Rolls-Royce Phantom yang dikemudikan oleh Kenzo memasuki komplek perumahan. Keisya mengenali komplek perumahan ini. Aarden Townhouse. Setahu Keisya, harga rumah di sini tidak murah. Aarden jelas membuat kompleks perumahan ini untuk para kaum elit. Fasilitas yang diberikan juga sepadan dengan harga yang dipatok.
Mereka tiba di depan rumah dengan gaya minimalis berlantai dua. Jika dibandingkan dengan rumah keluarganya, rumah ini kemungkinan hanya berkisar separuh luas rumah milik papanya. Tapi rumah itu jelas sangat nyaman. Apalagi dengan taman kecil yang ada di halaman depan. Tepatnya di sebelah carport. Rumput gajahnya dipangkas dengan rapi. Ada pula kolam ikan dengan air mancur yang bergemericik. Kenzo turun terlebih dahulu dan langsung menuju bagasi mobil untuk mengeluarkan koper mereka. Setelah menginap sehari di rumah orang tua Kenzo, keduanya ke rumah Keisya untuk mengemas barang-barang dan menyewa jasa pindahan. “Ini Bi Iin. Yang bantu bersih-bersih dan masak di sini.” Ujar Kenzo pada Keisya untuk mengenalkan asisten rumah tangga yang selama ini bekerja untuk mengurus rumah yang diberikan oleh papanya. Kenzo sudah diperkenalkan dengan Bi Iin jauh sebelum ia menikah dengan Keisya. Ya, walaupun tidak sesering bertemu seperti paapanya, namun Kenzo cukup mengenal Bi Iin. ART-nya itu tidak tinggal di sini, tapi akan datang setiap harinya. Datang sewaktu pagi dan pulang sore harinya. “Selamat datang, mas-mbak.” Keisya memberikan senyum pada perempuan yang ia taksir seumuran dengan mamanya. “Ayo saya tunjukan kamar kamu.” Rumah ini memiliki total 4 kamar tidur. Satu kamar tidur utama, dua kamar tamu, dan satu kamar tidur untuk ART di sebelah ruang dapur. “Ini kamar kamu. Jika kamu ingin mendekor ulang kamar ini, jangan sungkan. Kamu bisa merombaknya sesuai dengan yang kamu mau.” Mata Keisya mengedar ke seluruh penjuru ruangan. Kamar ini memang terlihat begitu maskulin. Sprei kasurnya saja berwarna biru dongker. Tapi nanti begitu barang-barang Keisya masuk, ia yakin kamar ini tidak akan bernuansa maskulin lagi. Jadi ia rasa tidak ada yang perlu dirombak. “Kamu mau makan apa untuk malam ini? Saya akan bilang pada Bi Iin untuk memasak sesuatu.” “Aku bisa makan apapun.” Kenzo mengernyitkan alisnya, membuat Keisya memicingkan mata dengan reaksi pria itu. Memangnya Keisya harus menyebutkan spesifikasinya mau makan apa? Saat ini Keisya memang tidak menginginkan sesuatu yang terkhusus. Ia bisa makan apapun selama itu bisa dimakan. “Yakin?” “Memangnya kenapa?” “Tidak apa-apa. Biasanya perempuan punya pantangan sendiri. Makanan yang bisa membuat berat badan mereka naik. Hal-hal seperti itu.” Kenzo tidak hanya asal bicara. Ia lihat sendiri bagaimana dulu Alya pilih-pilih makanan yang berkalori rendah agar tidak menambah lemak di tubuh katanya. Alya terkadang bisa terobsesi sekali untuk diet yang membuat Kenzo kadang-kadang jengkel setengah mati. *** Keisya menggulir-gulir layar ponselnya untuk mengecek surel, barangkali ada pekerjaan yang bisa dikerjakan. Ia memang meliburkan diri selama seminggu sebagai libur pernikahannya. Sedangkan Kenzo, Keisya tidak tahu berapa lama libur laki-laki itu. Yang jelas sampai hari ketiga setelah pernikahan mereka, Kenzo belum berangkat ke kantor. Bi Iin sudah pulang ke rumahnya setelah memasak makan malam untuk pasangan pengantin baru itu. Keisya sekarang sedang berguling-guling sembari membalas pesan Olla yang mengatakan jika sahabatnya itu sudah merindukan keberadaan Keisya di kantor. Ia melirik jam yang ada di