Suasana kerajaan Goro nampak sangat lengang, maklumlah karena hari sudah menjelang malam. Panglima kerajaan bergegas menemui permaisuri di kediamannya."Panglima hendak menghadap paduka Ratu," lapor seorang dayang pada permaisuri."Suruh dia masuk !" titah sang ratu.Dayang bergegas keluar dan memanggil panglima.Sesama besan itu kini saling berhadapan, walau Ratu adalah ibu dari menantunya tetapi dia tetap menghargai besannya itu."Maafkan hamba sedikit terlambat melapor pada Ratu," Panglima kerajaan menunduk memberi hormat."Jangan berlebihan panglima, kau adalah besanku. Tak perlu se formal itu ketika menemuiku," ucap permaisuri tersenyum hangat.Dayang istana datang menyuguhkan teh dan kudapan dari dapur istana.Panglima memperbaiki duduknya dan menatap sekeliling."Hamba ingin melaporkan sesuatu, kondisi pangeran Nathan sangat kritis. Dia kena senjata beracun yang mematikan. Hamba tak bisa menolongnya karena hamba tahu penawar racun itu hanya dimiliki Raja. Hamba membawa contoh r
Air mata sang Ratu jatuh berderai, baginda Raja tak tega melihatnya. Dia berusaha membujuk ratunya ini agar berhenti menangis. "Jangan menangis sayang, kita pasti akan menemukan jalan keluarnya," bujuk sang Raja. "Jalan keluar apa ? Bukankah penawar racunnya hanya di miliki oleh kalian berdua, apa sampai saat ini kau masih mempercayai dayangmu itu ? Mengapa kau tidak sekalian menikahinya saja atau jika dia tak bersedia jadi selir aku akan mengundurkan diri menjadi permaisuri," Ratu yang sangat cantik jelita ini tak bisa lagi mengontrol dirinya. Dalam situasi seperti ini, bahasa formal tak layak lagi dikedepankan, dia telah kehilangan Puteri Sahara, lalu apakah dia harus kehilangan anak Sahara ? Cukuplah Nathan hidup walau tak bersamanya sudah membuat hatinya lega, tapi kini mengetahui kondisi Nathan yang sedang kritis membuatnya tak bisa tinggal diam. "Tenanglah Ratuku, aku tak akan membiarkan sesuatu terjadi pada Putera Sahara," Raja berusaha menenangkan Permaisuri. "Oh ya ? Ap
Nela pamit sebentar ke rumah, tujuannya untuk meracik tanaman yang di temukannya. Dia akan mencoba meminumkannya pada kelinci piaraannya. Dia takut jangan sampai obatnya malah bisa menghilangkan nyawa Nathan. Nela membawa darah yang membiru yang di sembunyikannya di dalam lemari. Dia bertujuan untuk menyuntikkan darah itu ke tubuh hewan peliharaannya. Tetapi dia ragu, bagaimana jika kelincinya mati ? Akhirnya Nela menangkap tikus yang melintas di belakang rumahnya. Ditangkapnya tikus besar itu dan di masukkannya ke dalam kandang kecil yang ada di dapur. Nela terpaksa harus melakukan eksperimen demi untuk menolong kakaknya. Hasil lab menunjukkan tak ada apa-apa di tubuh Nathan. Ini benar-benar gila. Atau pengaruh tidak di temukannya racun dalam tubuh Nathan karena Nela sudah rnengeluarkannya. Tapi ini tidak mungkin, dia sendiri tidak yakin dengan obat racikan itu bisa membersihkan racun secepat itu. Pasti masih terdapat sisa-sisa racun di tubuh Nathan. Pikir Nela.Nela tak menyia-nyia
Petugas pantri datang membawakan makan malam pasien, setelah menaruh makanan itu di meja petugas pantri segera meninggalkan ruangan. Nela membangunkan Nathan untuk makan malam. "Kak bangun, ayo di makan buburnya mumpung masih panas," Nela membangunkan Nathan dengan menepuk-nepuk pundak Nathan pelan. Nathan menggeliat, dia membuka matanya. Tangan kanannya terasa sakit. "Kakak jangan bangun, aku akan memposisikan ranjang ini sedikit ke atas agar kau bisa bersandar dengan nyaman," cegah Nela saat melihat Nathan berusaha untuk bangun. Nela menarik pengait ranjang dan mulai memutarnya sehingga posisi ranjang di bagian kepala perlahan naik ke atas. "Jangan terlalu tinggi dek," pinta Nathan. Setelah memastikan posisi Nathan bersandar dengan nyaman, Nela segera menarik meja makan dorong dan mulai menyuapi Nathan pelan-pelan. Linda mengambilkan air hangat untuk Nathan sedangkan yang lainnya terlihat sedang menikmati makanan yang dibelikan Rafik di warung depan Rumah Sakit. "Sepertinya ta
