Share

Penolong Datang

Author: Ute Glider
last update Huling Na-update: 2023-08-01 23:49:09

“Miss Allice,” panggil pria itu memegang bahu Allice.

Hanya saja suaranya terdam air hujan dan guntur. Allice juga masih ketakutan, hingga pikirannya tertuju pada penjahat-penjahat itu.

“Ampun! Jangan sakiti aku!” tangis Allice masih belum berani membuka kedua tangannya yang menutupi wajah.

“Allice! Hei!” Pria itu akhirnya berjongkok di depan Allice. Dia mengguncang keras bahu wanita itu.

“Allice!” teriaknya lagi.

Sampai Allice terkesiap, karena ada yang memanggil namanya. Dia perlahan membuka sela-sela jemari, mengintip tipis. Dia harus memastikan kalau di depannya memang orang yang dia kenal.

Sampai sosok pria memakai jas putih basah kuyup itu nampak khawatir menatapnya.

“He-Hexa?” Allice akhirnya menurunkan kedua tangan. Dia sedikit linglung, bagaimana bisa Hexa ada disini?

Takut salah melihat, Allice menoleh ke belakang. Dia mencari para penjahat tadi.

“Mereka sudah pergi,” ucap Hexa dengan suara keras.

Benar, penjahat itu tentu sudah lari tunggang-langgang ketika kalah dari serangan Hexa.

Pria itu berdiri, hingga saat Allice berbalik ke arahnya, dia langsung memberikan satu tangannya untuk Allice.

“Cepat masuk ke mobil,” ucap Hexa menggerakkan tangannya supaya Allice menerima.

Dengan kondisi masih gemetaran, Allice meraih tangan Hexa kemudian mereka sama-sama masuk ke dalam mobil.

“Mo-Mobilmu basah.” Allice tak enak melihat jok yang dia duduki mulai basah.

“Hem, kamu hutang budi padaku. Tapi bicarakan itu nanti. Pakai dulu sabuk pengamanmu, kita ke apartemenku dulu,” ujar Hexa. Dia melepas jas dokternya yang sudah basah lalu dilempar ke belakang.

“Sayangnya tak ada pakaian kering disini,” sambungnya setelah memastikan di bagian belakang tak ada pakaian miliknya yang tertinggal.

Allice mendekap tubuhnya yang kedinginan dan gemetaran. Dia menoleh pada Hexa dan tersenyum tipis. “Terimakasih. Menolongku saja sudah cukup.”

“Ck! Kau ini. Seakan kita baru saling kenal.”

“Oiya, antar aku ke rumah saja.”

“Tenang, apartemenku tak jauh dari sini dan aku tak mungkin macam-macam pada istri Arsen. Aku masih menyimpan beberapa set pakaian mantanku. Kamu bisa mengganti baju dulu, baru aku mengantarmu pulang.” Hexa masih belum menyalakan mesin mobilnya, sebab dia harus memastikan dulu tujuannya sekarang.

Allice tetap menggeleng. “Aku mau pulang.”

Dia tentu sadar statusnya. Tak mungkin seorang wanita bersuami datang ke apartemen pria hanya berdua saja.

“Sebaiknya aku berhenti di jalan besar saja. Aku bisa naik taksi,” ucap Allice lagi.

“Kamu masih ingin ada yang macam-macam denganmu? Apalagi pakaianmu sudah basah begitu.” Hexa berucap tanpa berani menatap lekuk tubuh Allice yang makin seksi karena memakai baju basah.

Allice menunduk dan menyadari itu. “Ah, ma-maaf,” lirihnya malu, seraya menyilangkan kedua tangan ke bagian depan tubuhnya.

Hexa terkekeh pelan. “Baiklah, satu jam perjalanan. Aku harap kamu belum mati kedinginan setelah sampai disana,” ujarnya seraya menyalakan mesin lalu memutar jalan menuju rumah Arsen.

Suasana jalanan malam saat hujan begini sangat lenggang. Hingga Hexa bisa membawa mobilnya lebih cepat dari biasanya.

“Apa yang terjadi?” tanya Hexa setelah merasakan keheningan di dalam mobil.

