Share

7 Apakah Benar?

Penulis: Miss_Pupu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-20 20:42:02

Kamila merasa pipinya ditepuk seseorang. Siapa lagi kalau bukan Daffa.

Kamila menjadi semakin takut. "Jangan sentuh aku! Jangan lakukan apapun! Pergi!"

Lagi-lagi Kamila merasa pipinya ditepuk-tepuk. Hingga perlahan ia segera membuka matanya lalu terkejut ketika sadar akan sesuatu.

"Ngapain kamu teriak-teriak? Ini sudah larut malam? Mengganggu saja!" Berkat laporan dari pembantunya, Daffa baru saja tiba di kamar itu untuk memeriksa keadaan Kamila.

Suara teriakan Kamila yang kencang memang terdengar sampai ke kamar Daffa.

Deretan pertanyaan yang keluar dari mulut Daffa tak langsung membuat Kamila tersadar. Wanita itu terlihat linglung.

Kamila malah terlihat menelaah Daffa dari ujung rambut sampai ujung kaki. Nyatanya, Daffa masih duduk di kursi roda. Kedua kakinya masih tak mampu untuk berjalan.

"Kamu bohong ya? Bukannya tadi kamu bisa berjalan?" Kamila malah berbalik tanya kepada Daffa. Melayangkan tatapan nanar penuh selidik.

"Apa yang kamu pikirkan, Kamila? Kalau saya bisa berjalan, tak mungkin calon istri saya pergi meninggalkan saya. Teriakanmu telah mengganggu orang-orang di rumah ini!" sentak Daffa.

Kamila mematung.

Kursi roda Daffa memang terlihat otomatis. Bisa diatur melalui remote control. Pria itu keluar dari kamar yang sempit itu, meninggalkan Kamila acuh tak acuh.

Kamila masih saja mematung sambil menepuk pelan kedua pipinya.

"Jadi saya hanya mimpi?" Kamila bertanya pada dirinya sendiri. Ia menghela napas pendek. Namun air matanya kembali menetes, ia masih ketakutan.

"Maaf, Mba Kamila. Saya hanya menjalankan perintah," ucap salah satu pembantu yang tadi sore sempat menyeret Kamila.

Bibir Kamila masih bergetar, ia tak bisa membalas ucapan wanita berseragam pembantu itu. Air matanya masih mengalir deras di pipinya. Kamila masih ketakutan.

Sampai pembantu itu pergi, Kamila masih tak bergerak.

"Andai saja Papa masih ada. Setidaknya aku bisa berlindung padanya," lirih Kamila sendirian. "Pa, Aku rindu. Kenapa Papa tak ajak saja aku pergi ke akhirat sana. Saat ini, hidupku sudah terlanjur berantakan. Aku tidak semangat lagi." Air mata Kamila semakin mengalir deras. Napasnya terasa sesak, pun dengan tubuhnya yang terasa lemas akibat mimpi buruk yang membuatnya semakin mengingat masa traumanya.

Tanpa Kamila sadari, rupanya Daffa masih berada di dekat pintu kamar. Daffa mampu mendengar lirihan Kamila. 'Kenapa Kamila menjadi sesedih itu? Padahal aku hanya mengurungnya saja,' gumamnya dalam hati.

Tiba-tiba Daffa jadi merasa bersalah. Ia ingin kembali masuk ke kamar untuk memastikan keadaan Kamila, tapi urung dilakukan karena gengsi.

Daffa segera memerintahkan pembantunya untuk mengurus Kamila. Dia menyuruh pembantunya memindahkan Kamila ke kamar yang lain, kamar yang layak dan nyaman.

Setelah kejadian malam itu, Kamila tak tinggal diam. Ia tak mau mengalah pada keadaan yang tak pernah diinginkan olehnya.

Pagi itu di ruang tengah kediaman Daffa Azriel, Kamila menghadap. Wanita berkulit putih itu menekuk lututnya, duduk di atas lantai beralaskan karpet yang tebal.

"Mau apa lagi? Izin keluar lagi? Saya tidak akan pernah mengizinkan." Daffa langsung menebak dan tak memberi izin.

