Share

Penolong Datang

“Miss Allice,” panggil pria itu memegang bahu Allice.

Hanya saja suaranya terdam air hujan dan guntur. Allice juga masih ketakutan, hingga pikirannya tertuju pada penjahat-penjahat itu.

“Ampun! Jangan sakiti aku!” tangis Allice masih belum berani membuka kedua tangannya yang menutupi wajah.

“Allice! Hei!” Pria itu akhirnya berjongkok di depan Allice. Dia mengguncang keras bahu wanita itu.

“Allice!” teriaknya lagi.

Sampai Allice terkesiap, karena ada yang memanggil namanya. Dia perlahan membuka sela-sela jemari, mengintip tipis. Dia harus memastikan kalau di depannya memang orang yang dia kenal.

Sampai sosok pria memakai jas putih basah kuyup itu nampak khawatir menatapnya.

“He-Hexa?” Allice akhirnya menurunkan kedua tangan. Dia sedikit linglung, bagaimana bisa Hexa ada disini?

Takut salah melihat, Allice menoleh ke belakang. Dia mencari para penjahat tadi.

“Mereka sudah pergi,” ucap Hexa dengan suara keras.

Benar, penjahat itu tentu sudah lari tunggang-langgang ketika kalah dari serangan Hexa.

Pria itu berdiri, hingga saat Allice berbalik ke arahnya, dia langsung memberikan satu tangannya untuk Allice.

“Cepat masuk ke mobil,” ucap Hexa menggerakkan tangannya supaya Allice menerima.

Dengan kondisi masih gemetaran, Allice meraih tangan Hexa kemudian mereka sama-sama masuk ke dalam mobil.

“Mo-Mobilmu basah.” Allice tak enak melihat jok yang dia duduki mulai basah.

“Hem, kamu hutang budi padaku. Tapi bicarakan itu nanti. Pakai dulu sabuk pengamanmu, kita ke apartemenku dulu,” ujar Hexa. Dia melepas jas dokternya yang sudah basah lalu dilempar ke belakang.

“Sayangnya tak ada pakaian kering disini,” sambungnya setelah memastikan di bagian belakang tak ada pakaian miliknya yang tertinggal.

Allice mendekap tubuhnya yang kedinginan dan gemetaran. Dia menoleh pada Hexa dan tersenyum tipis. “Terimakasih. Menolongku saja sudah cukup.”

“Ck! Kau ini. Seakan kita baru saling kenal.”

“Oiya, antar aku ke rumah saja.”

“Tenang, apartemenku tak jauh dari sini dan aku tak mungkin macam-macam pada istri Arsen. Aku masih menyimpan beberapa set pakaian mantanku. Kamu bisa mengganti baju dulu, baru aku mengantarmu pulang.” Hexa masih belum menyalakan mesin mobilnya, sebab dia harus memastikan dulu tujuannya sekarang.

Allice tetap menggeleng. “Aku mau pulang.”

Dia tentu sadar statusnya. Tak mungkin seorang wanita bersuami datang ke apartemen pria hanya berdua saja.

“Sebaiknya aku berhenti di jalan besar saja. Aku bisa naik taksi,” ucap Allice lagi.

“Kamu masih ingin ada yang macam-macam denganmu? Apalagi pakaianmu sudah basah begitu.” Hexa berucap tanpa berani menatap lekuk tubuh Allice yang makin seksi karena memakai baju basah.

Allice menunduk dan menyadari itu. “Ah, ma-maaf,” lirihnya malu, seraya menyilangkan kedua tangan ke bagian depan tubuhnya.

Hexa terkekeh pelan. “Baiklah, satu jam perjalanan. Aku harap kamu belum mati kedinginan setelah sampai disana,” ujarnya seraya menyalakan mesin lalu memutar jalan menuju rumah Arsen.

Suasana jalanan malam saat hujan begini sangat lenggang. Hingga Hexa bisa membawa mobilnya lebih cepat dari biasanya.

“Apa yang terjadi?” tanya Hexa setelah merasakan keheningan di dalam mobil.

Setidaknya kalau mengobrol, mereka bisa sedikit melupakan rasa dingin yang makin menjadi sepanjang perjalanan. Lihat saja, wajah Allice semakin memucat karena dingin.

