Pengasuh Bayi
Keesokan harinya, Nawa berangkat untuk bekerja menjadi seorang pengasuh, pada keluarga Misela. Seperti biasa dia diantar oleh Rasyid sampai di pintu gerbang rumah mewah itu, sekaligus melanjutkan perjalanan ke tempatnya bekerja di sebuah perusahaan swasta.Sebenarnya, Rasyid mampu menanggung kehidupan mereka berdua, hingga Nawa tidak perlu bekerja, tapi, adik perempuannya tidak mau. Dengan alasan, tidak akan selamanya bergantung pada sang kakak, karena dia pun harus kuat seorang diri bila Rasyid menikah suatu hari nanti.Nawa tidak memiliki ijazah sarjana karena dia berhenti kuliah saat kedua orang tuanya tiada. Jadi, dia memilih menjadi pengasuh anak di keluarga kaya itu, untuk menyambung hidup. Apalagi dia memang menyukai anak-anak.Gadis itu beraktivitas seperti biasa begitu sampai di sana, membersihkan dan memberi makan si kembar, Anna dan Anne, yang sekarang sudah berumur tiga bulan.Soyu, teman seprofesinya sudah tiba lebih dulu. Mereka bekerja sejak bayi kembar perempuan itu dilahirkan, oleh Misela, yang berprofesi sebagai foto model terkenal di kota mereka.Tanpa Nawa sadari, ada seorang pria yang mengamatinya sejak dia muncul di taman samping rumah untuk menyuapi Beby Ane bersama Soyu, sambil mendorong kereta bayi kembar itu.“Kakak, apa aku bisa meminta semua data dari para pelayanmu di sini?” kata Jayid di telepon, sambil berdiri di sisi jendela kamarnya di lantai dua. Dia baru datang tadi malam, karena Misela—kakaknya, memintanya untuk menginap barang semalam, karena kesibukan membuat adiknya itu jarang sekali berkunjung.“Kenapa kau tidak turun untuk sarapan? Kenapa kau bertanya soal pelayanku?” jawab Misela dari ponsel, saat itu dia dan suaminya tengah menikmati sarapan sebelum melakukan aktivitas masing-masing.“Sepertinya .. tahun ini aku ingin menginap di rumahmu lebih lama dan tentu saja aku membutuhkan data itu! Kau tahu, kan, aku sangat teliti dengan orang-orang di sekitarku?”“Apa kau masih penasaran dengan keluarga Lawira? Ayolah, ini sudah belasan tahun, kita tidak perlu meneruskan tradisi keluarga konyol itu! Cari saja wanita lain untuk kau nikahi. Bagaimana kalau ternyata keluarga itu tidak memiliki seorang pun anak wanita? Lupakan saja!”Mencari data beberapa orang yang ada disekitarnya, adalah kebiasaan Jayid sejak beberapa tahun terakhir setelah dia lulus dari program strata duanya.“Bukan begitu, aku hanya sudah terbiasa saja. Oh iya, katakan pada Jonu, aku tidak akan sarapan hari ini!” Jayid berkata bukan tanpa alasan, dia tidak begitu menyukai kakak iparnya yang terlalu berlebihan dalam memuji semacam penjilat saja.“Lebih baik tidak usah menginap, kecuali kau memang peduli denganku, dasar konyol!”“Baiklah, kalau kau tidak mau memberiku data, aku akan menginap di hotel dan tidak akan peduli lagi dengan perusahaan untuk selamanya!”Jonu dan Misela—istrinya, menarik napas panjang mendengar ancaman Jayid yang keras kepala. Akhirnya dia memberikan apa yang diinginkan Jayid, sebelum berangkat bekerja, dan Misela pun pergi untuk melakukan pemotretan.Di kamar itu, Jayid membaca dokumen milik Nawa sambil menatapnya lekat, hanya wanita itu yang tidak mencantumkan nama belakang pada data pribadinya. Pria itu turun dari lantai dua, setelah beberapa jam kemudian.Nawa sempat menangkap bayangan seorang pria yang