Home / Romansa / Terjebak Pesona Papi Gula / Buat Aku Rileks, Om

Share

Buat Aku Rileks, Om

Author: Rucaramia
last update Last Updated: 2023-09-06 11:11:44

Lizzie berhasil menemukan rumah Daxon setelah memasukan alamatnya ke dalam GPS ponsel miliknya. Dia ingat sedikit jalanan menuju tempat itu ketika dia pulang dari tempatnya kala itu. Setidaknya Lizzie memasuki kediaman pria itu sekali, dan dia tidak mengira akan melanggar janjinya sendiri menjadikan pria itu sebagai tokoh imajinya sendiri. Yang lebih ironi dari semua itu adalah fakta bahwa kediamannya ternyata tidak terlalu jauh dari kediaman orangtuanya, hanya perlu berkendara kurang lebih lima belas menit sebelum menemukan rumah besar nan megah tersebut.

Dia memarkirkan motornya di dalam ketika pintu gerbang di buka secara otomatis. Dia melihat mobil mencolok yang pernah pria itu gunakan untuk mengantarnya. Ya, Lizzie ada disini lagi, melemparkan tubuhnya untuk diisi oleh afeksi dan membuang seluruh rasa frustasi. Gadis itu mengambil napas dalam-dalam, dia keluar dan berjalan menuju ke arah pintu kayu yang besar. Sebelum mengetuk dia sempat mempertimbangkan untuk kabur dan menyudahi ini. Tapi sialnya, belum pula dia memutuskan pintu dibuka lebar oleh Daxon seolah pria itu memang sudah menunggunya di balik pintu besar itu.

“Jadi, mau curhat dulu ?” Dia menyingkir dan memberikan ruang bagi Lizzie untuk memasuki kediamannya. “Kau terdengar seperti hampir menangis putus asa di telepon.”

“Apa itu sangat penting untuk diketahui?” Lizzie menyahut, melepaskan jaket hoodie yang dia kenakan berikut pula dengan sepatu hitamnya dengan setengah ditendang. Daxon mengamati Lizzie yang sedang melampiaskan amarahnya pada benda mati. Tapi dia tidak banyak berkomentar atau bereaksi.

“Sebaiknya kau mandi dulu,” ungkap Daxon yang segera mengambil sepatu Lizzie dan meletakannya pada rak di dekat pintu dengan rapi.

“Apa? aku tidak mau mandi.”

“Kalau kau ingin bercinta, maka kau harus.”

“Kau bercanda, Om? Hari pertama kau tidak memintaku mandi dulu.”

“Itu karena aku meminum banyak alkohol sehingga aku tidak begitu peduli,” sahut Daxon santai. “Terlebih sekarang aku sadar seratus persen dan kurasa air dingin bisa membantu mendinginkan kepalamu juga. Bukankah akan lebih nyaman bila kita berdua bersih?”

“Beri aku obat kumur.”

Daxon menggeleng. “Aku bilang mandi.”

Lizzie menggeram, jika dia bersama Levin sekarang sudah dipastikan dia sudah berada di atas ranjang pria itu dan berbagi peluh. Tapi pria ini memperlakukan Lizzie seperti seorang bocah yang baru pulang bermain untuk mandi. Merasa tidak bisa menang berargumentasi, alhasil Lizzie mengangkat tangannya tanda bahwa dia menyerah. Dia menghentakan kakinya seraya mengeluarkan suara dengusan. Sementara Daxon hanya melipat kedua tangannya menyaksikan amukan kecil dari sang gadis yang sepertinya tidak berada dalam kondisi emosional yang baik.

“Baiklah, aku akan mandi. Puas?”

“Senang mendengarnya, aku tahu kau bisa bersikap kooperatif.”