dinding depan ranjang. Tepatnya di sebelah televisi yang menggantung di dinding. Sudah pukul 9 malam. Sedari tadi Keisya melihat kearah pintu kamar Kenzo, namun tidak ada tanda-tanda Kenzo masuk ke kamarnya. Kemana pula laki-laki itu? Keisya merasa haus. Perempuan itu mengeluarkan tubuhnya dari selimut lalu memakai sandal rumahnya. Ia berniat untuk mengambil air minum untuk diletakkan di nakas, agar saat di malam hari ia merasa haus, Keisya tidak perlu turun ke dapur lagi. Saat mencapai dapur, ia baru melihat sosok Kenzo. Suaminya itu sedang membuat kopi di meja dapur. Keisya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat hal itu. Ini sudah memasuki jam malam dan laki-laki itu justru membuat kopi. “Kamu sedang apa?” “Kamu tidak lihat saya sedang apa?” jawaban ketus itu keluar dari bibir Kenzo. Ia melengos begitu saja tanpa memandangi wajah istrinya sama sekali. “Ini sudah malam. Apakah kamu yakin ingin membuat kopi?” Keisya kembali bertanya. Ya, walaupun ujung-ujungnya pertanyaannya hanyalah angin lalu bagi Kenzo. Gilanya adalah Keisya tetap mengomentari Kenzo yang malam-malam membuat kopi, padahal jika ia ingin tahu membuat kopi adalah kebiasaan Kenzo di setiap malamnya. “Kamu bisa diam tidak? Lagipula ngapain sih malam-malam kesini. Seharusnya kamu tidur di kamar kamu, bukan malah kesini.” “Ya, aku hanya aus dan mau ambil minum. Memangnya tidak boleh?” “Up to you.” Keisya ini benar-benar tidak ada takutnya sama sekali dengan Kenzo. Padahal tatapan maut Kenzo sudah ia keluarkan sejak Keisya mengganggunya tadi. Namun tetap saja, Keisya malah bertingkah konyol guna berniat mengajak Kenzo bercanda. Karena setiap hari pemandangan di wajah pria itu hanyalah kaku dan juga dingin. Keisya ingin merubahnya. Maka dari itu ia memiliki banyak cara untuk mengajak Kenzo berinteraksi. “Ken, ini sudah malam. Apa tidak sebaiknya kamu tidur saja?” “Tidak usah mencampuri urusan saya. Di surat kontrak nikah sudah saya jelaskan bahwa masing-masing dari kita tidak boleh ikut campur. Saya yakin kamu paham.” “Aku paham, cuma…” “Sudahlah. Lebih baik sekarang kamu masuk ke kamarmu, dan tidur. Jangan mengganggu saya malam ini.” ujar Kenzo yang tiba-tiba menyerobot ucapan Keisya. Keisya menyerah. Ia benar-benar tak tahu harus bicara bagaimana lagi dengan Kenzo. Suaminya itu memang keras kepala. Padahal Keisya hanya peduli padanya. Ia tak mau melihat Kenzo kecanduan kopi yang pada akhirnya membuat tubuhnya menjadi kurang baik. Kenzo melihat tangga yang berada di rumahnya. Memastikan jika istrinya itu sudah benar-benar masuk ke dalam kamarnya. Malam ini, Kenzo tidak ingin diganggu oleh siapapun. Karena malam ini ia ingin kembali dalam khayalannya tentang Alya yang pergi meninggalkannya. “Always beautiful.” Layar laptop menampilkan foto Alya disuatu tempat. Alya bergaya layaknya model yang membuat Kenzo sangat menyukainya. Ia bahkan masih ingat wangi kesukaan wanita itu. Warna dan makanan kesukaannya pun Kenzo masih mengingatnya. “Aku nggak bisa tidur, Al. Kamu mau kan nemenin malam aku?” tanya Kenzo. Laki-laki itu bertingkah seolah-olah kalau Alya berada di hadapannya saat ini. Kenzo mungkin sudah ditingkat stres bila tiap malam ia terus begini. “Aku kangen, Al. Kangen banget. Kangen nemenin kamu belanja, kulineran, dan masih banyak lagi. Aku pengen waktu datang lagi buat kita berdua tanpa ada orang lain di dalamnya. Tapi apakah bisa? Aku cape, Al. Hidupku sekarang tidak seindah saat bersama kamu dulu. Rasanya aku ingin menyerah. Aku harus apa, Al?” “Hari