Share

Bab 2 Kebenaran Tentang Vindy

Carlina syok bukan main dengan perilaku kasar putra pertamanya, Allard wajahnya memerah dan siap meledakkan amarah luar biasa. Carlina tidak menyangka Alvian bisa berubah menjadi kasar, dan kini dia mulai meragukan bahwa yang ada dihadapannya saat ini adalah putra kandung pertamanya. Carlina menatap putranya dengan pandangan tidak percaya, tidak terasa air mata mengalir deras lalu Carlina pergi begitu saja meninggalkan suami dan putra pertamanya. Tatapan tajam Allard membuat Bara sedikit takut, tapi pria muda itu kembali menguasai dirinya. Allard sekali lagi melayangkan tamparan keras, tepat dikedua pipi Bara. Bara hanya tersenyum dan tertawa terbahak-bahak, seolah-olah mengatakan tamparan itu tidak ada apa-apanya.

"Kasar sekali kamu pada Ibunda sendiri. Jika saja Tuan Alland tahu tentang hal ini dia pasti akan marah besar!” tegas Rudolf.

"Aku tidak perduli sama sekali yang diriku inginkan saat ini hanyalah kekayaan Daddy Allard. Kau hanya orang luar tidak perlu ikut campur!" bentak Bara.

"Alvian. Turunkan nada bicaramu padanya, dia lebih dewasa dari kamu!" tegas Allard.

Tak lama kemudian datanglah sebuah mobil mewah berwarna hitam dan berhenti dihadapan Allard. Sosok pria tampan dengan setelan jas formal berwarna hitam keluar dari mobil, aura kepemimpinan serta kewibawaannya terasa menusuk tajam.

"Tuan Alland. Anda ada di sini?" tanya Rudolf.

"Seperti yang kamu lihat," balas Alland dingin.

Rudolf hanya diam dan kembali memasang wajah datarnya seperti Alland. Allard hanya diam dan tidak mampu berkata-kata lagi, Alland putranya yang lumpuh dahulu berubah dengan Alland yang sempurna.

"Bagaimana kabarmu, Daddy?" tanya Alland.

"Daddy baik-baik saja, Alland. Bagaimana kabarmu?" tanya Allard kembali.

"Seperti yang kau lihat," balas Alland dingin.

Alland menatap Rudolf dengan tegas.

"Di mana, Nona Vindy? Kenapa dia belum juga menyusul?" tanya Alland dingin.

Tak lama kemudian datanglah seorang gadis cantik.

"Saya di sini, Tuan Harrison," sahut Vindy.

Vindy sangat gugup luar biasa, saat berhadapan dengan Alland. Alland menatap Carlina yang sejak tadi berjalan bersama Vindy, ada kerinduan luar biasa dari mata Alland terhadap wanita yang sangat ia cintai dan sayangi. Wanita yang selama sembilan bulan sepuluh hari mengandungnya dan membesarkan selama 16 tahun.

"Mommy," ujar Alland.

Carlina terkejut bukan main seketika dia mengingat bahwa dirinya punya dua putra.

"Alland," sahut Carlina.

"Yes, Mommy. Aku putra keduamu," ujar Alland.

Alland langsung memeluk Ibundanya dengan erat, Bara terkejut luar biasa. Vindy tanpa sadar meneteskan air matanya, Rudolf tersenyum tulus dan Allard hanya diam membisu.

”Aku rindu kalian, Daddy, Mommy. Seandainya saja kecelakaan itu tidak terjadi, diriku pasti akan terus merasakan kehangatan cinta kalian," ujar Vindy.

Alland dan Carlina terdiam, mereka langsung menatap Vindy seketika.

"Kemari sayang. Mommy akan membuat kamu merasakan kasih sayang seorang Ibu kembali," ujar Carlina dengan nada lembut.

Vindy terkejut dan menatap Alland, Alland mengisyaratkan untuk mendekat. Vindy langsung memeluk Carlina dengan erat, begitu pula dengan Alland. Alland tersenyum hangat melihat kebahagiaan di mata Vindy, ada rasa tenang dan nyaman dalam dirinya.

Bara mengepalkan tangannya dan Allard tersenyum hangat karena cinta Alland kepada Carlina masih sangat besar, tidak ada dendam atau kata-kata menyakitkan ketika bertemu kembali dengan keluarganya. Alland tersenyum saat melihat binar kebahagian, dari wajah cantik sekretarisnya. Dia tahu kebenaran tentang Vindy, dia bertekad untuk mencari informasi tentang kecelakaan itu.

"Kenapa kau kembali?" tanya Bara dengan nada kesal.

”Aku kembali karena rindu dengan Mommy," balas Alland dingin.