keluar dari rumah, membuatnya heran. Namun, karena situasi tidak berubah atau mencurigakan maka, dia pun mengabaikannya. Dia belum pernah melihat orang lain di rumah itu sejak dia mulai bekerja.Demikianlah hari-hari berlalu di rumah itu, hampir setiap hari Nawa melihat bayangan seorang pria yang masuk atau keluar rumah tanpa permisi, disaat rumah dalam keadaan sepi. Jika dia menanyakan hal itu pada orang-orang di sekitar maka, mereka hanya menjawab tidak tahu saja.Setiap malam pula, Nawa menerima telepon dari pria sewaannya yang, mengingatkan tentang utang.Sampai tiba saatnya Nawa harus melunasi utangnya pada Jayid hari itu. Namun, sejak semalam dia tidak menerima panggilan atau pesan apa pun, mengenai tempat di mana mereka akan bertemu.Padahal, hari ini dia akan sangat sibuk mengurus baby twins dan mengawasinya, karena mereka akan diajak untuk pergi pada acara perhelatan memperingati berdirinya perusahaan Alrazee.Nawa dan Soyu sudah memakai seragam baru dan berdandan lebih rapi dari biasanya. Walaupun, mereka hanya seorang pengasuh di sana, tapi, tetap harus terlihat baik, hingga pantas menjadi pelayan di keluarga Razee.Pekerjaan mereka hanya mendorong kereta, ke mana pun pasangan Jonu dan Misela berjalan pada acara itu, kecuali saat berada di atas panggung. Saat sang CEO Perusahaan memperkenalkan putri kembar keluarga Razee sebagai keturunan yang, kelak akan meneruskan estafet dalam mengelola perusahaan.Misela memilih menjadi foto model sesuai profesi yang dia sukai sedangkan perusahaan dia serahkan sepenuhnya pada Jayid—adiknya.Saat acara itu berlangsung baik Nawa dan Soyu tidak ada di sana karena kebetulan pergi ke toilet. Sementara mereka sedang tidak dibutuhkan untuk melayani dan membantu majikan wanitanya mengurus sang buah hati.Disela-sela kesibukannya itu, Nawa menerima panggilan dari nomor telepon yang setiap malam selalu menghubunginya, untuk menagih utang.“Di mana kamu? Bayar utangmu sekarang juga!” kata suara di telepon. ❤️❤️❤️Aku Mau Keluar “Hai! Aku sibuk dan tidak mungkin meninggalkan acaraku sekarang, bagaimana kalau kau ke sini?” Nawa sudah menyiapkan uang untuk membayar utangnya dengan meminjam pada Rasyid, dan kakaknya itu memberi dengan cuma-cuma, karena sang adik beralasan ingin membeli hadiah untuk seorang teman. “Makanya, aku tanya di mana kamu sekarang?” bentak Jayid kesal. Jayid mengira jika Nawa melihatnya di atas panggung saat memberikan sambutan tadi, hingga gadis itu pasti terkejut. Dia tersenyum membayangkan Nawa salah tingkah dan merasa bersalah, karena telah menganggapnya gigolo. Oleh karena itu dia sengaja tidak menghubunginya sebab ingin tahu bagaimana reaksi Nawa saat membayar utangnya. Namun, di luar perkiraan Jayid, ternyata Nawa tidak mengetahui apa pun, bahkan saat menerima telepon dia masih terlihat meremehkannya. “Cepata ke sini kalau waktumu memang sangat berharga, sekarang aku sedang di toilet ... Gedung PT. Alrazee. Kalau kau dekat, mampirlah!” “Keluar kau dari sana,
