Home / Fantasi / Terjebak di Negeri Dongeng / Part 3. Bersiap Siaga 1

Share

Part 3. Bersiap Siaga 1

Author: Ummu Nadin
last update Last Updated: 2021-07-10 12:25:37

Embun menetes dari daun bunga terompet yang ada diluar bilikku. Pagi ini udara di Gunung Wilis sangat dingin, bisa menggigil jika tidak terbiasa.

 

Tak kuhiraukan dinginnya udara pagi yang menerpa tubuhku, dengan langkah tegap kulangkahkan kakiku keluar dari bilik.

 

Baru kusadari, di halaman bilikku yang tidak terlalu luas, beraneka tanaman bunga tersusun rapi dan tampaknya begitu terawat.

 

Apakah Arya Wisesa yang merawat tanaman ini? 

 

Amazing. Tiba-tiba aku terpesona dengan pribadi Arya Wisesa.

"Dia pasti seorang pria berhati lembut," gumamku dalam hati.

 

Aku masih terpesona dengan pribadi Arya Wisesa yang lembut, dalam asumsiku. Karena tidak mungkin seorang pria kasar bisa merawat tanaman dan menatanya begitu apik seperti ini.

 

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki.

 

Dari bagian belakang bilik datang langkah kaki mendekat. Sebenarnya aku ingin menoleh tapi biarlah aku pura-pura tidak dengar saja. 

 

Tak berapa lama, langkah kaki itu berhenti tepat dibelakangku. 

"Maaf Raden, mohon ijin saya mau menyiram tanaman yang disini," sontak suara ini membuatku menoleh.

 

Seorang gadis belia membawa air dalam tempayan dari gerabah yang entah namanya apa aku tak tahu. Aku tersenyum dan menganggukkan kepala. 

 

"Apakah kau yang tiap hari merawat tanaman ini?" tanyaku padanya. Tampak dia mengernyitkan keningnya tanda keheranan. kemudian tersenyum tipis. 

 

"Apakah belum bisa mengingat ini, Raden?  dia balik bertanya.

"Maafkan aku, mungkin suatu saat aku akan ingat. Tapi hari ini belum bisa. Maaf jika membuatmu tidak senang," jawabku sendu. 

 

"Tidak mengapa, Raden. Aku akan menunggumu kembali mengingatku." jawabnya bersedih. 

 

Hey tunggu!

Apakah Arya dan gadis ini berpacaran?

Maksudku, apakah mereka sepasang kekasih?

 

Dijaman ini mereka tidak menggunakan istilah pacaran. Aku lupa sekarang aku hidup di jaman Majapahit.

 

Tampaknya gadis ini menyimpan rasa pada Arya Wisesa. 

Tapi siapakah gadis ini?

Apa sebaiknya aku mengorek informasi darinya juga, ya?

 

"Maafkan aku, apakah kau juga belajar di padhepokan ini?" tanyaku pelan.

Gadis ini berhenti menuangkan airnya di tanaman mawar yang pagi ini merekah berwarna warni sangat indah. 

 

Dia menoleh ke arahku. Ternyata dia sangat cantik. Eh ....

 

"Hmm, bisa dibilang begitu, aku belajar juga pada Romoku Mpu Gandiswara," jawabnya sambil tersenyum menampakkan lesung pipi di kedua pipinya yang putih.

 

Separuh rambutnya bagian atas disanggul dengan tusuk konde emas, sedangkan bagian bawah nya dibiarkan tergerai panjang dibawah bahu. Sangat manis. 

 

Oh, jadi gadis ini putrinya guru. Aku mengangguk mengerti. Kutanya beberapa hal sembari menungguinya menyirami bunga.

 

Dari obrolan kami, aku tahu namanya Nimas Ayu Larasati, aku juga tahu bahwa antara Arya Wisesa dan dia terjalin kedekatan. Memang belum bisa dikatakan sepasang kekasih, tapi saling menyukai diam-diam. 

 

Mungkin juga karena di jaman ini adat ketimuran masih kuat melekat, norma kesopanan dan kesusilaan masih dijunjung tinggi. Sehingga tidak elok jika menjalin hubungan diluar ikatan yang syah.

 

Aku mendesah panjang. Hal ini sangat bertolak belakang dengan kehidupan di jamanku, dimana hamil diluar nikah bahkan sudah dianggap biasa.

 

Mungkin juga ini salah satu budaya dari penjajah yang berabad-abad menjajah negeri ini yang masih tertinggal meskipun penjajahnya sudah pergi. 

 

Ketika Nimas Ayu sudah kembali karena sudah selesai mengerjakan tugasnya menyiram bunga, aku mulai berlatih, meskipun mungkin masih terlalu pagi.

