Keesokan harinya.
Pagi hari, di ruang rawat Yuan Louis sudah ada Elyana, Rosyana, satu orang asisten rumah tangga dan juga asisten pribadinya—Judis. Elyana meminta izin pada kakeknya untuk pergi keluar.
"Awas, jika sampai kabur lagi, aku tidak akan memaafkanmu," ucap Yuan Louis dengan penuh peringatan.
Ia belum rela, cucu kesayangannya ini pergi lagi dari rumah dan meninggalkan dirinya. Walau bagaimanapun, Elyana adalah nona kedua di keluarga Louis, ia tidak mengijinkan cucunya tinggal di luar, jauh dari keluarga. Itu tidak baik, baginya, juga bagi nama baik keluarga Louis.
"Tidak, Kek! Aku bukan mau kabur." Elyana mendekat ke arah kakeknya. Menenangkan Yuan Louis dengan mengelus punggung tangannya. "Hanya ingin menemui seorang teman. Aku berjanji, sebelum Kakek diperbolehkan pulang ke rumah, aku tidak akan pergi ke mana pun."
"Menemui seorang teman?" Tiba-tiba
David masih tidak mendengar panggilan Elyana. Ia terus berjalan sampai ke lantai bawah. Di luar gedung restoran pun, pria ity masih mengabaikan Elyana. "David! Tunggu!" Elyana tidak tahan. Ia berteriak cukup keras untuk menghentikannya. Akhirnya, pria itu mau berhenti. Elyana segera mendekatinya. "Ada apa denganmu? Apa kau marah karena kejadian semalam?" tanyanya pada David. "Jika kau marah, aku minta maaf!" Setelah keintiman yang mereka lakukan semalam, sekarang harus bertengkar .... Rasanya sungguh konyol. David hanya menoleh sekilas, menatap Elyana lalu memalingkan muka. Sama sekali tidak menjawab apapun. "David!" lirih Elyana. Ia tidak mengerti, harus bagaimana agar pria itu mau memaafkan dirinya. Elyana mendekat, ingin meraih tangannya untuk meminta maaf. Tapi pria itu mengangkat tangan untuk menghen
Rasa panas di tubuhnya kini semakin menjadi. Elyana panik juga sangat takut. Takut jika rasa panas dan gatal di tubuhnya ini disebabkan oleh obat yang tadi pria itu berikan. "Ah, bagaimana ini?" Bagaimana jika dirinya dimanfaatkan oleh ketiga orang itu? "Tidak ... tidak! Ini tidak boleh terjadi." Elyana terus menggelengkan kepalanya, mengusir semua pikiran buruk yang ada di kepalanya. "Aku harus segera melarikan diri," ucapnya dengan wajah merah, dan rambut yang sudah basah karena keringat. Elyana mulai mencari celah untuk melarikan diri. Ada sebuah jendela yang sangat besar di kamar itu, ia segera berlari ke arah sana. Matanya memeriksa setiap sudut jendela dengan teliti. Jendela tua itu sudah tidak memiliki kunci lagi, Elyana segera mendorongnya dengan kuat. Seketika, jendela bisa terbuka. Ketika jendela sudah terbuka lebar, ia bingung, bagaimana dir
Pagi hari, Elyana berbaring di tempat tidur pasien dengan mata yang masih terpejam. Kondisinya masih sangat lemah, karena semalam ia baru selesai menjalani operasi di kakinya. "Siapa yang mengirim Elyana ke rumah sakit? Cepat, cari tahu keberadaannya!" teriak Yuan Louis pada asisten pribadinya. "Bisa saja orang itu yang mencelakai Elyana hingga cedera." "Maaf, Tuan! Kemarin, setelah mengirim Nona ke rumah sakit dan membayar biaya operasi, orang itu segera pergi. Pihak rumah sakit memberitahu kondisi Nona Kedua karena melihat nama belakang pada kartu identitasnya," jelas Judis dengan yakin. Karena, hampir semua orang tahu bahwa Judis adalah asisten pribadi Tuan Besar Louis. Dan di kartu identitas Elyana, tertera nama Louis, membuat para petugas rumah sakit segera memberitahu Judis tentang kondiri Nona Kedua mereka. "Aish, sial!" maki Yuan Louis, kesal. "Mengapa setelah mencelakai Elyana, oran
"Tuan Alex?" gumamnya ketika melihat nama yang tertera di layar ponsel. 'Mau apa dia menghubungiku?' Dengan enggan, ia menekan tombol hijau pada layar ponsel. "Halo, Tuan!" sapanya dengan pelan, khas para pelayan yang sedang menyapa tuannya. "Tuan, Tuan! Ini aku, Nosy!" sergahnya, membuat Elyana kaget. "Oh, Nyonya! Ada apa, Nya?" "Hey, pelayan jelek .... Untuk apa kabur dari rumah, hah? David bilang, sudah dua minggu kau kabur dari rumah. Apa kau ingin mencoreng nama baik keluarga Danu? Seorang istri kabur dari rumah, jika orang lain tahu, apa pandangan mereka pada keluargaku," sergahnya lagi dengan marah. Nosy sangat marah dan kesal, ketika menerima telepon dari David—tadi pagi, mengatakan bahwa putri mereka kabur dari rumah. Jika sampai David ingin menceraikan anak dari keluarga Danu, habislah Alex dan Nosy.
