Mendengar permintaan lima menit dari David, Elyana segera meminta Arvan untuk masuk duluan ke dalam pesawat. Ia ingin mendengar, apa yang akan David katakan dengan waktu lima menit.
"Tapi, El!" ucap Arvan ragu. Ia masih berdiri di sana, menunggu Elyana ikut bersamanya masuk ke dalam pesawat.
"Aku tidak apa-apa, Kak! Temanku hanya butuh waktu lima menit saja untuk berbicara. Aku tidak akan terlambat!" balas Elyana, meyakinkan pria itu.
David yang mendengar ucapan Elyana, segera menatap tajam ke arahnya dengan kening yang mengkerut. Tidak suka dengan kata "Temanku" yang diucapkan oleh wanita itu.
'Apa aku hanya sebatas teman di hatinya?'
"Baiklah! Aku duluan, ya!" ucap Arvan. Lalu ia pergi, meninggalkan Elyana dan David berdua di sana.
Melihat David ada di hadapannya, Elyana jadi teringat sesuatu. Ia segera membuka tasnya dan mengambil kartu bank berwarna hitam milik David.
"Ini, milikmu! Sudah aku temukan!" ucap Elyana samb
Sore hari, Elyana terbangun di tempat tidur yang empuk. Ia membuka mata perlahan, menatap sekeliling ruangan yang nampak tidak asing di matanya."Sudah bangun?" ucap suara merdu seorang pria, yang kini sedang duduk di sofa sambil membuka laptopnya.David sedang mengerjakan beberapa pekerjaannya di rumah sambil menunggu wanita itu bangun."Eh!" Elyana terkejut mendengar pria itu ada di sana."Kenapa aku ada di kamarmu?" tanya Elyana seraya bangun dan duduk di atas tempat tidur. Ia merapikan rambutnya yang berantakan dan bersiap untuk turun dari atas tempat tidur.David menutup laptopnya, menyimpannya di meja, lalu berjalan menghampiri wanita itu."Ayo, makan dulu di bawah. Pelayan sudah menyiapkan makanan tanpa bawang, tanpa penyedap rasa, dan tanpa minyak berlebih untukmu. Pasti kau suka, tidak akan mual lagi," ucap David dengan tenang.Elyana yang masih duduk di atas tempat tidur, hanya mendongak menatap David dengan heran.'D
Elyana menatap David dan Felix silih berganti, dengan cepat ia menjawab, "Siapa lagi jika bukan pria baper sepertimu!" "Hah ... pria baper? Siapa pria baper?" Sebelum David berbicara lagi, terlihat Elyana beranjak pergi, masuk ke dalam rumah dan segera naik ke lantai atas. Meninggalkan David dan Felix begitu saja di luar. *** Tepat jam lima sore, David membawa Elyana ke klinik dokter diantar oleh Felix. Karena sudah membuat janji sebelumnya, Elyana diminta untuk segera masuk ke ruang periksa, tidak perlu mengambil nomor antrian lagi. Ketika Elyana berjalan masuk ke dalam ruang periksa, David pun mengikutinya dari belakang. "Kau mau pergi ke mana?" tanya Elyana sambil menoleh ke belakang, menatap David dengan heran. "Aku mau melihat bayiku. Apa tidak boleh?" "Hah???" Sebelum Elyana berbicara lagi, terdengar Felix berbicara, "Masuklah! Dokter sudah menunggumu." "David juga boleh ikut masuk! Karena kau adal
Di malam hari, Elyana tidur di sofa kamar David dengan mengubur diri di dalam selimut. Ia Enggan untuk tidur satu kasur dengan pria itu, karena mereka akan segera bercerai.Hingga di pagi hari, Elyana terbangun oleh suara ketukan pintu."Nona! Sarapan sudah siap! Bukankah pagi ini Anda harus makan obat dari dokter?" ucap pelayan Nike dengan suara keras—sengaja disuruh oleh David—untuk membangunkan Elyana hingga wanita itu benar-benar bangun dan sarapan."Nona!"Tok! Tok! Tok!Pelayan Nike memanggilnya lagi, membuat Elyana tidak tahan."Iya, aku bangun, sekarang!" Elyana segera menyibak selimut dan bangkit dari tidurnya. Ia duduk bersandar sambil menyadarkan dirinya untuk tidak tidur lagi.Ketika ia duduk di atas kasur empuk dan bersandar di kepala tempat tidur, tiba-tiba keningnya mengerut. Merasa ada yang aneh dengan ini."Mengapa aku tidur di kasur? Bukankah semalam aku tidur di sofa?""Apa aku mengigau, da
Malam ini, Elyana tidur sendiri di tempat tidur besar dan empuk milik David. Baru saja, pria itu menghubunginya dan memberitahu Elyana bahwa dirinya tidak akan pulang malam ini. Elyana diminta untuk segera tidur di tempat tidurnya, tidak perlu lagi tidur di sofa. Mendengar hal itu, Elyana tidak sungkan lagi, ia segera naik ke atas tempat tidur dan berbaring di sana. "Eemmhhh! Akhirnyaaaa ... aku bisa tidur sendiri di kasur ini!" Elyana berbaring di atas tempat tidur dengan bahagia, merentangkan kedua tangan dan kakinya dengan leluasa. Seolah, kasur itu adalah wilayahnya sendiri. Perlahan, matanya mulai terpejam. "Heeemhhh!" Dikira ... tidak adanya sang pemilik kamar, Elyana bisa tidur nyenyak di atas tempat tidur itu. Nyatanya ... ia malah tidak bisa tidur dan rasanya sangat gelisah. Elyana sudah menutup kedua matanya dengan rapat, namun tidak juga bisa tertidur lelap. Ia sudah berbalik ke kiri dan ke kanan, tetap saja tidak bi
