Share

Chapter 07 | Kemarahan Naresh

Penulis: Els Arrow
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-31 02:43:55

"Sana! Jangan deket-deket aku. Pinter banget ambil kesempatan."

"Iya, Mas. Galak banget."

"Aku dengar, Clara!"

Clara tidak menimpali, ia memilih merebahkan tubuh mungilnya ke atas sofa. Suaminya ini benar-benar tidak berperikemanusiaan, seharusnya ia lah yang tidur di kasur. Namun ingin protes pun dirinya sudah malas.

***

Pagi hari.

"Kamu yang masak semua ini, Sayang?" tanya Anne yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Eh, Mama ... Iya, Mah. Aku memang suka masak,"

Anne mengulas senyum, "memang nggak salah Mama milih kamu. Naresh mana? Kok belum turun buat sarapan?"

"Sebentar, Mah, aku panggil dulu,"

Anne mengangguk dan Clara bergegas naik ke lantai atas. Padahal tadi dia sudah membangunkan suaminya itu, apa mungkin dia tidur lagi? Pikirnya.

Benar saja! Naresh masih betah memeluk guling dengan kelopak matanya yang terpejam. Gegas Clara menepuk-nepuk bahu kekar itu berharap supaya sang suami terbangun.

"Mama sudah nunggu buat sarapan, Mas."

"Eugh..."

"Mas, bangun dulu..," tanpa aba-aba Naresh langsung menarik Clara, hingga tubuh mungil itu jatuh ke atas dada bidangnya. Namun lelaki itu malah merapatkan pelukannya.

"Mas ... A-Aku nggak bisa napas."

Dengan perlahan Naresh membuka matanya, sekejap kemudian ia langsung melotot saat menyadari dirinya tengah memeluk Clara.

"Dasar cewek murahan! Pinter banget, ya, ngambil kesempatan waktu aku tidur!"

Clara tertegun. Apakah suaminya sudah tidak waras hingga lupa kejadian barusan. Oh, andai saja di sini ada CCTV pasti Clara sudah melemparkannya pada wajah datar suaminya.

"Kamu ngapain di atas tubuhku! Aku sudah bilang nggak akan nyentuh kamu, Clara! Dan sekarang kamu malah mau perkosa aku?!"

Wanita cantik itu memejamkan matanya saat Naresh lagi-lagi membentaknya.

"JAWAB! Kamu mau apa, hah?! Kamu mau apa tiduran di atas tubuhku!"

"Diam, Mas! Diam!" napas Clara naik turun, "kamu lupa?! kamu yang sudah narik aku barusan. Aku bangunin kamu karena Mama sudah nunggu kita sarapan. Sekarang kamu malah nuduh aku?!"

Naresh tidak bergeming. Ia terpaku saat melihat air mata yang menggenang di pelupuk netra istrinya. Dirinya baru teringat beberapa jam lalu Clara memintanya bangun, tapi dia malah tidur lagi.

"Kamu mau turun atau nggak terserah, Mas. Tapi jangan bentak aku waktu Mama ada di sini, bukannya kamu sendiri yang bilang jangan sampai Mama tahu? Beruntung kamar ini ada alat kedap suaranya," lirihnya.

Hening! Naresh masih betah mengatup rapat mulutnya. Namun pandangannya tetap terpaku di netra indah istrinya.

"Aku turun dulu, Mas." Clara mengusap kasar air matanya dan lantas turun untuk menemani mertuanya sarapan.

Mood paginya sangat hancur. Apalagi saat melihat sikap Naresh yang hanya diam tanpa merasa berdosa.

Selang beberapa menit kemudian Naresh menyusul turun untuk sarapan. Clara tetap melayani suaminya dengan baik, wanita itu memaksakan senyumnya yang sebenernya sangat perih. Ini semua demi Mama mertuanya.

***

Seperti yang telah di rencana kemarin, hari ini Clara mulai masuk kantor di temani oleh Anne. Anne membawa menantunya itu ke ruang utama, yang juga termasuk ruangan Naresh.

"Nah, nanti kamu akan di sini, Cla, membantu Naresh memegang perusahaannya."

"Iya, Mah."

"Nanti ada Lala yang akan bantu kamu, dia yang akan menjadi asisten kamu di sini."

Clara mengangguk, "iya, Mah."

"Ya sudah, Mama tinggal dulu kalau begitu. Kalau ada apa-apa kamu panggil saja Lala."

"Hati-hati, ya, Mah."

Anne mengangguk dan lantas membalikkan badannya untuk keluar ruangan. Sementara Clara langsung mendudukkan dirinya di sofa kebesaran milik Naresh. Wanita itu nampak telaten membaca setiap berkas yang sudah di siapkan sebelumnya oleh Lala. Dia memang sudah belajar untuk hal ini sebelum menikah, dan sekarang hanya tinggal mematangkannya saja.