ini, aku dan perempuan itu resmi tinggal di satu rumah yang sama. Meskipun kamar kita berbeda, tetapi aku masih belum nyaman jika ada perempuan lain yang aku lihat, selain kamu berada dalam satu rumah. Dia memang cantik. Tetapi kecantikannya mengalahkan keindahan kamu. Aku tidak suka dengannya. Dia terlalu mencampuri urusanku denganmu. Rasanya aku ingin bilang ke papa kalau aku ingin cepat-cepat bercerai dengannya. Tapi rasanya itu tidak mungkin kalau saat ini.” Kira-kira begitulah curhatan hati isi Kenzo. Tanpa sepengetahuan Kenzo, ternyata Keisya mendengar semua ucapannya. Dibalik dinding di dekat tangga, Keisya sengaja menguping karena ia yakin jika Kenzo akan melamunkan Alya seperti malam-malam biasanya. Sakit hati. Mungkin itu yang saat ini bisa menggambarkan sosok Keisya. Hatinya patah selepas mendengar Kenzo berbicara dengan foto Alya. Ia benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan di saat-saat seperti ini. Dirinya hanya bisa menangis, dan mengadu kepada tuhan agar Kenzo dibukakan pintu hatinya.Sore ini, sepulang bekerja Kenzo ada janji dengan teman-temannya. Siapa lagi jika bukan Verel dan Andra. Sudah lama mereka tidak kumpul karena Kenzo yang sebelumnya disibukkan dengan rencana pernikahan dan memperbaiki perusahaan milik keluarga istrinya yaitu Adiasta Group. Kenzo sudah mengabari Keisya jika hari ini ia akan terlambat menjemputnya tetapi Kenzo sendiri pastikan tidak akan sampai larut malam. Maka dari itu Kenzo meminta Keisya untuk bersantai lebih dulu di rumah Olla agar istrinya itu tidak terlalu stres dengan datang bulannya, dan nanti ia akan menjemputnya . Laki-laki itu menyunggingkan senyum saat Keisya membalas pesannya dan mengatakan agar Kenzo membelikannya martabak manis saat menjemputnya. “Si pengantin baru senyum-senyum terus. Habis dikirimin pap sama istri ya?” Sindir Verel dengan nada jenaka. Terlihat sekali jika Kenzo salah tingkah setelah mendengar guyonan itu. “Nggak usah salting kali. Apa gue bilang. Lo pasti jatuh pada pesona seorang Keisya. Dia itu ca
Keisya bangun dari tidurnya dengan rasa nyeri mendera perut bagian bawahnya. Begitu sampai di kamar mandi, perempuan itu menyadari jika dirinya sedang datang bulan. Astaga, ia lupa belum menyetok pembalut di rumah ini. Dan perutnya amat sakit sekarang. Keisya terduduk lemas di kloset yang tertutup. Saat kembali, Kenzo sudah tidak ada di kamarnya. Keisya mencari-cari suaminya tapi ia tak menemukannya di sudut ruangan manapun. Hingga akhirnya Keisya memutuskan untuk ke kamar tamu untuk meminta tolong kepada mamanya. Pada saat Keisya sedang berjalan mendekati ruangan tersebut, Kenzo melihat perempuan itu. Laki-laki itu bahkan terlihat sudah rapi. Matanya mengikuti gerakan tubuh Keisya yang keluar dari kamarnya mendekati kamar tamu dan segera mengetuknya. Kenzo menyadari ada yang aneh dari istrinya. Ia beberapa kali mendengar ringisan dari perempuan itu. Posisi berdirinya juga aneh, sedikit membungkuk dan tangan meremas pinggang. “Ada apa?” Kenzo bertanya. Ia sedikit terkejut saat me
