"Kamu bisa nyapu? "
"Bisa Om. "
"Bisa nyuci baju? "
"Bisa Om. "
"Bisa masak? "
"Uhmm sedikit. "
"Kalau muasin suami? "
Deghhhhh…
Samira jadi gelagapan sendiri. Hah? Muasin? Muasin dalam konteks apa maksudnya? Meskipun dia masih kecil tapi dia sering nonton drama Korea yang kelewat romantis kali. Jadi fikiran Samira langsung menari kemana mana. Pipinya merona membayangkan.. Arghhhh!!
Oh no Samira! Sadarlah! Dia bukan Sehun-mu. Dia itu Om-om. Ngebayangin nya aja udah langsung bikin bulu kuduk Samira merinding seketika.
"Jangan terlalu di fikirkan Samira. Sudah ku duga, kamu masih terlalu kecil. Lagian papah ada ada saja, menjodohkan saya dengan anak kecil seperti mu. " Decih Davino dengan senyuman miring nya.
Senyuman itu terlihat begitu meremehkan dimata Samira. Hatinya juga jadi kesal mendengar penuturan Davino.
'Yaa emang bener sih. Aku juga gak mau di ajak begituan sama dia, tapi kan bukan berarti gak bisa. Hanya gak mau. ' batin Samira dongkol.
"Ayo jangan banyak melamun, rapih kan barang barang mu dan masukan ke dalam lemari. " Kata Davino beranjak.
~~~~~~~~~~~
Makan malam sudah selesai, Davino memilih memesan makanan dari sebuah aplikasi saja.
Hari ini masih cukup melelahkan meski didalam pesawat mereka kebanyakan tidur. Tapi tetap saja, untuk masak sendiri rasanya masih lelah, apalagi Davino masih ada pekerjaan.
Davino masih asik dengan berkas pekerjaannya, ia masih berkutat di meja ruang tengah, yaitu ruang TV.
"Om, lihat deh.. ini apa sih? " Samira melebarkan sesuatu yang ingin ia tunjukkan pada suaminya.
"Hmm? "
"Ih lihat dulu, gimana Om mau tau kalau matanya tetep fokus di sana. Ini baju renang ya Om? Tapi kok tipis banget sih.. " Samira melebarkan pakaian tipis itu didepan tubuhnya.
"Ap-? Oh astaga... Dari mana kamu dapat itu Mir? " Mata Davino tidak berkedip. Untung saja Samira tidak memakainya. Tapi kan tubuh Samira jadi terbayang di otaknya, haduh Samira. Bocil itu bikin ulah saja, mana lagi serius-seriusnya biar bisa cepet istirahat, Samira malah nambah fikiran nya cenat cenut saja.
"Dari Mami Maya. Tiba-tiba ada di koper aku. Tadi ada notes nya, katanya buat dipake bareng suami. Tapi emang kita bakal bulan madunya sambil renang ya Om? " Tanya Samira dengan begitu polosnya.
"Lingerie! Itu namanya Lingerie Samira. Bukan untuk berenang, tapi buat kita malam pertama. " Davino segera mengalihkan pandangannya lagi dari Samira.
"APA?! Aaaaaaaaaaaaakhhh… " Samira langsung berlari masuk ke dalam kamarnya. Ia menutup pintu dengan kencang saking takut nya, ya takut! Takut membayangkan malam pertamanya dengan gaun tipis itu.
BLUGHH..
Suara pintu tertutup keras, Davino hanya menggelengkan kepala melihat tingkah anak kecil yang jadi istrinya itu.
Harusnya dia bisa dapat jatah malam pertama sekarang, tapi mengingat istrinya masih kecil, boro-boro dapat malam pertama, yang ada dia akan dibuat pusing dengan tingkah polosnya Samira. Padahal umurnya sudah 32 tahun, dan selama itu pula dia menahan hasratnya, berharap bisa menikah dan mempraktekkan segala film biru yang sering ia tonton. Tapi nyatanya NIHIL!!. Samira bisa langsung kabur kalau di ajak malam pertama sekarang.
~~~~~~~~~~
Cklek..
Davino melangkah masuk. Matanya tidak menemukan sosok Samira. Tapi dia menemukan ada yang bergerak tidak beraturan di balik selimut.
Davino melangkah mendekat, dan benar saja Samira ada dibalik selimut itu. Derap langkah Davino terdengar makin dekat dan membuat deguban jantung Samira langsung berdentang semakin keras.