Melanggar SumpahMelihat penolakan dan ekspresi Nawa, membuat Jayid semakin tertarik, semua yang ada pada diri nawa seperti menghisap dirinya dalam pasir hisap, hingga dia akan terus terhisap kalau dia bergerak, lebih cepat gerakannya maka dia akan lebih cepat mati! Beberapa malam terakhir, dia tidak bisa melupakan ciumannya di bibir Nawa waktu itu, dan setiap kali dia mengingat hal itu, maka dia akan meminta ampun pada mendiang sang kakek sambil menangis. “Maafkan, aku Kakek kalau melanggar sumpahku sendiri, aku tidak akan kuat menahan godaan wanita itu, aku tidak peduli dia bukan perawan lagi, karena dia pernah punya kekasih!” ujarnya di setiap malam di hadapan foto kakeknya. Jayid menggelengkan kepalanya dan kembali pada kesadaran. Saat Nawa kembali bicara. “Hai! Dengar, aku tidak peduli siapa kamu, tapi aku sekarang bekerja pada pemilik perusahaan besar ini, mereka bukan orang sembarangan dan sangat berpengaruh di kota! Aku tidak ingin ada masalah. Kalau kau tidak melepasku, a
Kotak HadiahSaat Misela keluar rumah setelah mencium pipi anak kembarnya, dan memasuki mobil, dia melihat sebuah kotak hadiah titipan untuk Jayid yang tertinggal kemarin.Dia berbalik dan memanggil Nawa, memberikan sebuah bungkusan warna putih dan meminta gadis itu untuk membawanya ke kamar Jayid di lantai dua.“Apa ini, Nyonya?”“Itu hadiah dari temanku untuk Jay, aku lupa memberikannya kemarin dia pergi entah ke mana, menghilang di tengah pesta!”“Baik, saya akan menyampaikannya!”Melise mengangguk dan pergi. Sementara Nawa terus berjalan ke lantai dua, tempat yang jarang dia lalui selama berada di rumah itu. Dia mengetuk pintu kamar sang adik yang dimaksud oleh Misela--majikannya untuk beberapa lama, dia sabar menunggu karena mungkin laki-laki itu masih tidur.Dia pikir adik laki-laki majikannya itu pastilah pria yang sangat manja, walaupun dia orang yang luar biasa. Jadi, maklum kalau pria itu bangun dan berangkat ke kantor agak siang, karena biasanya bos sebuah perusahaa
Pengakuan BerbahayaJayid mengendurkan pelukan sambil menipiskan bibir lalu memalingkan pandangan, dengan berat hati dia mengakui tentang kakeknya yang bernama Solomone Razee. Pikiran cerdasnya menduga bahwa, ada sesuatu yang buruk dengan kakeknya, hingga menyebabkan Nawa bertanya demikian.Sementara Nawa menatap Jayid dengan penuh tanda tanya, jika benar pria ini adalah cucu dari Solomon, berarti majikannya yang selama ini selalu baik dan ramah, pun bagian darinya. Tiba-tiba dia menyesal, mengapa tidak memperhatikan silsilah foto keluarga Misela yang jelas terpampang di salah satu dinding perusahaan. Masalahnya waktu itu dia tidak tahu bagaimana wajah pria yang, menurut Rasyid terlibat dalam kematian kedua orang tuanya.“Maaf, sepertinya aku tidak bisa bekerja pada kalian lagi!” kata Nawa sambil melangkah keluar dari kamar Jayid. Dia mengusap air matanya yang kembali mengalir.Seketika dia ingat bagaimana keadaan kedua orang tuanya yang sudah meninggal dua tahun yang lalu. Nawa
Pergi Tanpa Pamit“Ya, aku bersumpah bahwa kau tidak akan bernafsu dengan wanita lain kecuali dari keluarga Lawira!”“Kau kejam Kakek! Kalau memang menyayangiku maka, kau tidak akan mengikatku dengan peraturan seperti itu, Misela saja boleh menikah dengan laki-laki lain kenapa aku tidak?”“Aku tidak menyalahkan Misela karena anak dari Lawira pun tidak mau menikah dengannya!”“Lalu, kenapa kau memaksaku? Bagaimana kalau anak perempuan dari keluarga Lawira pun tidak mau menikah denganku, apakah kau tetap mengutukku hingga aku tidak bernafsu dengan wanita lain, begitu? Nah, cabut kembali kata-katamu, Kakek!”“Aku tidak akan menandatangani surat warisan mu kalau kau tidak mau menurutiku, bahkan, Ibumu pun akan jatuh miskin kalau aku memberikan semua kekayaan pada keluarga Lawira, apa kau mengerti?”“Ya! Ya! Baiklah. Tapi, apa kau yakin mereka punya cucu perempuan dan berjodoh denganku?” tanya Jayid, dia sebenarnya sangat merasa terpaksa.“Aku berharap tidak salah kali ini, biarkan