Mobil Kenzo terparkir di carport. Itu artinya Kenzo sampai lebih dulu dari pada dirinya. Begitu sampai dirumah Keisya ingin segera membersihkan tubuhnya yang terasa lengket di kamar mandi kamarnya. Sayangnya bayangan tentang berendam sejenak buyar saat langkah kakinya harus terhenti karena menjumpai seseorang di depan pintu. Melihat siapa yang menjumpainya itu, suasana hati Keisya menjadi masam. “Oh lihat, siapa yang datang. Mama dan papaku.” Di lain sisi, Kenzo juga terkejut mendapati keberadaan sang mertua. Laki-laki itu menundukkan kepalanya dan tersenyum tipis sebagai sapaan. “Selamat sore, ma, pa.” Sapa Keisya dan Kenzo bersamaan ramah pada mama papanya yang berdiri memandangi pasangan itu. “Hai, honey. Mantu ganteng dan anak cantik mama apa kabar?” “Baik ma.” Keisya tidak banyak bertanya. Perempuan itu mengangguk. Saat menoleh ke samping lagi untuk melihat keadaan Kenzo, dada suaminya sudah tidak kembang kempis seperti sebelumnya. “Kami keatas dulu, ma. Nanti biar kakak
Kenzo dan Keisya. Hubungan pernikahan mereka masih berjalan kaku selama beberapa hari ini. Mereka masih seperti dua orang yang dipaksa untuk tinggal satu rumah yang sama. Sebatas itu. Kenzo memasuki ruang makan. Di sana sudah ada Bi Iin yang cekatan menghidangkan menu sarapan. Kenzo adalah ripe orang yang membutuh kan makanan berat untuk sarapan, jadi harus selalu ada nasi di pagi hari. Tidak hanya ada Bi Iin, pagi ini ada juga Keisya yang berpenampilan rapi. Perempuan itu memakai kemeja berwarna cream yang di kemudian dilapisi oleh v-neck cardigan keluaran Thom Brown berwarna hitam dan dipadukan dengan rok berwarna senada. Kenzo menarik kursi dan mulai membalik piring. Laki-laki itu tersentak saat Keisya bergabung di meja makan membawa secangkir kopi dan diletakkan di sebelah piring Kenzo. Matanya tidak berhenti mengikuti pergerakan Keisya setelah perempuan itu meletakkan cangkir kopinya. “Kamu mulai bekerja hari ini?” tanya Keisya. Kentara sekali jika pertanyaan itu sekedar basa
Rolls-Royce Phantom yang dikemudikan oleh Kenzo memasuki komplek perumahan. Keisya mengenali komplek perumahan ini. Aarden Townhouse. Setahu Keisya, harga rumah di sini tidak murah. Aarden jelas membuat kompleks perumahan ini untuk para kaum elit. Fasilitas yang diberikan juga sepadan dengan harga yang dipatok. Mereka tiba di depan rumah dengan gaya minimalis berlantai dua. Jika dibandingkan dengan rumah keluarganya, rumah ini kemungkinan hanya berkisar separuh luas rumah milik papanya. Tapi rumah itu jelas sangat nyaman. Apalagi dengan taman kecil yang ada di halaman depan. Tepatnya di sebelah carport. Rumput gajahnya dipangkas dengan rapi. Ada pula kolam ikan dengan air mancur yang bergemericik. Kenzo turun terlebih dahulu dan langsung menuju bagasi mobil untuk mengeluarkan koper mereka. Setelah menginap sehari di rumah orang tua Kenzo, keduanya ke rumah Keisya untuk mengemas barang-barang dan menyewa jasa pindahan. “Ini Bi Iin. Yang bantu bersih-bersih dan masak di sini.”
Mereka sampai di kediaman orang tua Kenzo pukul setengah sepuluh pagi. Hari ini memang Kenzo dan Keisya akan pulang ke rumah orang tua Kenzo dulu. Sebelum memutuskan di mana mereka akan tinggal selanjutnya. Mama Jenny menyambut keduanya dengan antusias, sambil memperlihatkan senyum-senyum menggoda. Kenzo sudah jelas mengenali senyum itu. Pasti Mama Jenny mengira jika putranya sudah melakukan malam pertama. Sayangnya pikiran perempuan itu sama sekali tidak benar. Setelah pesta, pasutri itu memang berencana untuk menginap di hotel semalaman. Tapi tidak untuk satu kamar. Mereka memesan dua kamar yang bersebelahan, karena Kenzo yang memintanya. “Kenzo bawa istrimu ke kamarmu dulu. Turun lagi pukul satu siang ya. Kita makan siang bersama.” “Baik, ma.” Kenzo melirik Keisya. Mengkode perempuan itu mengikutinya. Koper mereka sudah dibawakan pelayan ke atas. Mereka menaiki lift dalam diam hingga kotak besi itu berhasil mengantarkan mereka sampai ke lantai dua. Kenzo melangkah keluar terle