Namun sepertinya tebakan Daffa meleset jauh. Kamila terlihat menggelengkan kepalanya.

"Saya hanya ingin bertanya, itu pun jika kamu tidak keberatan untuk menjawab," kata Kamila tanpa berani menatap wajah Daffa.

"Tak usah basa-basi. Bicara saja," ketus Daffa seraya menyeruput kopi yang sudah tersaji di depannya.

"Saya ingin tahu, kapan tabrakan itu terjadi? Hari, tanggal dan waktunya. Saya butuh keterangan tentang itu."

Pertanyaan Kamila membuat Daffa mendengus kesal. "Kamu ingat-ingat saja sendiri. Atau jangan-jangan waktu itu kamu dalam keadaaan mabuk, makanya tidak ingat," sindirnya.

Kamila kembali menggelengkan kepalanya. "Kalau pun saya berkata yang sebenarnya, kamu pasti tetap tak percaya. Saya hanya butuh jawaban saja. Kapan waktu kejadian tabrakan itu?" tanyanya lagi.

Namun bukannya menjawab, Daffa malah memutar rodanya, meninggalkan Kamila sendirian.

Oke baik, kali ini Kamila memang gagal. Ia akan mencari tahu lagi nanti.

Kamila segera pergi ke dapur. Ia akan merebus serai dicampur gula batu dan garam untuk merendam kaki Daffa.

Tapi belum sempat eksekusi, tiba-tiba...

"Mba Kamila kok malah di dapur, bukannya di depan ada tamu." Pembantu rumah tangga mendekati Kamila untuk melapor.

"Tamu siapa ya?" Kamila sampai menjeda niatnya. "Apa mungkin tamunya Pak Daffa?" sambungnya.

"Katanya adiknya Mba Kamila. Memaksa meminta bertemu Pak Daffa dan sekarang sedang bicara di depan dengan Pak Daffa," kata pembantu itu lagi.

Kening Kamila mengerut. 'Maksudnya yang dikatakan pembantu itu adalah Melia? Untuk apa Melia datang ke sini?' gumamnya dalam hati, merasa aneh.

Sepertinya Kamila harus ke depan. Ia penasaran dan harus memastikan kedatangan Melia.

"Pak Daffa harus tahu berita yang akan saya sampaikan ini. Ini sangat penting." Melia terlihat berbicara serius kepada Daffa.

Kamila menahan langkahnya di dekat ruang tamu, ia tak jadi menghampiri adiknya. Ia merasa harus menguping terlebih dahulu.

"Bicara soal apa? Tak usah basa-basi." Nyatanya Daffa tak terlihat senang dengan kedatangan Melia.

"Pak Daffa jangan terlalu dekat dengan Kamila apalagi sampai berhubungan—" Melia menggantungkan kalimatnya.

"Berhubungan apa maksud kamu?" Daffa mendelik sinis.

Pun dengan Kamila yang masih menguping di balik dinding penyekat.

"Berhubungan suami istri," sambung Melia.

"Kamu tidak perlu ikut campur urusan saya. Jika kedatangan kamu hanya untuk berbicara yang tidak penting, silahkan pergi!" usir Daffa kemudian.

"Tunggu dulu, Pak. Saya belum selesai bicara soalnya," tahan Melia seperti memaksa. "Kamila memiliki penyakit menular. Itu sangat berbahaya jika anda bersetubuh dengannya," tegasnya.

"Apa!" Daffa terkejut.

"Iya, Pak. Ada penyakit di tubuh Kamila. Penyakit berbahaya itu bisa menular pada orang yang bersetubuh dengannya. Saya hanya kasihan saja pada Pak Daffa. Saya tidak mau Kamila menularkan penyakitnya," tegas Melia lagi.

Sepertinya Daffa masih terlihat kaget. Tapi tidak dengan Kamila.

Di balik dinding penyekat, Kamila merasa senang. Ia berpikir kalau Melia sedang ingin membantunya. Kamila sampai terharu. Ia harus berterima kasih pada adik tirinya itu.

Tapi Daffa, pria bermanik coklat itu malah mengusir Melia. "Saya tidak butuh omong kosong dari bocah seperti kamu. Pergi!"

"Tapi, Pak—"

"Pergi!" bentak Daffa.

