Nela ikut naik ke lantai dua menyusul Giri, dia merasa bersalah karena telah membuat Nita mengalami luka akibat pukulan sebilah bambu.Sebelum dia naik ke lantai dua, dia mengambil sisa tanaman yang tertinggal di halaman, menumbuknya sebentar sampai halus lalu ditaruhnya di piring kecil.Nita terlihat masih meringis kesakitan."Maafkan aku bi, karena aku bibi kena getahnya.""Tidak sayang, sudah kewajiban bibi untuk melindungimu.""Paman, bantu aku mengoleskan obat ini ke tubuh bibi."Giri yang sedang menahan amarah membuka pakaian Nita dengan sangat hati-hati. Matanya berkaca-kaca tatkala melihat darah yang keluar dari luka memanjang di tubuh isterinya. Dia tak bisa membayangkan bagaimana jika bilah bambu itu mengenai Nela. Pasti anak itu akan pingsan.Nela berusaha mengoleskan daun yang sudah di raciknya ke seluruh permukaan luka di punggung Nita. "Tahan sebetar ya bi, ini sedikit perih."Nita meringis, diapun membayangkan bagaimana jika Nela yang mengalaminya. Dia saja harus menah
Kepala Desa yang mendapat kabar itu segera menuju ke kantor polisi. Selain warganya, Ningsih juga termasuk kerabat dekatnya. Ayah Ningsih adalah kakak kandungnya. Ternyata di kantor polisi Ningsih belum di interogasi tetapi langsung di masukkan ke sel tahanan. Polisi sedang menunggu kedatangan pelapor.Di Rumah Sakit Badar sedang mengajari Giri untuk memberikan keterangan pada polisi. Nela ikut mendengarnya. "Katakan apa yang kau lihat, dan upayakan Ningsih membuat surat pernyataan untuk tidak melakukannya lagi baik pada isterimu dan juga Nela.""Bisakah anda menemaniku tuan ?""Baiklah, ayo ! Nela tolong jaga Nita.""Iya paman, kumohon bebaskan ibu paman."Badar mengangguk, dia terus geleng-geleng kepala mendengar permintaan Nela. Sudah begitu nyata ibunya menzaliminya namun dia masih tetap membelanya.Di kantor polisi telah hadir Kepala Desa mewakili keluarga Ningsih. Badar dan Giri datang menghampiri."Pak kades, maaf terpaksa kami langsung melapor ke kantor polisi.""Tapi ada ap
Nathan kini berada di kerajaan Goro. Kedua remaja itu kembali merencanakan untuk pergi ke kerajaan Bilu dengan menyamar. Tujuan Nathan ke sana hanya ingin mengetahui keberadaan Batista. Jika Putera Mahkota kerajaan Bilu itu tidak lagi mengincar adiknya maka dia tak akan menginjakkan kakinya ke situ lagi."Kita harus menyamar sebagai pedagang ikan agar bisa masuk sampai ke kerajaan," ucap Nathan."Kau benar, tapi kau jangan memberikan ikan begitu saja kepada orang yang tidak di kenal.""Siapa juga yang kita kenali di sana, bukankah mereka semua adalah orang asing ?"Dewi tertawa, dia membenarkan apa yang di katakan Nathan. Dewi saja tak punya kenalan di sana apalagi Nathan.Ada cara yang lebih mudah untuk sampai di kerajaan Bilu, tentunya dengan menggunakan ilmu menghilang, tetapi hal itu hanya akan menimbulkan masalah. Karena mereka punya pasukan bayangan yang bisa menembus dunia yang tak terlihat."Sebaiknya kita meminta izin pada baginda Raja."Kali ini Nathan tak ingin mengambil re
Derap kaki kuda berpacu sangat kencang menyusuri jalan berliku menuju kerajaan Bilu, dua remaja menunggang kuda dengan kecepatan tinggi, mereka sempat berpapasan dengan para penunggang kuda lainnya. Namun ada pula pejalan kaki yang menarik gerobak dagangan mereka. Tidak terlalu sulit bagi kedua remaja itu untuk memasuki kawasan perbatasan, ternyata penjaga pintu perbatasan masih orang yang sama."Ramai sekali bang, ada perayaan ya ?" tanya Dewi sambil memberikan sekantong uang kepada penjaganya."Hari ini acara pernikahan Putera Mahkota.""Benarkah ? Putera Mahkota menikah dengan siapa ?""Sini non, tapi ini rahasia ya ?" Penjaga perbatasan membisikkan sesuatu ke telinga Dewi.Nathan melihat Dewi dan penjaga yang saling berbisik, dia pura-pura tak melihat dan lebih memilih memperbaiki letak barang dagangannya.Dewi menghampirinya, "Ayo kita pergi."Nathan dan Dewi memikul barang dagangannya di pundak dan segera menuju ke pasar."Apa yang dikatakan penjaga itu padamu ?""Sonu akan me