Tangan Davino sudah terulur untuk membuka selimut itu. Kira-kira Samira sedang apa di sana, sampai gerakannya seperti orang gelisah.
"Sam.. " Tegur Davino.
"Om jangan Om!! Om pleaseee… Jangan Om. "
Samira mendekap erat selimut itu di dadanya. Ia tidak membiarkan Davino menyibak keseluruhan permukaan selimut.
"Jangan? Jangan apa maksud kamu? " Tanya Davino heran. Ia bisa melihat dengan jelas ada butiran keringat di dahi Samira. Apakah Samira sedang gugup atau merasa gerah? Tapi kan kamar itu ber-AC. Rasanya sangat mustahil jika Samira kegerahan.
"Jangan itu dulu. Aku belum siap. "
Ohh itu. Davino tersenyum kecil. Ternyata istri kecilnya sedang ketakutan. Mungkin Samira takut dirinya aku akan mengajak Samira melakukan malam pertama seperti pengantin pada umumnya.
Lucu juga, batin Davino.
" 'Itu dulu' apanya? Bicara yang jelas Samira. " Tegur Davino pura-pura tidak mengerti.
"Enghhh… jangan malam pertama dulu. Aku belum siap Om. " Suara Samira terdengar sangat lesu.
"Memangnya kenapa? Aku kan suamimu. " Davino merangkak ke atas ranjang tepat di atas paha Samira, seketika gadis itu langsung membeku. Samira seperti nge-lag begitu saja. Rasa gugup dan takut menyatu dalam dirinya.
"Ehh! Om apaan sih! Minggir! " Samira mencoba menetralkan detak jantungnya. Tangannya juga sedikit tremor karena tubuhnya sangat dekat dengan Davino. Baru kali ini, iya! baru kali ini Samira sedekat itu dengan seorang laki-laki. Ditambah Davino itu laki-laki dewasa, membuat aura di sekeliling semakin mencekam bagi Samira.
Davino masih tidak beranjak. Lucu juga punya istri seperti Samira, belum di apa-apain aja sudah sangat ketakutan. Gimana kalau Davino benar-benar meminta haknya coba. Davino merasa gemas melihat wajah cantik istrinya yang begitu panik dan ketakutan.
"Bukannya minggir malah senyam senyum. Om minggir dong! "
"Bilang saja kamu mau raba-raba dada saya. Mau langsung juga boleh. " Davino berlagak akan membuka bajunya, sontak Samira langsung menarik tangannya yang ada di dada Davino.
"OMMMM!!!!!! "
"Hahahahhahah.. " Davino tergelak keras, dan mulai beringsut dari paha Samira. Dia memposisikan tubuhnya di samping Samira sambil memenggangi perutnya karena masih tertawa.
Tatapan tajam mulai Samira lontarkan, Davino sangat menyebalkan padahal mereka tidak saling kenal untuk bisa bercanda seasik itu, batin Samira.
"Santai aja Samira, saya gak bakal lagi ngajakin kamu malam pertama sekarang, lagian anak kecil kaya kamu mana bisa paham begituan? Hahahaah… "
Agaknya Samira semakin kesal saja mendengar penuturan suaminya, Davino terlalu merendahkannya.
"Hahaha,, sudah sudah jangan di fikirkan. Jangan gugup. Lebih baik kamu belajar yang giat sebelum nanti tes masuk universitas, disini tidak mudah untuk bisa masuk ke jurusan yang kamu mau. Kamu harus pintar Samira. "
Bibir Samira kumat kamit dengan sumpah serapahnya, candaan Davino tidak lucu baginya. Laki-laki itu membuat jantung nya hampir mencuat keluar dari tubuh Samira meski hanya duduk di atas pahanya. Samira masih se sensitif itu jika Davino tau.
"Jangan kaya gitu lagi ya Om. Jangan kaya anak kecil! " Ketus Samira.
"Kamu yang anak kecil, kalau saya sudah dewasa. " Balas Davino enteng, tapi memang kenyataan nya seperti itu kan?
"Terserlah, aku ini sudah dewasa, sudah punya KTP! "
"Masa sih? Kalau sudah dewasa apa sudah bisa melakukan adegan dewasa? "
Bughhh…
Samira melempar bantal ke arah Davino. Tapi itu hanya mengenai perut Davino saja, sama sekali tidak sakit.