Beberapa menit kemudian, Clara tersentak saat melihat pintu di buka. Ia berpikir itu suaminya, tapi ternyata Bella yang berdiri di sana.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Bella.

"Aku yang seharusnya tanya kamu mau apa ke sini? Kenapa nggak ketuk pintu dulu?"

"Aku? Aku ya cari kekasihku, lah. Emangnya kamu yang hanya jadi istri tapi nggak di anggap," jawab Bella, angkuh.

"Mas Naresh nggak ada di sini."

"Aku akan tunggu dia di sini saja. Aku sudah biasa kok kalau Naresh kerja, terus aku tungguin dia di sofa."

"Nggak bisa! Selama nggak ada Mas Nareh, berarti aku yang bikin peraturan di sini. Dan aku nggak mengizinkan kamu masuk, Bella. Jadi, silakan keluar sekarang juga!"

Bella menatap geram pada Clara yang begitu berani padanya. Padahal dia yang lebih lama menginjakkan kakinya di ruangan ini dan menemani Naresh. Baginya Clara adalah orang baru yang datang sebagai pengganggu.

Ceklek! Pintu terbuka.

"Loh, Bella. Kamu di sini?" ucap Naresh.

"Iya, Sayang. Aku mau temenin kamu, tapi nggak tahunya malah dia yang ada di sini."

Naresh melirik ke arah Clara yang langsung mengalihkan pandangan saat Bella mengecup singkat pipinya. Dia menduga pasti istrinya itu cemburu.

"Mau keluar saja?" tawarnya pada Bella.

"Yeah, mungkin akan lebih baik dari pada kita bermesraan di sini, dan Clara akan cemburu." Bella tertawa lirih.

Tawa yang semakin membuat Clara merasa jijik. Wanita itu memilih kembali ke kursinya dan menghiraukan dua manusia yang menurutnya sama-sama tidak punya rasa malu itu.

"Cla, kamu bisa pegang semuanya 'kan?"

"Bisa," jawabnya singkat.

"Bagus. Aku mau keluar dulu sama Bella, mungkin akan lama karena kita juga akan mampir ke markas komunitas."

"Iya, Mas."

Naresh mengangguk, selanjutnya lelaki itu menggandeng tangan kekasihnya untuk keluar. Membiarkan Clara seorang diri di sana mengerjakan dokumen yang sebenernya bukan pekerjaannnya.

Benar-benar tidak bertanggung jawab! Entah apa yang di katakan Anne jika ia tahu putranya memperlakukan menantunya seperti ini, yang dengan sengaja Naresh melemparkan pekerjaannya.

***

Kini, tidak terasa hari sudah mulai petang. Clara sudah berdiri di depan lobby sedari tadi menunggu jemputan, namun supir belum juga datang menjemputnya. Wanita cantik itu mulai gelisah. Ah, kalau tahu begini tadi dia pergi naik mobil sendiri saja.

Hingga tiba-tiba dari arah belakang ada yang menepuk bahunya. Clara tak ayal tersentak, ia menoleh setelahnya, dan mendapati Kenzie berdiri di sana.

"Kamu bikin kaget saja, Ken."

Kenzie tak ayal tergelak, "maaf, Cla. Aku juga kaget lihat kamu masih ada di sini, kamu lagi ngapain? Ini aku baru aja serahin berkas ke Manager."

"Aku nungguin supir, tapi lama banget. Tadi pagi aku berangkat sama Mama."

"Mau aku antar pulang? Sekalian gitu, kita 'kan searah."

"Eum..."

Clara bingung. Ia takut nanti Naresh akan marah dan menghajar Kenzie lagi, tapi langit juga nampaknya semakin mendung. Dirinya lebih takut jika terjebak hujan.

"Gimana?"

"Nggak usah, aku pesen taksi aja."

"Kenapa? Takut Naresh marah? Gampang kalau itu, dia nggak akan berani kalau ada Tante Anne. Ayo aku antar sekarang, langitnya udah mau hujan."

Akhirnya Clara menurut, sebenernya hatinya masih bimbang. Selain takut Naresh akan marah, ia juga khawatir Mama mertuanya salah paham kalau dia pulang bersama lelaki lain. Namun apa boleh buat?

Clara sudah membuka pintu mobil dan bersiap masuk, namun tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti begitu saja tepat di depan mobil milik Kenzie. Wanita itu memicing, sepersekian detik kemudian matanya melotot saat menyadari bahwa sosok di balik kemudi itu adalah Naresh.

Blurp!

