Share

Saran yang Tulus

Sepertinya tidak ada gunanya memiliki suatu hubungan dengan atasan, buktinya Riehla tetap mendapat hukuman atas keterlambatannya itu. Seharusnya Riehla berdoa saat terlambat ia tidak bertemu Ellio. Walau kepala Editor-nya tahu Riehla terlambat yang hanya beberapa menit itu pasti akan memaafkan. Tidak seperti Ellio yang tidak ada kata "maaf".

Tidak peduli kesalahan itu besar atau kecil. Berkat Ellio, Riehla lagi-lagi harus lembur. Banyak naskah yang perlu ia revisi yang seharusnya tidak perlu hari ini harus selesai.

Wajah yang sudah nampak lelah itu menyandarkan kepala ke sandaran kursi. Meregangkan otot-otot tangan yang mulai sedikit kaku. Menoleh ke arah jam dinding di mana sudah mau jam 1. Entah Riehla akan balik jam berapa. Hufftthhh, Riehla berjalan ke arah meja di pojok sana yang terdapat beberapa gelas, kopi instan, serta gula.

Perempuan itu berencana membuat kopi. "Loh, Bu Riehla belum pulang." Riehla menoleh ke arah pintu di mana sudah berdiri Security yang usianya lebih tua beberapa tahun dari Riehla.

"Iya, Pak. Biasa kerjaan masih banyak. Kalau ditinggal bisa kena marah si Bos."

"Iya, ya. Pak Ellio kan kalau lagi marah sangat menyeramkan."

Riehla tersenyum tipis, lalu melanjutkan membuat kopi. "Ya sudah, Bu. Saya mau keliling lagi."

"Iya." Tanpa menatap Security itu.

Ditaruhnya gelas kopi panas itu meja kerja, lalu mendudukkan diri. Nampak kehadiran seseorang dan Riehla langsung berdiri dari duduk. Diperhatikannya Ellio yang nampak sedikit kacau. Dasi sudah tak terpasang dengan baik, jas dipegang, beberapa kancing kemeja sudah terbuka serta lengan kemeja yang tergulung. Bukan hanya itu jalan Ellio pun tidak lurus ke depan. Nih orang kayaknya mabuk!

Ellio berhenti tepat di samping Riehla, menghadap ke arah Riehla. "Pak Ellio gakpapa?"

"Riehla," ucap Ellio.

"Iya?"

"Kenapa saya masih saja mengharapkannya? Padahal dia sudah menyakiti saya."

"Hah?" Riehla tidak mengerti apa yang tengah Ellio bicarakan. Apa mungkin Bos-nya itu habis putus?

"Apa yang harus saya lakukan?"

"Ya, lupakan." Hanya itu yang bisa Riehla katakan.

"Lupakan? Melupakan gak semudah itu!" Lalu, Ellio perlahan berjalan mendekati Riehla yang spontan langsung berusaha menghindar dan tanpa memperhatikan jalannya Riehla tersandung dan terjatuh duduk. Ellio masih saja mencoba mendekatinya.

"Kayaknya aku harus mengubungi Pak Randy," gumam Riehla. Segera ia berdiri dan berjalan ke arah kursi. Mengambil handphone dari dalam tas.

"Hallo, Pak Randy."

"Ada apa kamu menghubungi saya tengah malam seperti ini?"

"Tolong datang ke Kantor sekarang! Pak Ellio—" sontak ucapannya terpotong lantaran dapat ia rasakan sebuah tangan melingkar di perutnya. Riehla lihat ada tangan kekar yang memeluknya dari belakang.

"Pak Ellio, kenapa?"

Mendadak Riehla tidak bisa bersuara terlebih saat Ellio menaruh kepalanya di bahu Riehla. Ellio benar-benar dalam pengaruh alkohol. Jika lelaki itu setengah saja sadar maka tidak akan melakukan hal itu terlebih pada Riehla. Riehla sangat sadar diri. "Pak Ellio datang ke Kantor dalam keadaan mabuk. Saya harap Pak Randy segera ke sini untuk mengantar Pak Ellio pulang."

"Iya. Saya ke sana sekarang."

Dengan handphone yang ia pegang pada salah satu tangan, Riehla sedang membiarkan Ellio memeluknya. Apa benar Ellio habis putus? Tapi kan selama ini Ellio seperti terlihat tidak memiliki kekasih. Lalu, kalau seperti itu apa yang terjadi? Siapa yang berani menyakiti CEO menyebalkannya itu?