Azan subuh berkumandang, kokok ayam jantan bersahutan menandakan fajar telah tiba, masing-masing menggeliat dari balik selimut. Ada yang sudah beraktifitas dan adapula yang bersiap-siap ke mesjid. Di Rumah Sakit kesibukan sudah semakin jelas terlihat, para perawat mulai lalu lalang di koridor. Para cleaning service mulai menjalankan tugasnya sebelum para petugas medis dan pengunjung mulai memadati Rumah Sakit seperti biasa. Penghuni ruang Paviliun bangun untuk menunaikan sholat subuh, Nathan nampak tertisur dengan lelap. Nela tak membangunkannya. Barulah setelah selesai menunaikan ibadah subuh Nela menghampiri Nathan. "Sejak kapan Nathan ganti baju ya? Apa dia bangun sendiri?" gumam Nela tatkala melihat Nathan sudah mengganti baju dengan pakaian yang lebih rapi. Sebenarnya Nathan sudah bangun sebelum azan berkumandang, namun dia memilih untuk tetap berbaring sambil menunggu kedatangan dokter. "Kak bangun, sebentar lagi dokter akan melakukan visit," ucap Nela sambil mengguncang tub
Lady Sina berdiri terpaku, bagaimana mungkin Nathan bisa terlihat sesegar itu. Tak ada yang bisa lolos dari tanaman kematian. Obat penawarnya hanya ada dua di dunianya, satu milik Raja dan satu miliknya."Apakah Raja memberikan obat penawarnya pada Nathan?"Lady Sina terus bertanya-tanya dalam hati, tatapan Nathan sangat mengusik hatinya. Mungkinkah Nathan sudah tahu jika dia yang berusaha membunuhnya?Lady Sina mengikuti Nathan sampai ke rumahnya di kawasan perumahan elite. Nampak olehnya Nathan turun dari mobil di gandeng Nela."Kakak tidur di kamarku saja, biar aku dan Linda tidur di kamar depan," ucap Nela. Paman Badar dan Linda sibuk menurunkan barang-barang dari mobil dan mengangkatnya masuk ke dalam rumah.Nathan mengikuti instruksi Nela, dia memilih masuk ke kamar dan menutupnya. Paman Badar manatap Nela bingung."Sepertinya ada yang salah dengan Nathan," kata Paman Badar."Mungkin dia kecapean paman," jawab Nela.Paman Badar mengangguk, dia mencoba untuk mengerti walau seben
Setelah pergulatan yang sangat melelahkan itu Rully dan Lady Sina masih berbaring saling berpelukan."Kau sangat hebat, rasanya aku ingin kita setiap hari seperti ini," bisik Rully.Lady Sina merasa tersanjung dengan pujian itu, hatinya berbunga-bunga. Dia ingin hidup layaknya manusia, jika cinta Rully sangat dalam untuknya maka dunia lain tidaklah berarti baginya."Malam ini aku akan menyelesaikan pekerjaanku yang tertunda, setelahnya aku akan kembali ke kerajaan untuk berpamitan. Kita akan hidup bersama selamanya," ucap Lady Sina."Aku bahagia mendengarnya, aku akan memperkenalkanmu pada semua orang. Kita akan menikah," kata Rully sambil mengecup keningnya.Kupu-kupu seakan beterbangan keluar dari hati Lady Sina yang terbuai dengan kata-kata indah Rully."Aku butuh untuk memulihkan tenagaku, sebentar lagi aku akan membunuh Nathan sesuai keinginanmu."Rully tersenyum penuh arti, rumah yang diinginkannya akan jatuh ke tangannya lalu adik Nathan yang sangat cantik itu akan diculiknya d
Enrah karena sudah dua kali menghadapi situasi ini, Nela terlihat sangat tenang, dia bergegas ke sebelah kamar mengambil tas ranselnya yang berisi obat. Nela tak menghiraukan bunyi mobil yang berhenti tepat di depan rumah. Gadis cantik ini kembali ke dalam kamar, dengan sangat hati-hati dia membuka kemeja Nathan."Bantu aku membuka seluruh pakaiannya kak," pinta Nela pada Rafik. Dia menutupkan selimut ke tubuh Nathan agar tubuhnya masih tetap tertutup walau seluruh pakaiannya di buka.'Apa yang terjadi?" tanya paman Badar yang kini berdiri di depan pintu."Paman, bantu aku membalurkan bubuk ini ke tubuh bagian bawahnya kak Nathan," pinta Nela yang sudah menghafal suara paman Badar tanpa harus menengok ke belakang.Tanpa banyak bicara paman Badar segera menghampiri Nela, dia mengambil obat dari ransel Nela dan mulai membalurkannya ke seluruh tubuh Nathan.Dalam beberapa detik Nela menemukan dua jarum yamg tertancap di dada dan leher Nathan."Lihatlahlah jarum seperti ini paman, siapa t