Share

Terjebak Pernikahan Tak Diinginkan
Terjebak Pernikahan Tak Diinginkan
Author: Pena Xaviera

Menikah Solusinya

‘’Pahh! Aku sudah besar. Pokoknya aku ingin kuliah di Jerman sesuai cita-citaku dulu!’’

‘’Tidak bisa Samira! Kamu anak perempuan papah! Apalagi kamu anak satu-satunya! Papah tidak bisa melepasmu begitu saja di sana!’’

‘’Pah, please! Aku mohon…aku janji aku bisa jaga diriku di sana pah.’’

‘’Tidak ada yang tau kehidupan mu di sana sayang, papah tidak akan tenang jika kau hidup sendirian di sana. ’’

‘’Tapi kuliah di Jerman adalah impianku pah!’’ tatap Samira dengan genangan air mata di pelupuk matanya.

Ya! dia adalah Samira Aretha, gadis berusia 18 tahun yang baru saja lulus SMA, kini Samira tengah menentukan kampus mana yang akan ia pilih untuk melanjutkan perguruan tingginya, namun beribu sayang, orang tuanya melarang Samira untuk melanjutkan pendidikan di kampus impiannya, yaitu Techincal University of Munich jurusan kedokteran sesuai dengan cita-citanya.

Sedari duduk di bangku SMP, Samira sudah memimpikan akan mengejar pendidikan jurusan kedokteran di Jerman, dia bahkan sudah menghafal seluk beluk di kampus sana meski hanya dari internet saja, bahkan Samira sampai ikut les Bahasa Jerman agar bisa hidup nyaman di sana jika ia sedang menempuh pendidikannya, terbukti sekarang, lidah Samira sudah lihai jika di ajak berbincang dengan Bahasa Jerman.

‘’Pah, pokoknya aku tidak akan melanjutkan pendidikanku jika aku tidak boleh kuliah di Jerman!’’ tegas Samira. Ia masih mengupayakan masa depan impiannya. Semua orang punya impian bukan? Begitu juga dengan Samira.

Begitulah anak semata wayang Papah Abraham dan Mamah Wulan, Samira masih kekanakan dan tidak bisa berfikir panjang. Itulah yang membuat Papah Abraham ragu untuk memberikan ijin putrinya pergi ke Jerman, apalagi dengan waktu yang cukup lama.

Hening…

Suasana di ruang makan itu hening, hanya ada suara isak tangis Samira sambil berusaha menelan makanan yang ia kunyah meskipun terasa begitu mengganjal di tenggorokannya. Samira merasa lapar meski sedang menangis, jadilah dia makan sambil menangis.

‘Kekanakan’ Gumam sang papah Abraham.

‘’Baiklah, kau boleh kuliah di Jerman, asal…’’’ kalimat itu masih menggantung, sementara raut wajah Samira sudah senang menyambutnya.

PFTTTT.... 

Tanpa sengaja Samira memuncratkan isi mulutnya, karena saking senangnya mendengar kalimat dari laki-laki paruh baya yang menjadi Papahnya itu.

‘’Yuhuuuu! Asikkkkk..!’’ kata Samira sambil mengangkat kedua tangannya ke atas.

‘’Jangan senang dulu Samira! Papah masih punya syarat untukmu!’’ tegas Papah Abraham.

‘’Apa itu baginda rajaku? Pasti Samira akan lakukan, asal aku bisa kuliah di Jerman, Yuhuuuuuu...’’ Samira berbicara dengan gaya yang dibuat-buatnya.

‘’Sebelum kamu kuliah di sana, kamu harus menikah terlebih dahulu, ’’

Duarrrr!!!!

Hati Samira tercekat mendengar syarat yang diajukan papahnya, apa sampai segitunya demi bisa melanjutkan pendidikan di kampus impiannya? Ini beneran atau hanya gertakan sih? Fikir Samira.

‘’Kenapa harus menikah dulu? Aku akan menikah jika sudah menyelesaikan pendidikanku di Jerman pah. ’’ Samira jelas merasa keberatan.

Menikah? Di umur 18 tahun? Gila! Begitu batin Samira. Sekarang rasanya bukan ia yang kekanakan. Melainkan Papahnya yang bertingkah seperti anak-anak, bahkan masa depannya masih panjang untuk bisa sampai ke jenjang pernikahan.