Sekitar beberapa menit kemudian, Riehla lepas pelukan Ellio. Riehla membalikan tubuhnya ke arah belakang di mana Ellio masih tersadar. Riehla tarik Ellio untuk duduk di kursi. Riehla tatap Ellio yang menatapnya dengan mata yang sepertinya akan segera tertutup. "Saya gak tahu apa yang sedang Bapak rasakan. Saya cuma bisa bilang carilah kebahagiaan yang sesungguhnya. Kalau seseorang yang pernah menyakiti kita nyatanya masih bisa membuat kita bahagia, gak ada salahnya mencoba. Gak ada yang salah dengan memberi kesempatan kedua." Dengan sorot mata dan nada bicara yang tulus. Walau Ellio menyebalkan bukan berarti Riehla tidak memiliki perasaan tulus padanya.

Riehla hanya beberapa kali tidak suka dengan sikap Ellio, bukannya membencinya. Datang Randy yang langsung membawa pergi Ellio.

Beberapa jam kemudian...

Hari sudah pagi, Ellio yang tertidur dengan pakaian kerjanya itu terbangun. Menatap langit-langit Kamar dengan kepala yang dirasa sedikit sakit. Mencoba mendudukkan diri beriringan dengan terbukanya pintu. Masuk Randy. "Sudah bangun," kata Randy.

"Apa semalam saya telepon kamu buat datang ke Klub?"

"Riehla yang menelepon saya. Bapak gak ingat kalau datang ke Kantor?"

"Saya ke Kantor?" Ellio mencoba mengembalikan ingatannya yang tidak ia ingat.

"Saya akan siapkan sarapan," ucap Randy yang berlalu dari hadapan Ellio. Ellio terus mencoba mengingat sampai ia mengingat apa yang ia lakukan di Kantor. Bahkan saran dari Riehla ia ingat. Saran yang terlihat tulus. Ellio tidak tahu jika Riehla bisa terlihat setulus itu.

Beberapa saat kemudian...

Karena takut telat lagi jika harus kembali ke Rumah dahulu, Riehla pun tertidur di Kantor. Tidur di kursi kerja dengan sedikit tidak nyaman. Sudah terbangun sekitar 15 menit yang lalu di saat satu persatu karyawan-karyawati datang, Riehla yang terlihat lumayan kacau itu berencana ke Toilet. Saat baru melangkah keluar dari ruangan, bertemu Ellio. Kedua manusia beda jenis itu masing-masing langsung setiap adegan semalam.

"Melihat pakaian kamu, kamu tidak pulang?" tanya Ellio.

"Kalau saya gak menyelesaikannya nanti dibilang gak bertanggung jawab!" Ya, perkataan itu ia tujukan untuk Ellio.

"Maaf," ujar Ellio.

Riehla mengernyit. "Saya gak salah dengarkan? Pak Ellio minta maaf buat apa?" Lebih tepatnya seperti ini kalimatnya Pak Ellio bisa minta maaf juga?

"Gak seharusnya saya memeluk kamu." Sedingin dan menyebalkannya Ellio sesungguhnya ia masih punya hati. Ia tahu tentang setiap kesalahannya walau kerap kali mencoba untuk terlihat tidak bersalah. Namun, terkadang juga ia merasa bahwa ia tidak salah.

"Saya sudah melupakannya. Lagi pula Pak Ellio kan di bawah pengaruh alkohol. Kalau gitu, saya permisi." Riehla berlalu dari hadapan Ellio. Ellio menoleh ke arah belakang.

***

Riehla sedang stress saat ini, karena sudah setengah jam mencari naskah yang sudah selesai ia revisi yang akan dibawa rapat nanti sekitar 15 menit lagi, belum juga ketemu. Padahal naskah itu adalah cerita yang sudah selesai seleksi, tinggal dicetak. Sebelum proses cetak perlu beberapa perbaikan dan Riehla menghilangkannya.

"Coba kamu ingat-ingat lagi, lupa taruh di mana."

"Seingat saya di meja, saya gak menaruhnya di tempat lain."

Kepala Editor yang seorang perempuan itu juga pun ikut sedikit stress. Jika tidak juga ditemukan, Ellio pasti akan marah. Karena naskah itu akan diperiksa Ellio saat rapat. Bagaimana nasib Riehla? Apakah semua akan baik-baik saja?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status