Share

2 Tidak Diundang

Tidak Diundang

“Saya terima pengkhianatan kalian berdua, dengan ikhlas! Dibayar tunai!” teriak Nawa, dengan alat itu.

“Nawa!” pekik pengantin pria yang bernama Marhan, sambil berdiri, karena terkejut.

Semua pengunjung ribut, terjadi kekacauan dan kegaduhan baik di mimbar akad nikah atau di tempat para tamu undangan.

“Ya, aku Nawa, orang yang seharusnya duduk menjadi pengantinmu, apa kau lupa?” saat bicara, Nawa berdiri tepat di depan area pelaminan.

“Kenapa kamu datang ke sini, kamu tidak di undang!” kata Rima, ibunda Marhan. Wanita itu pun berdiri dari duduknya, dengan emosi.

“Aku datang ke sini mau menikah juga!” sahut Nawa seraya menahan emosi, lalu menoleh pada Jayid sambil berkata, “Dan, dia suamiku!”

“Apa kau bilang? Kau tidak bercanda, kan? Apa kau tahu siapa dia?” tanya Marhan lagi, dia tahu betul siapa pria yang berdiri di samping Nawa dengan tenang itu.

“Ya! Dia suamiku!”

‘’Sial! Kenapa aku tidak tanya siapa namanya?” Batin Nawa.

“Tidak mungkin secepat ini kau mendapatkan suami, aku tidak percaya! Kau dari dulu cuma mencintaiku, tidak pernah ada pria lain selain selain aku, mana ada penggantiku?” kata Marhan, membuat Nawa dan semua orang yang ada di sana tercengang.

Semua orang tahu, pesta itu diselenggarakan atas nama Marhan dan Nawa, tapi yang berada di sisi pengantin pria sekarang, justru Aida dan baru sekarang mereka mendapatkan balasannya.

“Kalau kau tahu aku hanya mencintaimu? Kenapa kau mengkhianati aku, Han? Kenapa?”

“Apa kau bilang, aku berkhianat? Mana buktinya! Kau sendiri yang menyuruhku untuk menikahi Aida, kan?”

“Ini buktinya!” Nawa berkata seraya menyebar banyak sekali kertas yang memperlihatkan foto Marhan dan Aida sedang bermesraan, dia sendiri yang mengambil beberapa gambar itu, saat kejadian sehari sebelum akad nikahnya dilangsungkan.

Hari itu, Nawa sengaja pergi mengunjungi kantor Marhan, setelah dia selesai mencoba gaun pengantinnya, yang kini dikenakan oleh Aida.

Tak lupa, Nawa menunjukkan sebuah video yang memperlihatkan pengakuan Aida atas keberhasilannya mendapatkan Marhan, dan sering melakukan berhubungan badan di belakangnya.

Hari itu, takdir seperti tengah mempermainkan perannya, saat mereka dimabuk hasrat cinta terlarang, meluapkan napsu hingga lupa mengunci pintu ruangan di mana mereka sedang bercinta.

Saat itulah Nawa masuk ke ruangan Marhan dan melihat calon suami serta sahabatnya, tengah bermesraan di kursi kerja kantor dengan leluasa.

Marhan dalam keadaan duduk dan Aida berdiri mengangkang dengan rok yang tersingkap ke atas. Sementara celana dalam mereka berada di mata kaki.

Tentu saja Nawa begitu terkejut, dia langsung menutup wajahnya dengan telapak tangan dan membiarkan permainan kedua orang itu sampai selesai di hadapannya.

Marhan dan Aida pun panik, dengan cepat mencabut penyatuan. Lalu, memakai kembali pakaiannya satu persatu tanpa membersihkan bekasnya terlebih dahulu.

Betapa hancur hati Nawa melihat apa yang ada di hadapannya saat itu. Selama empat tahun lebih membina hubungan, nyatanya hanya di akhiri dengan sebuah pengkhianatan Begitu dalam mencintai pasangan nyatanya, hanya mendapatkan kekecewaan, begitu kuat memegang teguh kepercayaan dan kesetiaan, nyatanya begitu mudahnya dihancurkan.

Setelah itu, dengan mudahnya Marhan dan Aida meminta maaf dan, memohon agar Nawa memaklumi semua perbuatan mereka, atas nama cinta, lalu, meneruskan pernikahan seperti rencana sebelumnya. Tentu saja Nawa menolak, hingga dia memutuskan hubungannya dengan sang kekasih saat itu juga.

Nawa berinisiatif untuk merekam video dan mendengar sendiri pengakuan Aida bahwa, mereka sudah tertarik satu sama lain cukup lama, tapi mereka memilih melakukan hubungan secara sembunyi-sembunyi agar dirinya tidak terluka.

Atas dasar perasaan itulah mereka kemudian sering bermesraan, di kantor. Bahkan, Aida rela menyerahkan mahkotanya untuk, di cicipi sebelum, Marhan menjadi milik Nawa seutuhnya.

Disaat yang sama, pria yang berdiri dengan tenang dan angkuh di samping Nawa, menyunggingkan senyum tipis di ujung bibirnya. Dia mulai mengerti situasi yang menjebaknya, menjadi seorang pria sewaan. Akh! Yang benar saja. Harga dirinya tiba-tiba turun begitu rendah.

“Kau, Aida!” kata Nawa, dengan menggunakan pengeras suaranya, sekuat hati dia menahan tangis. “Apa kurangnya aku sebagai sahabat selama ini di matamu, dengan mudahnya kau menjalin cinta di belakangku, padahal kau tahu Marhan tunanganku?”

“Tapi, aku mencintainya, Nawa, perasaanku tidak salah!” Sahut Aida, tampak memelas meminta Nawa agar memaklumi perasaan dan memaafkannya, “Aku sudah menahan perasaanku padanya selama ini ... aku sangat tulus mencintai Marhan ....” Air mata mulai mengalir mengambil simpati banyak orang seolah-olah dirinya yang saat ini sedang tertindas.

“Kalau perasaanmu tidak salah, lalu bagaimana dengan perasaanku? Kalau kau melakukannya atas nama cinta, apa kau juga berkhianat atas nama persahabatan? Apa ini yang dinamakan sahabat? Kau bilang tidak ingin menyakitiku, lalu, apa yang kau lakukan sekarang, bukankah ini juga menyakitkan?” Nawa berkata dengan ekspresi sinis.

“Nawa ...! Aku memang salah padamu, tapi, pantaskah kau merusak pesta pernikahan sahabatmu sendiri?” kata Aida dengan air mata yang semakin deras.

“Kemarin kau sudah merelakan semuanya, tapi, kenapa sekarang kau membuat keributan di sini? Ternyata tak ada bedanya antara kau dan aku!” Lagi-lagi Aida menimpali dengan suara memelas.

“Nawa!” Marhan angkat bicara, “Kita sudah membicarakan semua ini kemarin, dan kau pun sudah rela Aida menggantikan posisimu, bukan? Jadi, sebaiknya kamu pergi dan jangan membuat kegaduhan!”

❤️❤️❤️

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status