Lizzie tidak membantah, membiarkan Daxon berjalan lebih dulu didepannya sementara dia mengikuti pria yang lebih tua itu menuju ke kamar tidurnya. Sejatinya begitu masuk ke dalam samar-samar ada kenangan yang merasuk ke dalam kepalanya tentang ruangan dekaden ini, bisa dibilang tempat ini adalah saksi bisu dimana Lizzie bisa meraih orgasme terbaiknya dan keesokan harinya dia sudah tidur diatas ranjang yang bersih. Tempat ini tidak memiliki kenangan negative sama sekali, membuat dirinya jadi sedikit lebih rileks daripada sebelumnya.

Lizzie mendekati salah satu pintu yang dia tahu adalah kamar mandi di ruangan ini. Dia melihat sekeliling dengan rasa ingin tahu, jika sebelumnya dia tidak menaruh perhatian tapi sekarang dia jadi lebih sadar bahwa pria ini benar-benar sangat perfeksionis dan pecinta kerapihan akut. Semuanya sangat rapi, ada tempat khusus untuk berbagai keperluan. Penataan yang sempurna sekaligus memudahkan penggunaan, dipadukan dengan handuk bersih yang terlipat di samping wastafel mencerminkan kepribadian Daxon bahwa dia sangat teliti dan penuh afeksi terhadap hal-hal kecil.

“Ini handuk dan kain lap,” ujar Daxon yang tiba-tiba saja sudah berdiri di ambang pintu seraya meletakan benda yang dia ungkapkan di samping wastafel.

Lizzie mengangguk dan hendak melepaskan pakaiannya sampai dia sadar bahwa pria itu tidak melangkah pergi sedikit pun dari tempatnya. Lizzie berhenti mengangkat kaos oblong yang dia kenakan dan berbalik menghadap pria itu seraya menatapnya lekat-lekat. “Umm … bisa kau pergi dulu, Om?”

Daxon menaikan sebelah alisnya. “Kau sadar betul kalau aku pernah melihatmu tanpa busana, kan?”

Semburat merah menyeruak ke pipi Lizzie. Itu memang benar, dan sialnya entah kenapa dia jadi malu sendiri. Melihat Lizzie yang berdiri membeku disana, Daxon hanya terkekeh kemudian mulai beranjak dari tempatnya berdiri. “Kau sangat lucu, Lizzie. Baiklah silahkan mandi, gunakan waktumu. Kalau butuh apa-apa kau bisa berteriak. Atau kau lebih suka kita mandi bersama?”

“No thanks, Om.”

Daxon menerbitkan senyuman simpul sebelum benar-benar pergi dari sana.

Sepeninggal pria tampan itu, Lizzie langsung menutup pintu kamar mandi. Dia menarik napas panjang, dan kembali mendapati wajahnya memerah tak normal saat berbalik menghadap cermin. Rasa panas membakar yang dia rasakan membuat dia jadi canggung terhadap dirinya sendiri. Lizzie menelponnya dan melemparkan tubuhnya kepada pria itu agar mereka bisa tidur bersama, hanya karena Levin tidak bisa dihubungi dan itu membuatnya makin frustasi. Siapa sangka begitu tiba, dia malah disuruh mandi, Daxon bertingkah seperti dia adalah ayahnya.

Hanya saja pria itu lebih baik karena tidak mengeluhkan soal pilihan hidupnya yang memilih jurusan seni di kampus.

Lizzie membiarkan satu persatu kain yang menutupi tubuhnya jatuh ke lantai. Dia menyalakan shower dan berdiri di bawahnya dengan mata tertutup. Air dingin yang membasahi setiap inchi dari kulit telanjangnya membuat suasana hati Lizzie sedikit jauh lebih baik dan terlebih itu juga membuat dirinya lebih segar. Membantu mengendurkan otot-ototnya yang tegang akibat pertengkaran dengan orangtua, dan fakta bahwa Levin masih ada di otaknya. Lizzie membiarkan kepalanya tertunduk ke depan, membuat air membasahi rambutnya dan membantu mendinginkan kepala.

Dia mengambil salah satu botol yang berisi sabun cair, menuangkan secukupnya pada tangan dan mencoba mengembalikan ke tempatnya semula sebelum tiba-tiba tangannya yang licin membuat benda itu jatuh dan menimpa kakinya. “Ah! Sial sekali!” Lizzie berteriak, rasa sakit yang menyengat langsung dia rasakan di kakinya.