Naresh keluar dengan tampang garangnya. Matanya mengkilat ngeri menatap tajam pada Kenzie. Langkahnya semakin cepat, hingga sebuah bogeman mentah di hadiahkan olehnya pada wajah tampan Kenzie.

Bugh!

Bugh!

"NARESH!" pekik Clara.

"Udah gue bilang jangan pernah deketin Clara! Dia itu istri gue! Apa lo emang laki-laki pecinta istri orang, hah?!"

"Naresh! Cukup, Naresh!" teriak Clara yang tidak di hiraukan oleh suaminya.

Laki-laki itu hanya menatap datar pada wajah istrinya yang juga menatapnya nanar. Gegas ia melepaskan Kenzie dan meninggalkannya begitu saja, tanpa memperdulikan hidung sepupunya yang sudah berdarah.

"Mas, kamu..."

"DIAM!" sentaknya, "diam dan masuk mobil sekarang juga! Jangan jadi pembangkang, Clara!"

"Tapi Kenzie luka parah, Mas!"

"AKU BILANG DIAM, CLARA!"

Wanita cantik itu sontak mengatup rapat bibir tipisnya, ia langsung masuk mobil setelah Naresh membukakan pintu untuknya.

"Lihat bagaimana nanti aku hukum kamu di rumah karana kamu masih berani dekat lelaki lain, Clara!"

Deg!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Pernikahan Kontrak dengan Pewaris Tampan   Chapter 114 | Ikhlas — End

    Paris, Prancis."Aku tidak bisa menunggu lagi, Ray. Aku harus pulang!""Kondisimu sudah stabil?""Bahkan aku sudah merasa sehat dari satu minggu yang lalu."Seorang lelaki berbadan besar itu tak ayal terkekeh mendengar jawaban sahabatnya tersebut. Akhirnya ia memutuskan mengantarkan sahabatnya ke Bandara pagi ini."Jangan lupa hubungi aku kalau kau sudah sampai, Naresh," ucapnya."Aku akan langsung menghubungimu. Terima kasih atas bantuannya," jawab Naresh seraya memeluk erat tubuh besar Raymond.Yeah! Setelah kejadian kebakaran itu Naresh mengalami luka bakar lumayan parah dan juga benturan yang membuatnya tidak sadarkan diri. Sedangkan Raymond juga mengalami luka bakar, tetapi masih tergolong ringan. Itulah yang membuat Raymond berinisiatif membawa sahabatnya ke Prancis.Naresh mengalami koma selama satu Minggu, lelaki tampan itu meraih kesadarannya pada Minggu kedua, dan itu bertepatan saat Clara meninggalkan Italia. Makanya Raymond masih menahan sahabatnya.Namun, Raymond tetap me

  • Terjebak Pernikahan Kontrak dengan Pewaris Tampan   Chapter 113 | Rindu Menyiksa

    Clara menuju ruang meeting bersama dengan Anne, kedua wanita berbeda usia itu sepakat untuk melantik petinggi perusahaan yang baru. Sebenarnya ini adalah tugas Naresh, tetapi lagi-lagi Clara yang harus melakukannya.Beberapa kali wanita cantik itu tampak menghela napas. Bohong kalau ia tidak rapuh. Justru saat ini hatinya sudah hancur berkeping-keping, dan kepingannya pula yang menusuknya hingga berdarah-darah."Kamu baik-baik saja, Cla?" tanya Kenzie yang turut hadir dalam rapat ini."Iya," jawab Clara, singkat."Kalau dulu, mungkin aku akan mengatakan kamu harus mengikhlaskan Naresh dan mulailah menata hidup baru denganku. Namun, sekarang ... aku ingin mengatakan kamu harus kuat. Jika kamu percaya Naresh akan kembali, maka tidak ada yang mustahil. Semesta pasti mendengar doamu, Cla. Dan setiap doa pasti dikabulkan. Jika bukan sekarang, berarti nanti."Clara mengulas senyum tipis. Lelaki yang sempat membuatnya trauma ini sudah berubah menjadi lebih baik. Bahkan beberapa minggu lalu K

  • Terjebak Pernikahan Kontrak dengan Pewaris Tampan   Chapter 112 | Fakta Tentang Clara