 

Selama satu pekan ini aku banyak belajar jurus baru yang belum aku tahu di beladiri kontemporerku. Ya sih, tentunya beda jurus dan beda teknik, karena beda guru.

 

Ada beberapa keanehan yang kurasakan ketika memulai gerakan-gerakan ini. Terasa ringan dan halus tapi menyimpan tenaga yang sangat kuat ketika menyerang. Aku merasa seperti bukan diriku yang biasanya. Aku sangat menikmati setiap jurus yang kulatih, terasa bersatu dengan jiwaku.

 

Aku belum pernah merasa setenang ini ketika melatih keahlian beladiri. Apakah Arya Wisesa sebenarnya memiliki kemampuan linuwih yang tidak diketahui orang?

 

Aku hanya mengikuti rasa dan seolah bergerak dengan sendirinya, tanpa kusadari. 

 

Meskipun pagi masih menyisakan hawa dingin, tapi keringat telah membajiri tubuhku. Nafas yang tersengal-sengal akhirnya membuatku berhenti.

 

"Akhirnya Nak Mas berhasil menyatukan setiap gerakan dengan hati. Bukan semata menggerakkan tubuh dan mengingat semua jurus yang sudah dihafal. Tapi sudah menyatukan Olah raga dengan olah rasa. Ini sangat mengejutkan," tiba-tiba Mpu Gandiswara sudah didepanku. Secepat itu gerakannya sampai tidak tertangkap mataku. 

 

"Saya masih harus banyak berlatih, Guru. Terimakasih atas bimbingannya selama di sini," senyumnya mengembang.

 

Tampaknya beliau puas dengan apa yang dilihatnya. Mpu Gandiswara kemudian mengangguk-angguk dan melenggang pergi menuju ke pendopo utama di padhepokan ini. 

 

 

***

 

 

Seorang lelaki separuh baya turun dari kereta kuda. Aku tebak inilah sosok Akuwu Sura Wijaya, Ayahandaku. Ya, inilah romoku sekarang. Melihatku berdiri tidak jauh dari kereta kudanya berhenti, romo menghampiriku sambil tersenyum hangat.

 

"Kau baik-baik saja, Arya?" ujarnya sembari memelukku hangat. 

"Seperti yang romo lihat, ananda baik-baik saja," jawabku membalas pelukannya.

 

Bagaimanapun sekarang aku adalah Arya Wisesa. Sehingga mau tidak mau aku harus memerankannya sebaik mungkin. 

 

"Mungkin saat ini sulit bagimu memahami banyak hal, karena ingatanmu belum pulih benar. Romo berniat akan memboyongmu kembali kedalem Pakuwon," sambil mengajakku berjalan beriringan menuju pendopo utama romo kembali bicara.

 

Mpu Gandiswara menyambut didepan pendopo dengan semringah, di sampingnya berdiri dengan tegap Kangmas Rangga Suta, Putra sulung dari guruku. Beliau mempersilahkan kami masuk. 

 

"Aku mengkhawatirkan keadaan putraku, Mpu Gandiswara. Aku akan mencarikan tabib terbaik untuknya diistana nanti, jadi aku akan memboyongnya kembali," ujar romo setelah bicara basa basi dengan Mpu Gandiswara.

 

"Ampun Akuwu, jika diijinkan selama satu purnama ini biarlah Nak Mas Arya Wisesa tetap disini. Semoga saya bisa sedikit membantu mengembalikan ingatannya hingga pulih," kulihat romo tampak berpikir.

 

Ada rasa ragu yang secara samar bisa kubaca dari wajahnya. 

 

"Akan lebih aman jika Nak Mas Arya Wisesa tetap berada dalam pengawasan saya, bukan tidak mungkin diistana keadaannya lebih rumit daripada disini," Kanjeng romo menghela nafas, tampaknya beliau membenarkan ucapan Mpu Gandiswara, beliau menatap mataku. 

 

"Bagaimana menurutmu, Arya?" tanyanya padaku meminta pendapat.

"Sepertinya Arya setuju dengan pendapat Guru. Sebaiknya satu purnama ini saya disini dulu, Romo," jawabku sambil tersenyum tipis. 

 

"Baiklah, aku akan mengirim tabib terbaik istana kesini untuk mendampingi Gurumu. Oiya Arya, adikmu Wiraguna mengirimkan salam untukmu," ujar Romo sambil menepuk bahuku. 

 

Apakah Wiraguna ini yang kemarin disebut oleh pemuda yang dikedai makan beberapa hari yang lalu itu, sebagai adik tiriku yang jahat itu? 