Tapi hanya sebentar sebelum kemudian dia tertawa sendiri. Lihat betapa bodoh kelakuannya, betapa cerobohnya dia. Untuk sesuatu yang sederhana saja dia sudah melakukan kesalahan apalagi bila dia melakukan hal yang besar kan? rasa sesak itu kembali hadir. Lizzie menggelengkan kepalanya dan memutuskan untuk melanjutkan aktivitas mandinya, dia tidak ingin membuang lebih banyak waktu untuk merenung di kamar mandi. Lagipula bukan untuk itu fungsinya dia ada dirumah besar ini.

Setelah selesai, Lizzie mematikan air yang mengalir. Meraih handuk dan mengeringkan tubuhnya dengan itu lalu berlutut untuk meraih pakaiannya yang teronggok sembarangan di pintu masuk. Alih-alih memakai pakaiannya kembali, Lizzie justru hanya melilitkan handuk di dadanya. Benda itu hanya cukup menutupi bagian penting tubuhnya saja, meski bokongnya tidak tertutup sempurna karena handuknya yang kekecilan.

“Haruskah aku repot-repot berpakaian, Om?” ujar Lizzie setelah dia keluar dari kamar mandi. Sengaja dia menaikan suaranya sedikit lebih tinggi untuk menarik atensi.

Tapi sayangnya Daxon tidak ada di kamar itu. Hanya sebotol air mineral di atas nakas dan beberapa cemilan manis ada pula botol yang aneh diatas sana sangat tidak cocok disejajarkan dengan makanan. Perhatiannya kemudian tertuju pada kasur yang berseprai putih. Selimut dan bantalnya telah di tata dengan rapi membuat Lizzie tergoda untuk mengacaukannya. Ya, dia melakukannya. setengah melompat ke atas tempat tidur dan meraih bantal yang terlihat begitu bersih dan memeluknya hingga menutupi wajahnya sendiri. Begitu menarik napas dia bisa merasakan aroma wangi yang lembut dari sana. Begitu segar, harum, dan bersih, sama seperti aroma yang terakhir kali dia cium dari tempat ini. Rumah ini betul-betul cerminan diri Daxon sendiri.

“Apa kau mengalami masa yang sulit?” ujar Daxon yang melangkah menuju ke arah kasur dari pintu masuk. Membuat Lizzie agak kaget, dan buru-buru mendongak dari bantal. Menggelengkan kepalanya.

“Kita disini bukan untuk berdiskusi, Om.”

“Ya memang, kau disini untuk menemani.”

“Itu juga karena kau yang memintanya,” sahut Lizzie cepat. “Dan kenapa ada lotion? Apa Om juga bermain dengan laki-laki muda?”

“Duduk.”

“Wow, terima kasih dengan jawaban yang tidak relevan atas pertanyaanku,” sahut Lizzie main-mian tapi dia tetap melakukan apa yang diperintahkan oleh Daxon. Pria itu sudah menyingsingkan lengan bajunya, dan mengambil lotion yang dibicarakan oleh Lizzie, memerasnya ke tangan dan menggosoknya ke tangan.

“Kaki.”

“Benarkah? Apa Om serius?”

“Apa kau belum pernah mendengar istilah foreplay?” sahut Daxon. “Atau kalian anak-anak muda jaman sekarang, langsung terobos tanpa pemanasan?”

Lizzie menelan ludahnya sendiri tidak mengira bahwa pria ini bisa mengatakan sesuatu yang seperti itu keras-keras tanpa dosa. “Kalau begitu jangan menghisap jari kakiku.”

“Aku tidak akan melakukannya kecuali kau meni-pedi dulu.”

Lizzie tiba-tiba tertawa, aneh sekali. Padahal Daxon sama sekali tidak sedang bercanda tapi dia tergelitik untuk menanggapinya sebagai sebuah lelucon semata. Tapi begitu tangan Daxon yang kuat meraih kakinya dan setiap jarinya mulai bergerak menekan titik-titik di ototnya. Lizzie merasa ada sengatan berbahaya. Apa ini? apakah sebuah pijatan kecil dapat berefek begitu besar pada dirinya? belum pernah Lizzie merasa sangat bergairah hanya karena disentuh kakinya saja.