‘’Tidak ada penolakan jika kau ingin kuliah disana, papah harus memastikan ada yang menjagamu agar papah dan mamah bisa tenang di sini. ’’ Tukas Papah Abraham.

‘’Pah jangan ngaco!’’ sarkas Samira.

‘’Papah Serius!’’ balas Papah Abraham.

‘’Lalu siapa yang akan menikah denganku pah? Apa laki-laki itu tidak memiliki pekerjaan sampai harus menjagaku di sana?’’

‘’Justru karena dia juga bekerja di Jerman makanya papah menyuruhmu untuk menikah dengannya. ’’

‘’Tapi apakah papah yakin dia mau menikahiku?’’ Samira masih terus menyuarakan keraguannya.

Pernikahan dini tidak boleh terjadi di kehidupannya. Usianya masih muda. Jalannya masih panjang. Begitu fikir Samira.

‘’Orang tuanya adalah kerabat papah, kami sudah membicarakan ini sebelumnya, awalnya papah menolak usulan mereka untuk menjodohkanmu dengan putranya, karena usiamu masih terbilang cukup muda. Namun jika kau memaksa untuk berkuliah di Jerman maka papah akan menerima tawaran mereka. ’’

‘’Tapi pah, aku masih ingin kuliah. ’’

‘’Justru karena kamu ingin berkuliah di sana, makanya harus ada yang menjagamu sayang. ’’ kini tatapan Papah Abraham mulai menyendu, tapi tidak dengan keputusannya.

‘’Papah tega..hiksss...’’

Samira langsung meninggalkan meja makan, meninggalkan Papahnya yang masih terdiam dan memikirkan semuanya.

.

.

.

‘’Papah yakin?’’ Tanya sang istri.

‘’Yakin mah, bagaimana keadaan ibu tadi?’’

‘’Syukurlah kondisi Ibu sudah membaik, Ibu juga menitipkan salam untukmu dan Samira’’

‘’Syukurlah kalau begitu, akhir pekan ini kita jenguk Ibu bersama, sekalian papah akan membicarakan tentang perjodohan Samira. ’’

‘’Tapi apa tidak terlalu muda pah, jika Samira harus menikah di usianya yang baru 18 tahun?’’

‘’Ini yang paling aman mah, kita tidak tau kehidupan seperti apa yang akan Samira lalui jika tidak ada yang mengawasinya di sana. ’’

‘’Kalau untuk mengawasi, kirim saja bodyguard untuk memantau pergaulannya pah,'’

‘’Apa mamah bisa yakin dengan bodyguard itu? tidak ada yang bisa di percaya mah, apalagi jika mereka tidak memiliki status yang terikat. Papah tidak ingin ada hal buruk yang menimpa Samira, makanya papah memilih keputusan yang terbilang aman mah. ’’

‘’Hufhhhh, mamah juga jadi bimbang pah. Lalu Samira bagaimana?’’

‘’Dia menangis, coba mamah cek ke kamarnya. Papah juga akan coba menghubungi Andrew untuk membicarakan ini. ’’

‘’Baik pah.'’

.

.

.

Tok Tok Tok,,

‘’Sayang, boleh mamah masuk?’’

‘’Iya mah, hikss..’’ Samira masih menangis di atas kasurnya, gumpalan tisu sudah memenuhi atas kasurnya bahkan ada beberapa yang terjatuh ke lantai, hal itu menunjukkan betapa banyak air mata dan ingusnya keluar mengiringi kesedihannya.

Kenapa ia dipersulit untuk menempuh pendidikannya, bukankah seharusnya orang tuanya bangga, jika Samira memiliki cita-cita mulia yaitu menjadi seorang dokter? Fikir Samira.

‘’Mamah tau, ini pilihan yang sulit untukmu sayang. ’’ kata Mamah Wulan seraya mengelus punggung sang anak gadisnya, mencoba memberikan ketenangan untuk Samira.

‘’Sudah tau ini pilihan sulit. Lalu kenapa papah meminta hal itu untukku hiksss.hiksss..’’ tangis Samira semakin menjadi-jadi.