Pesta malam ini seakan di dukung oleh cuaca yang bersahabat, purnama nampak bersinar terang memancarkan cahayanya di tengah-tengah gemerlapnya cahaya pesta pernikahan Putera Mahkota kerajaan Bilu. Iringan tarian dan musik tradisional menambah semaraknya perhelatan kerajaan pada malam ini. Raja-raja dari berbagai penjuru menghadiri pesta perkawinan ini kecuali Raja Goro.Nathan tak bisa membayangkan jika Nela berada di sini entah yang dia lihat kunang-kunang atau penghuni hutan. Nathan memperhatikan mempelai wanita dari kejauhan. Sepertinya mempelai wanita bisa melihat bangsa peri ini karena terlihat dia tersenyum pada semua undangan. Nathan berusaha untuk bergerak di kerumunan mendekati pengantin yang tersenyum bahagia. Semakin di perhatikan Nathan seakan mengenal wanita itu. Dia mencoba mengingat dimana dia pernah bertemu dengannya.Nathan berjalan semakin ke depan, Dewi menariknya."Apa yang kau lakukan ? Batas kita hanya sampai di sini."Sonu Batista sempat melihat mereka berdua,
Ayam jantan berkokok bersahutan, Nathan terbangun dan melakukan rutinitasnya seperti biasa. Mandi dan sholat subuh. Sampai sekarang Nathan tak berani menanyakan apa agama yang di anut di kerajaan ini. Bukan urusannya untuk menanyakan hal itu. Dia pernah belajar jika mahluk kasat mata itu juga punya agama sama dengan manusia. Tapi Nathan tak terlalu mempersoalkan itu. Setelah menunaikan sholat subuh, Nathan membangunkan Dewi. Pagi ini mereka akan kembali menggelar sisa dagangannya di pasar.'Sebentar, aku mandi dulu.""Buruan, rezeki itu biasanya datang di waktu subuh.""Iya aku tak akan lama."Nathan menunggu Dewi keluar dari kamarnya, dia memesan dua cangkir teh dan roti. Roti di dunia ini ukurannya besar-besar, makan satu saja bisa membuatnya kenyang.Tengah menunggu Dewi keluar dari kamarnya, Nathan melihat tiga orang pegawal istana datang memesan sarapan di kedai yang bersebelahan dengan penginapan. Nathan segera memasang pendengarannya."Aku tak mengerti dengan Putera Mahkota, k
Sepasang remaja ini kembali menggelar dagangannya di pasar, mereka di kejutkan oleh rombongan pengawal yang berjejer memberi jalan pada tuan puteri Melati. Pagi ini Melati ingin melihat-lihat suasana pasar, Batista mengizinkannya. Batista sama sekali tidak khawatir Melati akan melarikan diri, karena dia tak tahu jalan pulang.Semua pedagang berdiri dan mengangguk hormat pada Melati yang pagi ini nampak.cantik dengan balutan busana yang panjang sampai menyentuh tanah. Dayang-dayang ikut di belakangnya. Melati melihat Nathan lalu menghampirinya."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya ?" tanya Melati pelan sambil menunduk memperhatikan rempah-rempah yang di jual Nathan. Dia takut pengawal mendengarnya.Walau baru beberapa hari tinggal di kerajaan ini, namun Melati sudah mulai memahami aturan-aturannya. Dia sekarang adalah isteri Putera Mahkota yang sebentar lagi akan bisa menggantikan posisi Raja. Sebagai calon permaisuri dia harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan istana dan perg
Nela tak bisa melukiskan kebahagiaannya tatkala melihat kedatangan Nathan."Kakak, aku harap kakak tidak pergi lagi."Nela memeluk Nathan dengan erat, dia bahkan mengabaikan Linda yang baru saja keluar dari dapur."Apa kabar Linda," sapa Nathan. Dia kini melepaskan pelukan Nela dan menjabat tangan Linda dengan erat."Kami baik-baik saja kak," jawab Linda sambil tersenyum.Dia mengakui kakak Nela ini terlihat sangat tampan. Dia bahkan tersipu malu tatkala Nathan menatapnya.Nita masuk ke ruangan dan menjabat erat tangan Nathan. "Senang rasanya melihatmu kembali, jadi bibi sudah harus pulang menemani paman Giri di rumah. Kasihan dia di tinggal sendirian.""Sekali-sekali di tinggal kenapa sih bi," ucap Nathan.Lalu mereka berempat kini duduk di sofa ruang tengah. Setelah berbasa-basi sebentar Nita lalu pamit masuk ke dalam kamar membenahi pakaiannya. Tak lama dia keluar sambil menjinjing tasnya."Bibi beneran mau pergi ? Aku pikir tadi bercanda," ucap Nela."Kakakmu sudah datang dek, bi