Setidaknya kalau mengobrol, mereka bisa sedikit melupakan rasa dingin yang makin menjadi sepanjang perjalanan. Lihat saja, wajah Allice semakin memucat karena dingin.

“Aku sedang di klub malam bersama Arsen. Tapi ada pria yang berniat jahat padaku. Bodohnya, aku ikuti saja petunjuk mereka ketika aku sedang mencari letak toilet. Lalu ... begini. Aku masuk perangkap mereka,” ungkap Allice begidig ngeri saat ingat kejadian tadi.

Dahi Hexa berkerut tipis. Dia menoleh sekilas pada Allice. “Arsen? Kamu sedang bersama dia? Lalu kenapa sekarang kamu tidak menghubunginya?”

“Tasku bahkan terjatuh tadi,” jawab Allice jujur.

Hexa menghela nafas panjangnya. Dia lalu meraih ponsel yang sejak tadi tergeletak di dasboard mobil. Kemudian dia berikan pada Allice.

“Telefon dia pakai HP-ku. Dia pasti sedang mencarimu.”

Allice sendiri saja ragu. Apa mungkin Arsen mencarinya bahkan khawatir? Dia rasa tidak. Tadi saja di klub malam itu, Allice hanya dianggap patung. Ditawarkan minum pun tidak.

“Hubungi dia.” Hexa menggerakkan ponsel lagi ke arah Allice.

Wanita itu pun menerimanya. Namun sayang, ketika dia baru mencari kontak Arsen di ponsel Hexa. Telefon itu mati.

“Yaaa! Batery habis?”

Hexa berdecak melihat ponselnya benar-benar mati saat dibutuhkan. Charger juga dia tak membawanya.

“Sorry, aku lupa mengisinya. Seharian ini ada lebih dari satu jadwal operasi. Jadi aku tak sempat mengurus ponselku,” ujar Hexa merasa tak enak.

“Oke, aku bisa menghubungi Arsen saat sudah sampai di rumah.” Allice tersenyum tipis meletakkan ponsel itu ke atas dashboard lagi.

Mobil pun terus melaju menembus hujan dan angin malam yang semakin dingin.

***

Disisi lain, di klub malam. Arsen berulang kali melihat jam brandednyang melingkar di tangan kirinya. Dia menghitung sudah berapa lama Allice meninggalkan ruang VVIP ini hanya untuk ijin ke toilet. Satu jam lebih, bukanlah hal yang wajar.

“Tuan Arsen, dimana istri Anda? Apa jangan-jangan dia tidak suka berkumpul dengan kami?” tanya salah seorang pria berkumis.

“Mungkin dia tak terbiasa di tempat seperti ini, Sayang. Lihatlah. Kalian bahkan banyak yang merokok,” sahut istri dari pria berkumis.

Arsen hanya bisa tersenyum canggung.

“Ya, istri saya memang tidak terbiasa datang ke klub malam. Maaf, tadi dia mengatakan kalau kepalanya sedikit pusing. Jadi dia memilih duduk di luar.” Arsen menjeda untuk berdiri dari posisinya lebih dulu. “Karena itu, saya ingin memastikan lebih dulu kondisi istri saya di luar.”

Para rekan bisnis itu mengangguk setuju.

“Ah, kalian romantis sekali. Istrinya tak enak menolak ajakan suaminya. Meski dia tak terbiasa dengan situasi ini. Sedangkan sang suami pengertian, akan memastikan kondisi istrinya.”

“Tentu kami ijinkan, Tuan Arsen.”

“Iya, Anda bisa datang saja kami sangat senang.”

Kata demi kata pujian itu dibalas senyuman hangat oleh Arsen. Dia lalu bergerak pergi dari ruangan untuk mencari Allice.

“Ck! Dimana dia! Menyusahkan!” kesal Arsen karena dia belum juga menemukan Allice di area lantai atas. Bahkan ketika dia tanya petugas pun, tak ada yang melihat.

Arsen mencoba menghubungi ponsel Allice. Namun tak ada jawaban. Pesan-pesan yang dia kirim juga tak kunjung dibuka.