    Clara menyembunyikan alat tes kehamilannya di dalam tas, kemudian ia lekas keluar kamar guna mencari Hilda. Beruntung pengawalnya itu masih duduk di ruang tamu. "Hilda ...."Wanita itu terperanjat saat melihat Nona-nya sedang berlari menuruni tangga. "Hati-hati, Nona!" ucapnya dan langsung menghampiri Clara."Kenapa wajahmu?" tanya Clara."Saya khawatir kalau Nona jatuh.""Ah, kamu ini. Sudah, ayo antarkan aku ke rumah sakit."Hilda membelalakkan mata."Nona sakit?!" tanyanya dengan nada serius."Ish! Apaan, sih?! Sudahlah nggak usah banyak tanya. Lebih baik kamu cepat siapkan mobil, mumpung Mama lagi tidur.""Baik, Nona," sahutnya dan lantas berlari menuju parkiran.Clara yang melihatnya tak ayal tersenyum, meskipun hanya senyuman tipis. Karena wanita cantik tentu juga memikirkan kondisi janinnya. Kasihan kalau ikut stres.•Beberapa menit kemudian, Clara sudah sampai di rumah sakit. Ia langsung menuju Dokter Kandungan tanpa ditemani oleh Hilda. Sengaja, karena wanita cantik itu be

  • Terjebak Pernikahan Kontrak dengan Pewaris Tampan   Chapter 111 | Kehidupan Baru

    Keadaan berubah gaduh saat beberapa Polisi kembali masuk ke dalam restoran, sementara Clara sudah tidak sadarkan diri. Namun, Hilda dengan sigap memberitahukan kepada teman-temannya untuk segera mencari jawaban atas cincin itu.Clara membuka mata dan mendapati bahwa dirinya sedang terbaring di kamar hotel. Perlahan wanita cantik itu berusaha menegakkan tubuhnya, sesekali netranya menelisik ke sekeliling."Hilda ...!"Hening! Sama sekali tidak ada jawaban."Hilda ...!" Clara kembali berteriak lebih lantang.Sekejap kemudian pengawal wanitanya itu masuk kamar dengan napas terengah-engah dan langsung menuju ke dekatnya."Ada apa, Nona? Ada sesuatu yang Anda butuhkan?""Bagaimana pencariannya? Apa ada titik terang?!" tanyanya dengan raut penuh harap."Maaf, Nona. Mereka mengatakan belum mendapatkan apa-apa," jawabnya dengan kepala menunduk."Apa?! Dari tadi masih belum mendapatkan apa-apa?! Sebenarnya kalian bisa bekerja tidak?!"Hilda semakin dalam menundukkan kepalanya. Sementara Clara

  • Terjebak Pernikahan Kontrak dengan Pewaris Tampan   Chapter 110 | Barang Bukti

    Clara terbangun dengan kepala yang masih terasa pusing, bola mata coklatnya mengedar ke sekeliling, dan hanya menemukan Hilda yang duduk di samping ranjangnya. Wanita cantik itu menekan sisi pelipis dengan sebelah tangan, sekejap kemudian tangisnya kembali meledak saat teringat Naresh."Nona, apa ada yang sakit? Sebentar, saya akan panggilkan Dokter.""Aku mau suamiku, Hilda."Deg!Hilda yang tadinya hendak beranjak, langsung mendudukkan dirinya di kursi, tangannya menggenggam erat lengan Clara."Para bodyguard dan kepolisian sudah mencari Tuan Naresh dan Tuan Raymond, tapi kebanyakan korban tidak dikenali, Nona. Saat ini mereka sedang menunggu hasil DNA, dan semoga saja Tuan Naresh tidak termasuk salah satu korban. Semoga Tuan Naresh selamat," ucap Hilda berusaha menenangkan."Tapi kemana perginya suamiku kalau dia masih selamat, Hilda?!""Nona, besok kita akan mencari tahu. Ini masih gelap, dan mereka berjanji subuh nanti hasil DNA korban sudah keluar. Jika tidak ada yang cocok den

  • Terjebak Pernikahan Kontrak dengan Pewaris Tampan   Chapter 109 | Insiden

    Matahari tepat berada di atas kepala, Clara melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, dan jarumnya menunjukkan pukul setengah dua belas. Pesawat yang ia dan Naresh tumpangi baru saja mendarat di Bandara.Naresh dan Clara langsung menuju mobil yang menjemputnya, keduanya langsung dibawa ke sebuah hotel yang terletak di kawasan ellite pusat kota. Hotel bintang lima ini berdiri menjulang di tengah-tengah hiruk pikuk dan gemerlapnya Ibu kota Italia.Yeah! Negara itu menjadi tujuan bulan madu mereka. Clara sudah membayangkan akan mengunjungi banyak tempat wisata dan tempat bersejarah. Ia juga ingin mencoba banyak restoran pasta bersama suaminya."Mau istirahat sekarang?" tanya Naresh.Clara menggeleng. Ia lantas menghempaskan tubuhnya ke kasur empuk berwarna putih itu dan memejamkan matanya sejenak."Aku nggak capek, kok, Mas. Lagian aku tadi udah tidur di pesawat.""Yakin? Atau kamu mau bercinta?" Naresh langsung mengungkung tubuh mungil itu, hal itu tak ayal membuat Clara ter

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status