Tidak Ada Penyesalan“Aku tidak punya urusan denganmu!” kata Nawa pada Aida yang baru saja menyapa dan kembali mendorong troli belanjaannya untuk menjauh, tidak ada gunanya meladeni perempuan yang sudah merebut kekasihnya itu.Pada saat yang bersamaan, Aida menarik bahu Nawa dan berkata, “Apa kau benar-benar sahabatku? Kau banyak berubah sekarang Nawa!”“Siapa yang membuat aku berubah? Bukankah itu kau sendiri, Aida! Mana ada sahabat yang merebut tunangan sahabatnya dan sekarang kau merasa tidak bersalah?”“Bukankah kau sudah menyerahkan Marhan kepadaku?”“Dan kau menerima lelaki bekas yang jelas-jelas tidak setia! Kalian memang cocok, sama-sama penghianat!”“Bagiku, dia sempurna! Kau yang keterlaluan! Gara-gara ulahmu, pestaku hancur dan semua orang pergii! Padahal kau sudah merelakan pesta itu, bukan? Dasar munafik!”Nawa tertawa mendengar semua hal itu dari mulut Aida sendiri dan baru berhenti tertawa setelah seorang pria mendekat, dengan tatapan dingin dan acuh pada Nawa.Dia me
Aku SuamimuJayid membiarkan Nawa lepas dari pelukannya, tapi dia menutup pintu ruangan rapat-rapat lalu, duduk di sofa panjang sambil menyilangkan kakinya. “Duduklah di sini,” katanya sambil menepuk tempat kosong di sebelahnya. “Aku tidak mau!” jawab Nawa tetap berdiri di posisinya. “Aku suamimu, bukan?” “Bukan, kita belum menikah, jadi tidak ada istilah suami atau istri!” “Kalau begitu ayo! Sekarang, kita menikah!” “Aku tidak mau, karena kau bagian dari keluarga Solomon!” “Sebenarnya ada apa dengan nama Solomon itu?” “Dia siapa-mu?” “Kalau memang yang kau maksud adalah Solomona Razee, maka ... dia Kakekku, apa ada yang terjadi dengan kakekku dan keluargamu?” kata Jayid sambil memijit pelipisnya. “Kekuarganya sudah membunuh kedua orang tuaku!” “Itu tuduhan yang jahat, Kakekku tidak pernah dipenjara ... jadi, bagaimana dia bisa terlibat dalam pembunuhan kedua orang tuamu?” “Polisi menyatakan tidak ada pembunuhan dan murni kecelakaan tapi, ada cincin yang ditemukan polisi d
Menyembunyikan Sesuatu Jayid membiarkan Nawa keluar dari ruangan itu setelah mendapatkan semua barang belanjaannya yang diberikan oleh Rizal. Wanita itu pergi meninggalkannya begitu saja tanpa berpamitan.Pria itu diam menatap punggung Nawa yang menjauh, setelah itu bersandar sambil memejamkan mata dan memijat pelipisnya.“Apa yang harus aku lakukan, Kakek?” batinnya.“Kenapa Tuan melepaskannya lagi kali ini? Bukankah Anda bisa menjeratnya dengan sesuatu?” Rizal bertanya sambil membereskan beberapa berkas di sana.“Akan kupikirkan nanti, kau sudah membayarkan semua barang belanjaannya?”“Ya Tuan!”“Dan dia tidak mengucapkan terima kasih padamu?”“Aku rasa tidak!” Rizal menjawab sambil memikirkan sesuatu setelah yakin kalau perempuan itu pergi tanpa bicara sepatah kata pun.Jayid mengeluarkan ponselnya, tidak bisa menyimpan semua ini sendirian, hingga dia menghubungi Misela untuk bertemu.“Apa kau sibuk? Aku ingin bicara!”“Bicara saja sekarang, apa susahnya? Kalau kau mau