Tiba di tempat parkir rumah sakit, Elyana berpesan kepada sopir yang mengantarnya, "Pergilah! Nanti setelah selesai, aku akan menghubungimu lagi." "Baik, Nona!" Setelah memastikan sopir pergi dengan mobilnya, Elyana berjalan langkah demi langkan menuju pintu masuk rumah sakit, lalu mencari lift sambil memegang erat kedua tongkatnya. Kakinya masih terasa sakit untuk dipakai berjalan. Tapi, ia tidak punya pilihan lain selain menahannya. Elyana sudah masuk ke dalam lift, dan lift itu mulai berjalan naik ke lantai paling atas. Elyana berdiri dengan keringat yang mulai bercucuran karena menahan sakit di kakinya. Ia hampir saja kehilangan keseimbangan, ketika rasa pegal terasa di kedua tangan. "Jika bukan karena David akan mencariku ke rumah, tidak sudi aku harus susah payah menemuinya di atap gedung," ucapnya dengan kesal. Ia bersandar ke dinding untuk sejenak, menahan tubuhnya agar tetap seimban
Di pagi hari, Elyana terbangun di atas tempat tidur yang sangat empuk. Ia mulai membuka mata, merasakan ada sesuatu yang berat melingkar di perutnya. Ketika menoleh ke samping, ternyata, itu adalah David. Semalam, pria itu masih membantu dirinya pergi ke kamar mandi, lalu ... membaringkan Elyana di tempat tidur. Lalu ... mereka ... tidur di tempat tidur yang sama. Ini pertama kalinya mereka tidur bersama setelah resmi menikah. Biasanya, kalau tidak David yang tidur di sofa, berarti Elyana. 'Sekarang ....' Elyana menyibakkan selimut, bergeser sedikit untuk bangun, lalu ... tubuhnya tidak bisa bergerak. Pria itu mempererat ikatan tangannya di tubuh Elyana. "David, lepas, aku mau bangun!" bisiknya pelan, tubuhnya berbaring lagi di tempat tidur. Elyana menatap pria yang masih tertidur di sampingnya, begitu lelap dan tenang, sama sekali tidak mendengar ucapannya b
Di sofa ruang tamu, Nosy dan Isabel duduk bersama dengan David. Pria itu duduk sambil menyilangkan kaki, menatap Nosy dan Isabel dengan enggan. "Menantu, apa kami boleh bertemu dengan Eli?" tanya Nosy dengan sedikit tersenyum. "Ada sesuatu hal yang ingin kami bicarakan. Bisakah kau panggil dia kemari?" "Tentu saja boleh. Anda, kan, ibu kandungnya. Mana bisa aku melarang seorang ibu bertemu dengan anak kandungnya." Jawaban dari David membuat Isabel membulatkan mata untuk menatapnya. Apalagi mendengar kata "Ibu kandung" dari mulut David, Isabel sungguh tidak rela. David menambahkan, "Tapi sekarang, Elyana masih tidur. Aku tidak tega untuk membangunkannya." Bola mata Isabel semakin membulat, hampir saja loncat keluar. "Dasar pemalas!" bisiknya. "Aishhhh, anak itu. Tidak punya rasa malu sedikit pun. Mentang-mentang punya suami 'b
Rosyana mengemas beberapa pakaian dan barang lain ke dalam koper. Ia bersiap pergi ke kota Paris untuk mencari adiknya. "Nona, apa Anda sudah siap?" tanya Judis dari balik pintu kamar. Ia diperintah oleh Yuan Louis untuk mengantar Rosyana pergi ke bandara. "Sebentar," teriak Rosyana sambil menutup koper miliknya. Setelah semuanya selesia ia membawa kopernya berjalan menuju pintu keluar. "Aku sudah siap. Ayo kita berangkat!" Sore ini, Rosyana terbang ke kota Paris, dan segera check-in hotel melalui aplikasi yang ada di ponselnya. Untuk malam ini, ia bisa tidur di hotel, barulah keesokan harinya ia akan menghubungi Elyana dan membujuknya untuk pulang.* Di malam hari, di meja makan rumah David, Elyana duduk sambil menyantap makanannya. Sesekali ia melirik sekilas pria di depannya. David hanya duduk sambil melipat kedua tangan di perut dengan mata