"Dasar om-om mesum!! "
Samira meregangkan tubuhnya. Ia menatap ke sisi ranjang yang nampak kosong. Kemana Davino? Batin Samira. Namun tidak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Davino yang sudah memakai celana panjang nya dengan handuk yang dilebarkan di bagian dada untuk menutupi area itu. Untung saja Davino tidak bertelanjang dada, tidak seperti adegan-adegan yang pernah Samira tonton di dalam drama. "Sudah bangun. Kamu mau masak sendiri atau pesan sarapan saja? " Tanya Davino sambil mengeringkan rambutnya didepan cermin. "Ada roti Om? ""Ada.""Telur? ""Ada, ""Mentega? ""Ada, ""Kalau keju? ""Terlalu banyak tanya, kamu bisa cek sendiri di kulkas, semua tersedia di sana. " Samira benar-benar bawel padahal ini masih pagi, batin Davino. "Oke oke. Om mau kemana? ""Saya harus kerja, kamu bisa kan urus keperluan mu sendiri? Jangan keluar rumah, nanti kalau nyasar saya yang repot. ""Bisa sih. Tapi kan aku mau persiapan daftar kuliah Om. Katanya Om bakal bantuin aku? ""Saya sudah at
"Kenapa lagi sih Samira? Kenapa kamu masih nangis saja? Barusan kan sudah makan? Kamu masih lapar?!! " Davino menatap Samira dengan tatapan kesalnya.Samira menggeleng tapi isak tangisnya masih terdengar. Padahal sudah makan banyak tapi tetap saja dia masih menangis. Begitu batin Davino."Tolong ya,, sudahi nangis mu itu Mir. Saya harus istirahat, besok harus kerja lagi. Kalau kamu nangis terus, kualitas tidur saya jadi terganggu Samira! " Haduh, lagi-lagi Davino merasa heran dengan Samira yang hobi nya menangis tidak jelas itu. Ini kan sudah malam. Harusnya kalau tidak bisa menyenangkan suami ya tidur saja, jangan nambah cenat cenut di kepalanya."Aku kangen mamah papah.. Hiksss. " Kata Samira persis anak kecil sambil memeluk bantal dan melihat foto kedua orang tuanya di ponsel miliknya."Astaga! Kalau gak bisa jauh dari orang tua kenapa milih kuliah di Jerman? ""Tapi itu juga cita cita aku… hikss… ""
"Berkas yang aku minta kemarin sudah kamu siapin belum Ra? " Tanya seseorang bernama Raja.Raja memiliki paras tampan dengan kulit putih dan kemerahan. Terdapat freckles di bagian pipinya menghiasi ketampanannya. Giginya rapih dengan senyumnya yang manis. Usianya sekitar tiga tahun di atas Samira, tepatnya 21 tahun.
"Kak, emang kakak gak ada kelas apa? sampai ajak aku keliling kampus gini? " Tanya Samira mengekor di belakang tubuh Raja. Hari ini tiba-tiba tanpa sebuah pesan. Raja menjemput gadis cantik itu. Katanya, ia ingin memperkenalkan setiap sudut kampus pada Samira. Berhubung Samira belum di sibukkan dengan kegiatan mahasiswa baru, jadi ini waktu yang tepat untuk Samira meluangkan waktunya. "Kelasku besok, hari ini kosong. Tapi besok langsung full. " Jawab Raja. "Fakultas kedokteran ada di lantai 7." Kata Raja sambil menekan angka 7 di dalam lift. Ting! Samira hanya menjadi buntut dan pendengar yang baik. Tidak perlu banyak tanya karena Raja sudah menjelaskan dengan detail setiap sudut di sana. Raja sangat cocok menjadi tour guide. Bahasanya cukup jelas dan mudah di mengerti. Apalagi dia sangat asik di ajak berbincang, menurut Samira. Pembawaan Raja sangat friendly, membuat rasa sungkan itu memudar dengan perlahan, nampaknya Samira sudah mulai bisa mengakrabkan diri dengan Raja. "Nah