‘’Papah ingin yang terbaik untukmu sayang. ’’ meski kalimat itu terucap dari bibir Mamah Wulan, tapi tetap saja hatinya pun berat menerima keputusan sang suami.

Anak gadisnya baru saja beranjak dewasa, sementara menikah bukan pilihan yang mudah. Tapi membiarkan Samira tinggal di Jerman dalam waktu yang lama pun tidak menjamin keamanan untuknya. Pergaulan bebas pasti ada di sekitar Samira, bukan dia tidak mempercayai anaknya. Tapi tetap saja sebagai orang tua, mereka harus berjaga-jaga dan menjaga Samira agar tidak terjerumus pada hal yang tidak baik.

‘’Terbaik apa nya mah? Hikss..hikss.. tidak ada sesuatu yang menyiksa bisa dikatakan yang terbaik. ’’ dia mencengkram tisu yang ada di tangannya. Hatinya semakin hancur takkala Mamah Wulan justru ikut menyetujui permintaan konyol papahnya.

‘’Hufhhhh, kamu masih bisa mundur sayang. ’’

‘’Tapi kuliah di Jerman adalah impian ku mah, It’s my dream!’’ Samira mulai bangkit dan mengambil posisi duduk. Ia menatap Mamah Wulan dengan mata sembabnya. Berharap Sang Mama bisa dengan jelas melihat kesedihan yang dibuat oleh papahnya sendiri.

‘’I know, tapi mamah juga khawatir kalau kamu hidup sendirian di sana sayang. ’’ berat! Iya itu juga berat bagi Mamah Wulan.

‘’Belum di coba saja sudah pada khawatir hikss..’’

‘’Karena kamu anak kesayangan kami, papah dan mamah tidak ingin kamu salah pergaulan di sana, kami tidak bisa memantau teman-temanmu sayang. Apalagi jika kamu sakit disana, siapa yang akan mengurusmu? Berpikirlah panjang untuk kedepannya. ’’

‘’Mamah sama saja! Mamah tidak bisa mempercayaiku hiksss..hiksss..’’ isak tangis Samira semakin menjadi, tapi Mamah Wulan juga tidak bisa meredakannya.

‘’Bukan begitu, mamah hanya tidak bisa membiarkanmu hidup sendirian tanpa seseorang yang bisa menjagamu disana sayang,'’ ujar Mamah Wulan dengan selembut mungkin.

‘’Mah, tapi aku belum siap jika harus menikah?’’

‘’Kalau begitu kuliahlah di sini saja. ’’

‘’Tapi aku ingin di sana mah, ’’

‘’Kalau itu pilihanmu, maka menikah solusinya, maafkan mamah dan papah. Ini semua demi kebaikanmu, ’’ kata Mamah Wulan.

‘’Hiksss…Hiksss… seperti apa orang yang akan menikahiku mah?’’

Mengalah, ya solusinya Samira harus mengalah pada orang tuanya demi bisa berkuliah di kampus impiannya. Tidak masalah dia menikah, nanti setelah lulus Samira bisa bercerai dari suaminya dan mencari sosok laki-laki yang dicintainya, anggaplah begitu. Fikir Samira mencoba menenangkan hatinya. Meski sebenarnya itu masih terlalu berat untuk nya.

Seperti itulah gambaran Samira, dia masih kekanak-kanakan dan berfikir dengan mudah untuk menghalalkan segala cara. padahal dunia pernikahan tidak semain-main itu, ada janji suci yang di ucapkan ketika pernikahan berlangsung. Samira masih belum mengerti tentang itu. dia hanya berfikir mudah untuk dirinya sendiri.

‘’Samira, bagaimana keputusanmu?’’ Tanya Papah Abraham muncul di balik pintu.

‘’Baiklah, demi bisa kuliah di Jerman dan cita-cita ku. aku menyetujui syarat dari papah hiksss…'’ Kata Samira masih mengeluarkan air matanya.

"Bagus kalau kamu setuju, papah juga barusan sudah menelfon Om Andrew dan Tante Maya. ’’

‘’Mereka siapa pah?’’ Tanya Samira,

‘’Calon mertuamu. ’’

Deghh.... 

Calon mertua? 

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Azkania Azkania
ceritanya mnarik. ...
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status