Alland kembali memasang wajah datarnya, senyumnya menghilang saat melihat air mata yang masih tersisa dari mata biru Carlina.

"Siapa orang yang membuatmu menangis, Mommy?" tanya Alland dengan nada tegas.

Suasana berubah menjadi hening seketika, tak lama kemudian Alland tersenyum menyeringai. Alland tertawa terbahak-bahak, lalu menatap tajam kearah Bara. Allard, Carlina, dan Bara tampak heran dengan perubahan sikap putra keduanya. Rudolf dan Vindy hanya tersenyum tipis, keduanya sudah terbiasa dengan sisi gelap Alland.

"Berani sekali kamu mendorong Ibuku. Aku jadi meragukan kalau kau adalah putra dari Allard Edbert Edric!" tegas Alland.

"Alland. Apa yang kamu katakan nak?" tanya Carlina.

"Nyonya Edric. Saat ini dia bukanlah Alland tapi putramu yang lain," balas Rudolf.

"Apa yang kamu bicarakan nak?" tanya Allard pelan.

"Dia adalah sisi gelap Alland yang tercipta saat Tuan Alland sedang terpuruk beberapa tahun lalu," balas Rudolf.

"Yes, Daddy. Aku bukan Alland Edbert Edric tetapi Erland Dallin Harrison," ujar Erland.

"Kami memang berada di tubuh yang sama tapi berbeda sikap dan tingkah laku," lanjutnya.

"Jadi yang selama ini berbicara dengan kami adalah kamu Erland?" tanya Allard.

Erland tersenyum menyeringai dan mengangguk tegas, Allard diam seribu bahasa.

Carlina mengusap lembut wajah putranya dan mengecup keningnya dengan penuh cinta.

"Mommy tetap menyayangi kalian berdua. Kamu, Erland, Alvian, dan adik kecil kalian Almira adalah kesayanganku," ujar Carlina.

Carlina memeluk erat tubuh kekar berotot milik putranya.

"Kamu semakin tampan sayang,” ujar Carlina.

Erland hanya tersenyum dan mengecup pipi Ibunya.

"Kali ini aku memaafkan kesalahanmu. Tapi jika kau menyakiti Ibuku lagi maka diriku sendiri yang akan membalas perbuatan itu dengan lebih kejam!" tegas Erland.

Bara hanya diam dan mengepalkan tangannya erat, tatapannya sangat sinis terhadap Vindy serta Rudolf.

"Mommy kami harus segera kembali. Aku, Vindy, dan Rudolf ada pertemuan penting beberapa jam lagi," ujar Alland.

Carlina mengangguk dan tersenyum, dikecupnya kedua pipi putra keduanya dengan penuh cinta.

"Kapan-kapan temui Mommy dan Daddy serta adikmu ya," ujar Carlina.

Alland mengangguk dan mengecup pipi Ibunya.

"Bawa Vindy juga jika berkunjung. Almira pasti sangat senang," ujar Carlina.

Alland tersenyum tipis dan melirik kearah Vindy yang seperti ingin memeluk Carlina kembali.

"Mommy. Apa boleh aku memelukmu kembali sebelum berpisah?" tanya Vindy.

Alland melirik kearah Vindy dan tersenyum tipis, Carlina yang mendengar perkataan Vindy langsung merentangkan tangannya.

"Dengan senang hati sayang. Kemarilah putri kecilku," ujar Carlina.

Vindy langsung memeluk erat Carlina.

"Kapan-kapan ikut Erland dan Alland main kemari lagi ya," ujar Carlina.

Carlina mengusap lembut rambut panjang Vindy dan mengecup lembut keningnya.

"Aku akan datang kemari lagi bertemu dengan Mommy," ujar Vindy.

Carlina tersenyum hangat dan keduanya saling melepaskan pelukan.

"Daddy. Jaga Mommy dan Almira dengan baik. Aku dan Vindy harus segera pergi," ujar Alland.

"Ya, Alland. Aku akan menjaga istriku dengan sangat baik," ujar Allard.

Vindy menatap Allard dan membungkuk hormat.

"Paman. Kami pamit pergi," ujar Vindy.

"Ya nak. Kalian hati-hati di jalan," ujar Allard.

Vindy mencium punggung tangan Allard, sebagai bentuk rasa hormat yang tinggi.

"Alland. Jaga dia baik-baik," ujar Allard.

"Tentu," ujar Alland.

Alland dan Vindy pun masuk ke dalam mobil, lalu pergi meninggalkan gedung pencakar langit Perusahaan Edric Corporation. Rudolf juga pamit kepada Allard dan Carlina, beberapa menit kemudian Allard pergi bersama istrinya.

"Sialan!" umpat Bara. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status