“Apa ini? kau mulai bergairah, gadis nakal?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Pesona Papi Gula   Together Forever

    Lizzie mengangguk sambil menarik kemeja Daxon. Pria itu menggigit puncak dadanya, seraya menanggalkan pakaiannya sendiri begitu pula Lizzie yang melakukan hal serupa. Daxon meraih gadis itu dan menciumnya dalam-dalam, membuat mulutnya terasa panas. Daxon kembali meraih sela-sela kaki Lizzie, kali ini melepaskan mainan yang menyumbatnya menciptakan bunyi yang lucu dan basah disana. Lizzie bergidik karena Daxon memeluk erat dirinya ketika sensasi tersebut menyapu dirinya. Sambil melingkarkan lengannya di pinggang Lizzie, Daxon membantu gadis itu untuk duduk dipangkuannya. Lizzie membuka lebar kedua kakinya, seraya memegang bahu Daxon dengan jarinya yang gemetaran. Dengan hati-hati Lizzie memposisikan dirinya di pangkuan Daxon, menemukan bagian diri dari Daxon yang menggodanya ketika dia mencoba memposisikan dirinya disana. Secara perlahan Lizzie meraihnya, menyelipkan bagian itu ke dalam dirinya. Dengan pelan, dengan sangat hati-hati setiap inchi dari bend aitu mulai melesak masuk pada

  • Terjebak Pesona Papi Gula   With You

    Tiga tahun kemudian …Lizzie bersenandung seraya meletakan paletnya, mundur selangkah dari posisi untuk mengagumi lukisan baru hasil buah tangannya selama berjam-jam. Bunga-bunga berwarna biru dengan gradasi ungu yang disusun sedemikian rupa di sebuah lapangan yang hijau, sangatlah kontras dengan lukisan yang sebelumnya dia selesaikan dan bertemakan soal medan perang terpencil yang hanya memuat tiga bunga yang tercecer darah dari prajurit. Jika disuruh memilih jelas, Lizzie lebih suka lukisan terbarunya. Tentang ladang bunga yang sedang mekar dan memberikan nuansa penuh kedamaian dan ketenangan di bandingkan lukisan perang. Tentu ada perbedaan signifikan, mulai dari hasil akhirnya sampai pada bagaimana cara dia menyapukan kuasnya dan pemilihan warna juga. Tetapi karena perasaan yang ditimbulkan setelah dia menyelesaikan luksian itu, dia entah kenapa merasakan seperti sebuah kenangan disana. Padahal jelas-jelas Lizzie tidak hidup pada zaman itu. Tetapi lukisan ini adalah representasi a

  • Terjebak Pesona Papi Gula   Union

    Ketika itu cukup pagi, Lizzie dan ibunya telah berada di bandara. Armant yang bertugas mengantarkan mereka sampai ke sana, karena Dion harus bekerja, tetapi faktanya Lizzie memang punya niatan untuk pergi pagi-pagi sekali supaya tidak perlu berpamitan dengan pria itu. Sungguh, meski hubungan mereka sudah jauh lebih baik tetapi dia masih saja merasa canggung kepada pria itu. Terlepas dari hal-hal gila yang terjadi diantara mereka berdua yang dipicu oleh Lizzie yang memutuskan keluar dari jalur yang digariskan ayahnya dan memilih menjadi seorang seniman alih-alih menjadi dokter idaman. Tetapi setidaknya hubungan mereka berada sekarang sudah terbilang sedikit lebih sehat dibandingkan sebelum-sebelumnya. Bisa dibilang insiden yang tercipta dari perpisahannya dengan Daxon dua tahun lalu, memberikan sebuah hikmah tersendiri. Lizzie mendapatkan kembali hubungan baik dengan ayahnya. Ya, itu patut disyukuri.Lizzie memeluk mereka berdua sebelum benar-benar pergi. “Kamu tidak merasa terlalu pay