Saat dia mulai frustasi mencari Allice, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dia pikir balasan dari Allice, tapi tidak. itu pesan masuk dari Nadya.

Wanita itu mengirim sebuah pesan padanya.

[Mas Arsen, aku kira tadi Allice berangkat bareng mas. Tapi kenapa sekarang justru peluk-pelukan basah kuyup bersama Dokter Hexa?]

Bukan hanya pesan, Nadya bahkan mengirimkan sebuah foto pada Arsen.

“Apa-apaan ini?” geram Arsen dengan rahang mengetat.

BERSAMBUNG

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   HAPPY ENDING

    Drrttt ... Drrttt ... Drrttt ...Gerakan polesan brush berwarna pink di sela jari telunjuk juga jempol berkutek peach itu seketika terhenti.Atensi wanita cantik yang tengah duduk di kursi rias langsung beralih pada sebuah ponsel yang tergeletak di atas nakas."Siapa ya?" Tangan Nadya terulur, meraih benda pipih nan canggih tersebut.Begitu sepasang netra amber ini menyorot sebuah nama yang tertera di layar ponsel dalam genggamannya, detik itu juga Nadya membuka mulutnya lebar-lebar dengan raut terkejut."Wah serius ini Allice video call?!"Tanpa ba-bi-bu, Nadya segera menggeser icon hijau tersebut dan saat itu juga pandangannya disambut senyum juga lambaian tangan dari Allice di sebrang sana."Haii, Nad!" sapa Allice dengan wajah sumringahnya.Nadya tersenyum lebar lalu ikut melambaikan tangan. " Allice haloo!""Ih kangen banget aku sama Allice tau. Udah setahun lebih nggak ketemu kan kita?" tanyanya sambil mengingat-ingat kapan terakhir berjumpa.Tawa Allice meluncur renyah. "Iya ma

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   Janji Suci

    "Kamu yakin ini rumahnya?"Oscar menoleh ke kiri, menatap wanita cantik dengan blouse dusty pink yang kini sebelah tangannya menggenggam stroller bayi berwarna senada."Iya bener kok ini tempatnya. Tunggu, biar aku yang tekan belnya," sahut Nadya yang setelahnya langsung mengulurkan tangan, menekan bel di dinding berwarna silver itu. Menunggu beberapa detik, barulah pintu terbuka. Menampilkan sosok wanita dengan rambut digelung indah yang muncul dengan raut terkejut."Nadya? Ini beneran kamu? Udah sehat?" pekik Allice begitu senang melihat Nadya di hadapannya setelah 2 bulan tanpa kabar.Terakhir Nadya ijin melalui pesan singkat kalau dirinya akan ke Italia untuk mengurus ini dan itu di kediaman Oscar sebelum melangsungkan pernikahan.Wanita muda berblouse dusty pink itu terkekeh geli. Dipeluknya tubuh Allice seperti seorang adik yang merindukan kakaknya."Surprise! Yes, it's me, Allice," timpal Nadya masih dengan tawa jahilnya sebab merasa berhasil membuat kejutan ini.Allice mengura

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   Akhir Kisah Mereka

    "Kamu gila ya?! Kamu pikir nikah itu seperti anak kecil merengek minta dibelikan permen?" Nadya mendelik tajam, jelas saja ia melayangkan protes.Manusia mana yang tiba-tiba dengan asal mendesaknya menikah padahal belum juga ada pembicaraan khusus ke arah sana.Ya meskipun sudah ada Isabel di antara dirinya dan Oscar, tapi tetap saja butuh waktu juga persiapan untuk menuju ke jenjang pernikahan yang sebenarnya.Oscar melirik Lexa yang menyembulkan kepala di balik pintu kamarnya. Lalu, dilemparnya kode agar adiknya itu berhenti mengintip.Seolah tahu kakaknya butuh privasi, akhirnya Lexa menurut dan mundur dari sana. Memberi ruang pada dua orang dewasa di ruang tengah itu.Dirasa waktunya sudah tepat, Oscar segera mengalihkan atensi wanita di hadapannya ini. "Kamu lapar kan? Ke dapur sebentar yuk.""Mau aku buatkan makanan apa?" tawarnya dengan nada selembut mungkin. Enggan membuat Nadya merasa tak nyaman berada di dekatnya.Sebelah alis Nadya terangkat. Sedikit merasa aneh mengetahui

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   Ayo, Menikah!