 

"Apakah hanya Dimas Wiraguna saja yang mengirim salam, Romo? Adikku yang lain bagaimana?" tanyaku spontan.

 

Karena biasanya seorang pejabat di jaman ini punya banyak anak. Tapi sepertinya pertanyaanku salah, karena Romoku menatapku penuh tanya. Kemudian terkekeh pelan. 

 

"Separah ini rupanya ingatanmu, Arya. Bahkan kau lupa bahwa Wiraguna itu adikmu satu-satunya. Hhmm, ataukah yang kau maksud putri paman tumenggungmu itu Dyah Ayu Nareswari?" jawab Romo yang kekehannya semakin terdengar jelas. 

 

"Tak terasa sudah 20 purnama kamu tinggal dipadhepokan ini. Tentunya adik sepupumu sekaligus calon istrimu itu juga sangat bersedih mendengar berita keadaanmu sekarang. Setelah kau pulih, kau bisa datang melamar ke istananya. Aku akan mengabari kangmas tumenggung segera," ujar Romoku bahagia. 

 

Kenapa jadi rumit begini, bukankah Arya Wisesa menyukai Nimas Ayu Larasati?

Kenapa ada nama wanita lain yang ternyata menjadi calon istrimu Arya Wisesa?

 

'Huh, kau sungguh pujangga picisan penakhluk wanita, Arya,' umpatku dalam hati.

 

Siapa tadi namanya Dyah Ayu Nareswari, ya?

 

Baiklah, kita lihat saja perkembangannya seperti apa. Kuharap dijaman ini tidak ada cerita tentang pelakor-pelakoran. Karena dijaman ini bahkan poligami itu seperti sudah biasa. Apalagi jika itu seorang pejabat, benar begitu kan.

 

Ternyata tarta tahta dan wanita selalu menjadi ujian lelaki dari jaman ke jaman.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ovie Maria
cerita keren. lanjutkan kak!...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 34. Keputusan Final

    Enrico keluar dari ruang perawatan Panji tanpa pamit, dari wajahnya terlihat dia sangat gusar dengan permintaan Panji untuk resign dari sindikat mafia miliknya.Reno masih duduk termangu di sofa, tampak menyesalkan kenapa Panji harus secepat itu menyampaikan keinginannya untuk resign pada Enrico. Harusnya Panji memilih waktu yang tepat. Tapi semua sudah terlambat, Panji bahkan tidak terlihat menyesali ucapannya sama sekali.Reno mendengus pelan.Di sudut lain, Panji tampak menghela napas panjang. Dia memaklumi jika Enrico marah padanya. Setelah semua hal yang telah Enrico diberikan pada Panji untuk menyelamatkan nyawanya. Panji justru meminta padanya sebuah permintaan konyol sebagai balasannya, tentu Enrico gusar.Dalam keadaan kritis kemarin Enrico bisa saja mengabaikannya, toh dirinya bukan siapa-siapa, tapi Bos besarnya itu malah memberikan semua fasilitas perawatan yang terbaik untuk mengupayakan dia bisa kembali sadar. Tapi bukannya membalas ke

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 33. Tetap Menjadi Mafia atau Dibunuh

    "Elo sholat, Nji?" pekik Reno saat masuk di ruangannya siang itu. Pagi tadi Reno mengirim chat tidak bisa datang membesuk karena harus menuntaskan tugas yang diberikan oleh Enrico padanya.Wajah pria itu terlihat bingung dan gusar, sorot matanya tajam seperti sedang menguliti Panji hidup-hidup.Ketika Reno datang, Panji sedang menjalankan sholat dhuhur 4 rakaat dengan khusyuk. Beberapa menit dia mematung di ambang pintu, sempat mengira salah masuk kamar pasien. Dia mengerjapkan kedua matanya seolah ingin meyakinkan diri. Dan dia memekik suara dengan keras setelah melihat sahabatnya sejak kecil ini selesai sholat."Nji, ini beneran elo?" tanya Reno ragu.Reno tahu betul, mereka tidak pernah belajar sholat. Tak heran jika dia sangat kaget melihat Panji begitu khusyuk sholat dan berdzikir. Selama ini mereka selalu berdua kemanapun.Darimana Panji belajar dan sejak kapan?"Yaelah, lebay banget sih Lo, sampai teriak gitu,"

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 32. Konflik Batin Sang Mafia