“Aku sedang di klub malam bersama Arsen. Tapi ada pria yang berniat jahat padaku. Bodohnya, aku ikuti saja petunjuk mereka ketika aku sedang mencari letak toilet. Lalu ... begini. Aku masuk perangkap mereka,” ungkap Allice begidig ngeri saat ingat kejadian tadi.

Dahi Hexa berkerut tipis. Dia menoleh sekilas pada Allice. “Arsen? Kamu sedang bersama dia? Lalu kenapa sekarang kamu tidak menghubunginya?”

“Tasku bahkan terjatuh tadi,” jawab Allice jujur.

Hexa menghela nafas panjangnya. Dia lalu meraih ponsel yang sejak tadi tergeletak di dasboard mobil. Kemudian dia berikan pada Allice.

“Telefon dia pakai HP-ku. Dia pasti sedang mencarimu.”

Allice sendiri saja ragu. Apa mungkin Arsen mencarinya bahkan khawatir? Dia rasa tidak. Tadi saja di klub malam itu, Allice hanya dianggap patung. Ditawarkan minum pun tidak.

“Hubungi dia.” Hexa menggerakkan ponsel lagi ke arah Allice.

Wanita itu pun menerimanya. Namun sayang, ketika dia baru mencari kontak Arsen di ponsel Hexa. Telefon itu mati.

“Yaaa! Batery habis?”

Hexa berdecak melihat ponselnya benar-benar mati saat dibutuhkan. Charger juga dia tak membawanya.

“Sorry, aku lupa mengisinya. Seharian ini ada lebih dari satu jadwal operasi. Jadi aku tak sempat mengurus ponselku,” ujar Hexa merasa tak enak.

“Oke, aku bisa menghubungi Arsen saat sudah sampai di rumah.” Allice tersenyum tipis meletakkan ponsel itu ke atas dashboard lagi.

Mobil pun terus melaju menembus hujan dan angin malam yang semakin dingin.

***

Disisi lain, di klub malam. Arsen berulang kali melihat jam brandednyang melingkar di tangan kirinya. Dia menghitung sudah berapa lama Allice meninggalkan ruang VVIP ini hanya untuk ijin ke toilet. Satu jam lebih, bukanlah hal yang wajar.

“Tuan Arsen, dimana istri Anda? Apa jangan-jangan dia tidak suka berkumpul dengan kami?” tanya salah seorang pria berkumis.

“Mungkin dia tak terbiasa di tempat seperti ini, Sayang. Lihatlah. Kalian bahkan banyak yang merokok,” sahut istri dari pria berkumis.

Arsen hanya bisa tersenyum canggung.

“Ya, istri saya memang tidak terbiasa datang ke klub malam. Maaf, tadi dia mengatakan kalau kepalanya sedikit pusing. Jadi dia memilih duduk di luar.” Arsen menjeda untuk berdiri dari posisinya lebih dulu. “Karena itu, saya ingin memastikan lebih dulu kondisi istri saya di luar.”

Para rekan bisnis itu mengangguk setuju.

“Ah, kalian romantis sekali. Istrinya tak enak menolak ajakan suaminya. Meski dia tak terbiasa dengan situasi ini. Sedangkan sang suami pengertian, akan memastikan kondisi istrinya.”

“Tentu kami ijinkan, Tuan Arsen.”

“Iya, Anda bisa datang saja kami sangat senang.”

Kata demi kata pujian itu dibalas senyuman hangat oleh Arsen. Dia lalu bergerak pergi dari ruangan untuk mencari Allice.

“Ck! Dimana dia! Menyusahkan!” kesal Arsen karena dia belum juga menemukan Allice di area lantai atas. Bahkan ketika dia tanya petugas pun, tak ada yang melihat.

Arsen mencoba menghubungi ponsel Allice. Namun tak ada jawaban. Pesan-pesan yang dia kirim juga tak kunjung dibuka.

Saat dia mulai frustasi mencari Allice, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dia pikir balasan dari Allice, tapi tidak. itu pesan masuk dari Nadya.

Wanita itu mengirim sebuah pesan padanya.

[Mas Arsen, aku kira tadi Allice berangkat bareng mas. Tapi kenapa sekarang justru peluk-pelukan basah kuyup bersama Dokter Hexa?]

Bukan hanya pesan, Nadya bahkan mengirimkan sebuah foto pada Arsen.

“Apa-apaan ini?” geram Arsen dengan rahang mengetat.

BERSAMBUNG

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status