    "Loh, kalian sudah pulang?"Membuka pintu mansion megah tersebut, kelopak mata Imelda terbuka lebar juga mulutnya menganga saat mengetahui siapa yang datang.Bukan. Bukan karena Imelda tak suka, melainkan heran dan ekspetasinya sedikit meleset."Kenapa tidak kasih kabar dulu? Mama kan bisa jemput di bandara. Terus Nadya mana? Kok tidak bareng sama kalian?"Runtutan pertanyaan itu seketika membombardir Allice juga Arsen yang saling melempar pandang dan menahan senyum.Arsen menyahut enteng. "Anggap aja ini surprise, Ma. Lagi pula, Mama tidak senang aku dan Allice pulang lebih cepat?""Memangnya Mama tidak rindu pada Brian dan Anna?"Baru saja kedua nama bocah itu disebut, kakak beradik tersebut turun dari mobil ditemani suster mereka yang juga ikut saat terbang ke kota tempat tinggal Nadya kemarin."Omaa!" pekik Anna sambil berlari kencang ke pelukan Imelda.Untung saja, Imelda dengan sigap menangkap tubuh mungil cucunya yang selalu menggemaskan ini. "Ututuu ... Cucu Oma yang cantik."

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   Mulai Membuka Hati Lagi

    Suara tangisan bayi di dalam box khusus itu menggema di seluruh penjuru ruang bernuansa putih ini.Nadya yang semula nyaris memejamkan mata spontan terperanjat dan refleks mengalihkan pandangan ke arah sang putri kecil yang menangis keras."Cup cup cup, Sayang. Bunda di sini, Nak," ucap Nadya sambil tangannya terulur, menggoyangkan box tersebut dengan lembut, mencoba menenangkan bayinya.Namun ternyata, gerakan itu tak cukup untuk membuat putrinya diam dan kembali terlelap. Yang ada justru tangisnya kian menjadi-jadi.Hal tersebut jelas membuat Nadya kelimpungan dan panik. Jujur saja, tubuhnya masih belum bisa diajak kompromi hanya untuk turun dari ranjang lalu sekadar menggendong tubuh mungil itu."Aduh ... Aku mesti gimana?" gusar Nadya dengan tubuh lemas juga wajah pucatnya itu.Hati ibu mana yang tega membiarkan bayinya menangis. Nadya akhirnya memaksakan diri untuk mendudukkan badan yang rasanya tak karuan ini."Eh tunggu! Tetap di sana. Biar aku aja," cegah Oscar yang tiba-tiba

  • Terjebak Pernikahan Penuh Derita   Mengungkap Semua

    Suara ketukan di balik pintu ruangan bernuansa putih pucat itu sampai ke telinga seorang wanita berambut panjang yang duduk bersandar di brankar dengan wajah datar.Nadya refleks menoleh. Atensinya beralih pada gadis berkaki jenjang yang kini mengenakan outfit casual dibalut dengan syal tipis yang melingkar di leher."Excuse me, apa aku boleh masuk?" izin gadis berbola mata biru cerah di ambang pintu tersebut.Meski sorot mata keduanya bertemu di satu titik yang sama, bibir Nadya tetap terkatup rapat. Ia tak menyahut. Membiarkan tamunya masuk dengan sendirinya.Dengan senyum ramah, gadis itu menghampiri brankar Nadya. "Maaf kalau aku menganggu waktu kamu berisitirahat, tapi izinkan aku memperkenalkan diri."Di sana sudah ada box bayi. Di mana bayi yang belum berumur 1 minggu itu tengah tertidur pulas setelah suster memacu ASI Nadya lalu bayi pun minum ASI untuk pertama kali. Pertama kali pula bayi itu kenyang dan tidur pulas di dalam box.Baiklah, jadi Lexa punya banyak waktu untuk bi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status