baru enam minggu.“Hamil? Serius hamil? Bukan penyakit?” tanya Nanda memastikan dengan sedikit rasa tidak percaya.Sashi meraih tangan Nanda yang dekat dengannya, lantas menautkan jemari mereka.“Iya,
Satu tahun berlalu. Sashi masih setia menemani Aruna di luar negeri, Nanda sendiri datang setiap seminggu sekali, lantas tinggal beberapa hari sebelum kembali ke Indonesia.Sashi sendiri mulai lega karena akhirnya Aruna bisa menyesuaikan diri dan kini sudah memiliki beberapa teman di kampus barunya.“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Sashi saat melihat Aruna baru saja pulang.“Menyenangkan,” jawab Aruna sambil melebarkan senyum.“Mommy tadi telepon, tanya apa kamu masih suka murung-murungan, kujawab tidak karena kamu sudah baik-baik saja,” ucap Sashi.Aruna tersenyum tipis mendengar ucapan Sashi. Meski dia terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja sudah satu tahun belum bisa melupakan Ansel.“Jika nanti sudah lulus, aku ingin kerja di sini saja. Di sini lebih enak, meski pergaulan di sini berbeda dengan di Indonesia, tapi aku sudah berusaha menjaga batasan,” ujar Aruna.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Dia lantas membalas, “Apa kamu tidak ingin meneruskan perusahaan Dadd
“Bagaimana dengan Runa?” tanya Nanda saat menemui Sashi di kamar. Mereka sudah ada di sana sebulan. Aruna sendiri belum keluar dari rumah sama sekali sejak sebulan ini. “Masih sama. Hanya di kamar, duduk di teras, atau jalan-jalan,” jawab Sashi yang sedih mengetahui Aruna tak seperti dulu dan lebih banyak murungnya. Nanda menghela napas, mereka sudah berusaha membuat Aruna bersemangat, soal Aruna mau bangkit atau tidak, semua harus dari diri sendirinya. “Kalian tidak apa-apa jika aku tinggal? Aku tidak tega melihatmu sedih melihat Aruna seperti itu,” ucap Nanda sambil mengusap rambut Sashi. Nanda masih harus bolak-balik mengurus pekerjaan, sehingga dia pun tidak bisa setiap saat ada di sana. “Kamu tenang saja, aku baik-baik saja di sini. Soal Runa, aku akan berusaha mengajaknya jalan-jalan mencari suasana baru. Dia juga seharusnya sudah mulai mengurus perpindahan kuliahnya, tapi dia belum bersemangat,” balas Sashi. Sashi mencoba memahami posisi suaminya yang tak bisa terus berad
Aruna memandangi kamar yang akan ditinggalkannya. Dia sudah memantapkan hati untuk pergi karena benar-benar tak bisa melupakan Ansel begitu saja jika masih di kota itu. Baginya Ansel adalah cinta pertama yang tak bisa dilupakan. Meski dulu awalnya dia menyukai Bumi, tapi kenyataannya Ansellah yang menduduki hatinya pertama kali. “Kamu sudah siap?” tanya Sashi yang menghampiri Aruna di kamar. Aruna menatap Sashi, lantas menganggukkan kepala. Dia mengambil tas dan jaketnya, lantas menarik koper yang ada di dekat ranjang. Setelah mengurus visa tinggal terbatas dan pasport, akhirnya Aruna akan pergi ke Amerika untuk belajar sekalian menenangkan diri. Namun, tentunya Aruna akan pergi bersama keluarga, lalu nantinya akan tinggal bersama Sashi dan Nanda sesuai kesepakatan, meski Nanda akan bolak-balik karena urusan pekerjaan. Bintang menatap Aruna yang baru saja menuruni anak tangga bersama Sashi. Bintang tak kuasa melihat kedua putrinya akan pergi dan tinggal jauh darinya. Sopir yang