    Panji minta ijin suster untuk duduk di taman rumah sakit. Setelah seharian berbaring, dia butuh menghirup udara segar. Sebelumnya, tubuhnya bahkan sudah lebih dari sebulan terkapar di atas ranjang rumah sakit.Selepas sholat isya' seorang suster mengantarnya menuju taman. Dia harus melatih kedua kakinya untuk berjalan, karena sudah terlalu lama tidak di fungsikan, kedua kakinya terasa kaku untuk di gerakkan.Ketika koma Panji merasakan perjalanan spiritual, ada banyak kejadian yang telah dia temui di sana. Bertemu dengan orang baru, gurunya Mpu Gandiswara, Nimas Ayu Larasati, Rangga Suta dan yang lainnya. Dia tahu itu hanya sesuatu yang tidak nyata. Entah disebut halusinasi atau apa, yang jelas tubuhnya tengah terlelap di ruang intensive care unit. Tapi anehnya, kenapa pengaruhnya terasa begitu nyata?Seperti kebiasaan yang beribadah misalnya, sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh seorang Panji satu kalipun dalam kehidupannya. Kini dia bahkan bisa melak

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 31. Siuman atau Justru Terjebak di Dunia Mimpi?

    Hari ini Panji sudah diperbolehkan pindah di ruang perawatan, karena kondisinya semakin stabil. Secara fisik, dia sudah bisa dibilang sehat. Hanya saja pikirannya hampir tidak bisa menghilangkan bayangan kehidupannya bersama Nimas dan baby Husein. Bayangan mereka terus mengganggunya, apalagi terakhir dia harus pergi meninggalkan Nimas saat usia Husein masih 7 hari."Ya Allah, apakah mereka akan baik-baik saja tanpa gue?" gumamnya."Benarkah semua ini halusinasi, Nimas?" desisnya pelan."Hey, gue belum sholat sejak kemarin?" Panji panik.Tadi malam tidak ada yang menungguinya, karena Reno sedang menjalankan tugas dari Enrico untuk melacak keberadaan penyusup dalam organisasi mafia mereka.Waktu subuh masih tersisa, Panji mencoba bersusah payah untuk berjalan ke kamar mandi, karena kakinya sudah terlalu lama tidak difungsikan selama dia koma, tentu saja terasa kaku.Menjalankan dua raka'at sholat subuh dan berdzikir, membuat hatiny

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 30. Ini Akhir ataukah Awal Sebuah Kisah?

    Hari ini tepat 30 hari Panji dirawat di ICU RS Premier Surabaya. Setelah kecelakaan yang dialaminya sebulan yang lalu dia tidak sadarkan diri. Pria ini mengalami cedera Axonal Diffuse, cedera otak berat sehingga membutuhkan perawatan khusus di Intensive Care Unit. Enrico telah memberikan fasilitas VIP untuk merawat panji. Akan tetapi meskipun demikian banyak alat-alat canggih itu menempel di tubuhnya seperti ventilator, hingga mesin EKG/EEG, belum ada kemajuan yang berarti.Enrico bersikeras untuk terus melakukannya, karena mengingat mereka telah tumbuh bersama sejak kecil. Ya, semenjak papanya mengadopsi Panji, mereka telah menjadi saudara angkat. menurutnya jika tubuh Panji masih menunjukkan tanda kehidupan, masih ada harapan untuk sembuh. Jadi dia memutuskan untuk terus memberi fasilitas terbaik padanya.Status Enrico saat ini adalah bos besar mafia tempat Panji bekerja. Karena ada latar belakang saudara angkat inilah dia mengistimewakannya. Lagipula sel

  • Terjebak di Negeri Dongeng   Part 29. Aku Harus Pulang

    "Baiklah, Botak. Aku akan berhati-hati," balasnya segera melesat terbang, melompat di atas genting dengan sangat ringan. Kemudian melesat dari satu bangunan ke bangunan lainnya, dan berhenti di wuwungan (atap bangunan) seolah menemukan keberadaan ruang Dyah Ayu Nareswari.❤️❤️❤️Sesosok tubuh tampak bersalto dari atap. Tubuh itu dibalut dengan pakaian serba hitam, melangkah mengendap-endap memasuki kaputren (istana para wanita, istri dan anak raja atau pejabat) dalem katumenggungan. Di tempat inilah Dyah Ayu Nareswari menghabiskan waktu dalam istana ini. Pria itu melangkah tanpa meninggalkan suara, sepertinya ilmu peringan tubuhnya sudah tinggi.Bahkan prajurit penjaga yang mondar mandir berjaga di kaputren tidak menyadari ada bayangan hitam melesat di dekat mereka.Bayangan hitam itu menembus masuk ke dalam kaputren, tapi begitu masuk ke dalam suasana tampak lengang. Bukankah biasanya kaputren berisi para wanita, kenapa sangat sepi? Brewok bertanya dalam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status