  • Terjebak Pesona Papi Gula   Kepedulian Orang Terdekat

    “Aku mencintaimu, Om,” bisik Lizzie, matanya terpejam rapat. “Aku mencintaimu dan aku akan selalu begitu.”Kata-kata itu sesungguhnya kata yang manis, tetapi sekarang saat dia mendengarnya itu jadi begitu menyakitkan. Meskipun memang dia bersungguh-sungguh mengatakannya tetapi setelah dia melakukan sabotase seperti ini. Sudah jelas tidak mungkin pria itu masih ada di balik pintu dan menunggunya, atau mendobrak pintu dan menyangkal penolakan Lizzie terhadapnya. Namun dia tahu, jauh dilubuk hatinya, Lizzie telah menghancurkan segala kemungkinan hal itu terjadi.Dua tahun adalah waktu yang telah dia lewati dalam kesengsaraan, apakah aneh baginya untuk menerima begitu saja kesempatan yang Daxon tawarkan kepadanya? Dan untuk apa semua itu? kesempatan untuk memperbaiki karena saat itu dia belum cukup dewasa? Tapi kesalahan akan terus membayangi dan Lizzie tahu bahwa dia sesungguhnya harus bedamai dengan dirinya dahulu.Meskipun cara memotong ikatannya sangatlah egois, tetapi itu yang terbai

  • Terjebak Pesona Papi Gula   You Right

    Daxon mengetuk pintu dan kemudian dia mundur selangkah. Dia kembali menatap ponselnya sendiri, tidak untuk menghubungi Lizzie tetapi justru nama Armant yang terdapat disana. Dia membaca ulang seluruh teks yang dikirimkan pemuda itu terhadapnya. Izin telah diberikan…Pintu dibukan dan dia langsung disambut oleh sepasang mata cantik yang telah lama tidak pernah dia lihat. Ada kantung mata yang tercipta dan matanya sedikit membengkak. Sepertinya dia kurang tidur dan sedang putus asa. Kini kedua mata itu dipaksa untuk membelalak lebih lebar.“Daxon …,” bisik Lizzie dengan napas yang terengah-engah.Daxon hanya bisa tersenyum mendengar namanya disebut oleh suara yang teramat dia rindukan. Begitu pula pergerakan bibir itu ketika melafalkannya. Dua tahun tidak banyak mengubah orang rupanya.Dia menatap bibir itu, bibir yang menjadi miliknya dan beberapa kali telah dia cium, diklaim, dan dia gigit ketika tiba pada titik dimana gairah luar biasa menyapu dirinya. Ya, setidaknya hal itu berlaku

  • Terjebak Pesona Papi Gula   Rokok dan Obrolan Pria Dewasa

    Smith menyerbu ke arahnya dan mencoba menghentikan Daxon. Pria itu memandangnya dengan amarah yang menggebu, disertai ekspresi wajah yang tertekan luar biasa.“T-Tidak!” Daxon berteriak ketika Smith menyeretnya untuk masuk kembali ke dalam ruangan. “Smith berhenti! Lepaskan aku sialan!”Smith mendorong Daxon ke lantai seperti pria itu adalah boneka kain. Terlepas dari ukuran dan massa otot Daxon, Smith masih jauh lebih kuat darinya. Oleh karena itu Smith dengan mudah berada diatasnya. Berkuasa atas Daxon dan mengendalikannya seperti seorang ayah yang mencoba menenangkan anak laki-lakinya yang sedang mengamuk dan histeris. Daxon membuka mulutnya untuk terus berteriak tetapi Daxon pada akhirnya menampar pipi pria itu sebelum dia bisa melakukannya.Daxon terkejut.“Ada apa denganmu, Daxon?” bentak Smith. “Demi Tuhan, apa yang ada di kepalamu saat ini? kau sedang bekerja. Ada banyak orang disini, tapi kau sudah kehilangan akal. Ini benar-benar sangat tidak professional.”Daxon menarik nap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status