"Ini bukan sekedar omong kosong, Pak. Saya punya buktinya. Kamila terkena penyakit HIV AIDS."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak di Pangkuan Pria Lumpuh   12 Dicurigai

    Kamila sampai mendongak terkejut. Lantas keadaan seperti apa yang Jennifer inginkan dari anaknya?Kondisi Daffa yang ternyata semakin membaik nyatanya tidak membuat Jenifer senang. Ibu tiri Daffa itu malah terlihat marah pada Kamila."Memangnya harus kondisi seperti apa yang Mama inginkan dari Daffa? Bukankah tadi Daffa bilang kondisinya mulai membaik dan itu cukup bagus bukan?" Kamila sengaja menyindir Jenifer. Jelas karena dia tahu khasiat dari obat yang diberikan Jenifer tempo lalu, itu bukanlah obat melainkan racun."Sudahlah, Kamila. Tugasmu di sini hanya untuk mengurus Daffa, kamu tidak usah ikut campur dengan urusan yang lain, saya tidak suka itu." Jenifer maju 2 langkah lebih dekat dengan Kamila. "Saya mau lihat obat yang kemarin. Kalau memang kamu memberikan obat itu kepada Daffa, isinya sudah pasti berkurang," tantangnya setelah itu.Kamila resah. Degup jantungnya terasa lebih kencang. Ia berusaha mengatur nafas agar terlihat tenang. "Kenapa kamu diam saja? Kamu takut keboh

  • Terjebak di Pangkuan Pria Lumpuh   11 Aneh

    Kamila merasa ada yang aneh. Apoteker sahabatnya itu tidak mungkin berbohong. Tapi apakah Jenifer yang telah berbohong?Lalu, untuk apa Jenifer meracuni anaknya sendiri? Kamila tak bergeming. Mengenai obat itu hanya dia sendiri yang mengatur. Dia memilih membuat ramuan dari rempah-rempah, tanpa sepengetahuan Jenifer."Permisi, Pak Daffa." Kamila berdiri di ambang pintu kamar Daffa yang sudah terbuka. "Mohon izin untuk memberikan obat dari nyonya besar." Dia beralasan. Padahal obat dari Jenifer sudah disembunyikannya dengan rapi."Saya tidak mau." Daffa menolak dengan ketus."Tapi, Saya hanya menjalankan tugas dari nyonya besar. Kalau tidak dilaksanakan, saya akan dihukum oleh Nyonya," ucap Kamila bagaikan seorang pembantu saja, padahal dia adalah istri Daffa Azriel. Tanpa meminta izin pun, sebenarnya dia sudah seharusnya mengurus suaminya. "Saya mohon, Pak. Izinkan saya mengurus kamu," ucap Kamila dengan mimik memelas.Bagaimana Daffa tidak luluh, dia melihat Kamila nampak pucat. Mu

  • Terjebak di Pangkuan Pria Lumpuh   10 Nyonya Besar Pulang

    Suara langkah kaki memasuki kediaman Daffa Azriel. Jenifer—ibunda Daffa baru saja tiba dari luar negri.Wanita paruh baya itu membuka kacamata hitam yang bertengger di hidungnya."Kenapa rumah terasa sepi sekali?" Jenifer merasa aneh. Dia mencari beberapa orang pembantunya yang tak terlihat dalam pandangan. "Ijah, Susi, Kokom!" panggil Jenifer seraya meletakkan tas mewah branded-nya di atas meja.Tak ada yang menyahut. Kecuali driver yang turut serta masuk ketika mendengar suara panggilan Jenifer."Permisi, Nyonya. Pembantu di rumah ini sedang dipulangkan oleh Tuan Daffa." Pria berseragam serba hitam itu melapor pada majikannya. "Oh my God! Kenapa tidak beritahu saya? Lalu siapa yang akan membereskan rumah ini?" Jenifer nampak keheranan."Sepertinya pekerjaan mereka sedang digantikan oleh Nona Kamila," terang sang driver lagi.Jenifer mendengus. "Ada-ada saja kelakuan Daffa. Tapi ya sudahlah, wanita kampung itu memang pantas menerima hukumannya." Jenifer melanjutkan langkahnya menu