Bibir ranum itu terngiang-ngiang dalam benak Davino. Iya, bibir Samira, yang teramat menggoda apalagi saat dipandang ketika istrinya sudah terlelap. Karena hanya saat itu, Davino bisa menatap Samira semaunya. Harus Davino akui, jika istrinya memiliki paras yang cantik dan aduhai. Tubuhnya terbilang pas dengan tinggi 163 cm, dengan buah dada yang ditaksir berisi dan sekal dibalik piyama tidurnya. Apalagi bagian pinggul yang terlihat seperti gitar Spanyol. Ada rasa ingin meraba dan mengelus setiap lekukan di sana, namun untuk saat ini bisa memandang Samira sebebas ini saja rasanya sudah cukup. Jika Davino memaksakan kehendaknya, bisa habis dia dihajar gadis kecil itu. Bukan kecil fisiknya, tapi fikiran nya yang terbilang masih seperti anak kecil jika dibandingkan dengan Davino yang sudah matang di usia kepala tiga. Meski teramat menguji iman suami, namun Davino tetap menahan sampai waktu itu tiba. Daun muda memang lebih segar dan menggiurkan kan? Batin Davino dengan senyuman mesemnya
"Oh aku mengerti, ini soal harga diri bukan perasaan. Yakan? " Kata Samira tajam. "Lalu apalagi? Kan kamu sendiri yang bilang kalau kita tidak saling cinta! "Degghhh, Samira seperti terkena pukulan dari lidah nya sendiri. "Oke! Kalau begitu sepertinya akan ada perceraian nanti, cepat atau lambat! " Samira menatap tajam Davino. Sementara mata Davino menatapnya nyalang memancarkan aura kemarahannya. Dia sangat tidak suka jika Samira membawa kata cerai dalam pernikahan mereka. Bukan karena sudah mencintai, tapi agaknya itu sangat tidak pantas di ucapkan pada usia pernikahan yang baru seumur jagung. "Jaga ucapanmu Samira! ""Kenapa? Kita tidak saling mencintai bukan? Jadi hubungan ini tidak perlu seserius itu kan Om?!""Ini bukan masalah cinta Samira! Kita sudah membangun ikatan resmi. Tidak bisa kamu bertindak semaumu! "~~~~~~~~~~~~~"Suntuk banget? " Raja memperhatikan raut Samira yang tidak seperti biasanya. Wanita itu lebih banyak diam dari biasanya. Sesekali Samira tertangkap
Davino mencoba menerima penolakan istrinya dengan lapang, dia tidak boleh menyerah begitu saja. Samira pasti bisa ia luluhkan. Bukankah begitu hakikatnya? Perempuan hanya butuh di luluhkan agar bisa tunduk dan menurut, mungkin begitu juga dengan Samira. Davino hanya harus lebih bisa bersabar untuk bisa mendapatkan istrinya seutuhnya. "Samira, saya tau kamu belum tidur. " Davino memandang lamat tubuh Samira yang membelakangi nya. Jauh di ujung ranjang, seolah jarak memang sengaja di bentang oleh istrinya, Samira memang tidak ingin berdekatan dengan dirinya. Ada rasa ngilu di hatinya saat Davino menerka semuanya. Samira masih diam tidak menjawab, meski sebenarnya dia mendengar ucapan suaminya. Entah apa yang di fikirkan Samira sampai membuat space dalam hubungan mereka. Tidak bohong, tubuh Samira yang dipandangi dari belakang benar-benar menggugah selera Davino. Lekukan tubuhnya begitu jelas dipandangi. Pinggul nya
POV Samira"AHH AHH AHHHH.. ""AKHHHH ARGHH!!!... ""OHH SHIT!!! OUGHHH?? "Samar-samar aku mendengar sesuatu begitu nyata sampai mengusik tidurku. Semakin lama desahan itu semakin nyata, dan semakin membuat tidurku jadi terganggu. Ku beranikan untuk membuka mataku meski rasanya begitu berat. Entah suara darimana itu namun hatiku begitu takut saat telingaku semakin jelas mendengar itu semua. Ternyata bukan suara samar, itu Terdengar begitu jelas ketika mataku sudah terbuka dan nyawaku sudah terkumpul. Astaga! Kemana Om Davino? Hatiku mulai berdetak kencang, fikiranku berkelana tak karuan sementara suara itu masih terdengar sangat nyata. Apa jangan jangan itu suara Om Davino? Tapi dia kenapa? Jujur saja, aku begitu panik karena overthinking. Aku takut ada orang yang jahat yang sedang melukai Om Davino di dalam kamar mandi. Ya! Suara i