Perjalanan sudah ditempuh oleh David dari kota Lyon menuju kota Paris sekitar empat jam lima belas menit. Rasa lelah dan kantuk pun sudah tidak dihiraukannya lagi, karena ia terlalu cemas memikirkan Elyana yang kabur dari rumah. Beberapa kali ia hampir saja menabrak kendaraan yang ada di depannya karena terlalu lelah. Terus dipaksakan, ini memang sangat beresiko. Namun, jika menyerah di tengah jalan, David khawatir dengan nasib Al dan El yang ada di dalam perut Alyana. Setelah tiba di pusat kota, David segera membuka ponselnya, berniat untuk melacak keberadaan mobil yang dipakai oleh Elyana. Namun, ketika ia membuka kunci ponsel melalui sensor sidik jari, layar ponsel itu terlihat hitam, sama sekali tidak mau menyala. David mencoba lagi dengan menekan tombol "On", namun tetap saja tidak bisa. "Aish, sial! Daya baterainya habis!" David membanting ponsel ke kursi samping. Merasa kesal dengan hal itu. Ia lupa untuk mengisi daya baterainya
Pukul sembilan pagi, suasana di kamar itu masih sangat hening. Kamar yang tadinya redup, kini ada sedikit cahaya dari sinar matahari yang menyelinap masuk ke dalam kamar melalui celah tirai jendela yang sedikit terbuka. Tiba-tiba, dari balik pintu kamar terdengar suara ketukan pintu diiringi suara teriakan seorang pria. Ketukan di pintu itu berubah menjadi suara gedoran ketika dari dalam kamar tidak ada yang menjawab. Selain menggedor pintu, dia pun menarik pegangan pintu dan mengguncangnya dengan keras. Membuat dua orang pria dan wanita yang sedang tertidur pulas di atas tempat tidur segera terbangun karena terkejut. "David! Ayah tahu kau ada di dalam." Dor! Dor! Dor! "Buka pintunya! Mau sampai kapan kau tidur?" Teriakan itu terdengar tidak sabar sambil terus menggedor pintu. Elyana yang masih berbaring di tempat tidur, segera menyingkirkan tangan David yang melingkar di perutnya. "Apakah itu ayahmu?" tanyanya sambil m
"David! Jangan mengkhayal hal yang tidak mungkin terjadi. Bisa-bisa kau gila!" balas Darwis dengan peringatan yang cukup keras."Sudahlah! Cepat mandi! Ada masalah serius di kantor. Jangan sampai masalah semain buruk karena pemimpinnya berleha-leha," tambah Darwis, tidak ingin mendengar omong kosong dari putranya lagi.Darwis segera berbalik badan, berjalan keluar dari kamar itu meninggalkan David yang masih berdiri di sana.Setelah Darwis benar-benar pergi, David segera tersadar. Ia beranjak dari tempatnya, dan berjalan menghampiri pintu kamar mandi.Tok! Tok!"Elyana!" panggilnya dengan pelan. Ia menempelkan telinganya pada pintu untuk mendengar aktifitas di dalam kamar mandi."Keluarlah, Ayah sudah pergi!" ucapnya lagi dengan lembut.Tok ....Ketika ia akan mengetuk pintu lagi, terdengar pintu kamar mandi dibuka, Elyana keluar dari dalam sana dengan ekspresi wajah yang sangat buruk."Mana kunci mobil Ros?" Tiba-tiba E
'Mandi bersama? Apa dia sudah tidak waras ... mengajakku untuk mandi bersama?' gumam Elyana dengan menatap tajam pria itu. Seluruh tubuhnya sudah basah kuyup. Elyana segera tersadar dan bersiap turun dari pangkuan David. "Lepaskan!" Dengan enggan, akhirnya David menurunkan Elyana. Membiarkan wanita itu berdiri tegak di bawah guyuran air bersamanya. Setelah itu, Elyana melangkah pergi. "Mau pergi ke mana?" tanya David pelan, sambil menarik pergelangan tangannya sehingga wanita itu mundur lagi ke belakang. David mendorongnya membuat Elyana bersandar di dinding. Ia menatap wanita itu dengan senyum samar di bibirnya. "Pakaianmu sudah basah kuyup, kenapa tidak sekalian mandi saja?" goda David sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Elyana. Ia menatap seluruh tubuh wanita itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Terlihat tubuh Elyana yang mengenakan baju tidur tipis tanpa lengan, dengan celana pendek sepaha—yang sudah ba