  • Terjebak di Pangkuan Pria Lumpuh   9 Dihukum Lagi

    "Kenapa, Pak?" Tangan Kamila bergetar. Rasa takut tiba-tiba menyeruak dalam benaknya.Tanpa terlebih dahulu menjawab. Daffa mengambil sebuah asbak beling berwarna transparan di atas meja. Di lemparkannya asbak itu ke sembarang arah hingga,Prang!!!Asbak itu pecah, berserakan di atas lantai.Kamila sampai tersentak. Napasnya seketika memburu kencang."Sudah pernah saya katakan, saya benci pembohong!" Daffa berbicara dengan hardiknya."Bo-bohong tentang apa lagi?" Kamila gugup."Kamu baca hasil tes pemeriksaan itu!" Daffa melemparkan selembar hasil tes pemeriksaan yang baru saja ia baca, kepada Kamila.Hasilnya sangat jelas, negatip. Kamila dinyatakan bersih dari penyakit HIV AIDS berbeda dengan yang dikatakan Melia kemarin lusa.Sebenarnya Kamila tidak heran, sebab dirinya sadar akan kondisi kesehatannya. Tapi, setelah membaca surat hasil tes pemeriksaan itu dia jadi tahu, kalau tempo lalu dia telah melakukan pemeriksaan tes HIV AIDS.Bibirnya gemetar. Kamila bingung harus beralasan a

  • Terjebak di Pangkuan Pria Lumpuh   8 Pemeriksaan Ulang

    Melia terlihat percaya diri. Gadis berusia 18 tahun itu masih tak mau beranjak dari sofa ruang tamu kediaman Daffa Azriel. Ia masih bertekad ingin mengacaukan kebahagiaan Kamila. Adik tiri Kamila itu memang tak rela melihat Kamila lebih beruntung darinya.HIV AIDS? Kamila sampai menaikan kedua alisnya tatkala mendengar itu. Kamila yang mengetahui dari balik dinding penyekat, berdoa dalam hatinya, semoga adiknya itu berhasil membuat Kamila lepas dari Daffa. Kamila mengira, sang adik tiri tengah berusaha menyelamatkannya."Apa buktinya?" tantang Daffa setelah itu."Ada kok." Melia langsung merogoh tas kecil yang menggantung di bahunya. Ia mengambil selembar kertas dari dalam tasnya. Kertas itu, Melia sodorkan pada Daffa."Ini buktinya."Daffa mengambil kertas yang diberikan Melia. Itu adalah kertas sebagai bukti hasil pemeriksaan dari laboratorium.Dari mana Melia mendapatkan itu?Entahlah, karena kertas itu sampai membuat Daffa terlihat menahan emosi."Kamu bisa pergi dari rumah saya

  • Terjebak di Pangkuan Pria Lumpuh   7 Apakah Benar?

    Kamila merasa pipinya ditepuk seseorang. Siapa lagi kalau bukan Daffa. Kamila menjadi semakin takut. "Jangan sentuh aku! Jangan lakukan apapun! Pergi!"Lagi-lagi Kamila merasa pipinya ditepuk-tepuk. Hingga perlahan ia segera membuka matanya lalu terkejut ketika sadar akan sesuatu."Ngapain kamu teriak-teriak? Ini sudah larut malam? Mengganggu saja!" Berkat laporan dari pembantunya, Daffa baru saja tiba di kamar itu untuk memeriksa keadaan Kamila.Suara teriakan Kamila yang kencang memang terdengar sampai ke kamar Daffa.Deretan pertanyaan yang keluar dari mulut Daffa tak langsung membuat Kamila tersadar. Wanita itu terlihat linglung.Kamila malah terlihat menelaah Daffa dari ujung rambut sampai ujung kaki. Nyatanya, Daffa masih duduk di kursi roda. Kedua kakinya masih tak mampu untuk berjalan. "Kamu bohong ya? Bukannya tadi kamu bisa berjalan?" Kamila malah berbalik tanya kepada Daffa. Melayangkan tatapan nanar penuh selidik."Apa yang kamu pikirkan, Kamila? Kalau saya bisa berjalan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status