Share

3. Aspri Baru

last update Last Updated: 2025-10-26 23:23:06

Malam mulai merangkak dan menebar sepi, kala semua karyawan sudah pulang. Namun, di ruang kerja Mita, lampu masih menyala terang.

Mita duduk di balik meja, jemarinya lincah menggoreskan sketsa di atas kertas. Lembar-lembar desain berhamburan, kain sample bertumpuk di sudut meja. Matanya tampak lelah, tapi enggan berhenti.

Seolah dengan bekerja, ia bisa mengusir rasa sesak yang sejak tadi malam mengerogoti kewarasannya.

Dian, sahabat sekaligus asistennya, berdiri di dekat pintu dengan perutnya yang membuncit, sorot mata menyiratkan kekhawatiran.

“Mit, sudah jam sembilan malam. Pulang yuk! Besok bisa dilanjutkan lagi, Sam pasti nungguin mamanya.”

Mita berhenti sebentar, menekan pensil di atas kertas. Lalu ia menghela napas, menahan letih. 

“Aku sudah hubungi Sam kalau aku lembur. Besok desain ini sudah harus aku presentasikan, kalau sampai gagal, bisa hancur reputasi kita.”

Dian melipat tangan di dada, menggeleng pelan. “Kerja keras boleh, tapi kamu juga manusia, Mit. Badan kamu bisa sakit kalau terus dipaksa begini.”

Mita tersenyum samar, menutupi hatinya yang getir. “Aku lebih takut pikiranku sakit kalau berhenti sekarang. Tidak tenang meninggalkan pekerjaan nanggung seperti ini.”

Dian mendekat, lalu menepuk bahu Mita. “O ya, aku mau kenalkan asisten baru, dia yang akan menggantikan aku selama aku cuti,” ucap Dian cepat. “Dia calon arsitek, lagi ambil pendidikan profesi.”

“Arsitek?”

“Kan cuma sementara. Yang penting bisa, tapi jangan ahli, nanti aku kesaing.” Tawa renyah menjeda kalimat Dian. “Lagi pula kamu kan mau buka toko offline, siapa tahu bisa jadi jasa konsultasi gratisan untuk desain tokonya.”

Mita menggeleng dengan senyum di bibir. Pola pikir sahabatnya yang satu ini memang aneh.

“Cakep lho. Ganteng, bodynya… ah, pokoknya paket komplit.” Dian seolah tidak bisa menggambarkan daya tarik asisten baru.

“Ingat suami yang sudah nunggu di bawah. Tuh, anak ketiga juga sudah mau brojol.”

“Kebetulan anak ketiga ini kan cowok, siapa tahu mirip Gara.”

“Memangnya bapaknya kurang ganteng?”

Dian tertawa lebar, mengingat sang suami yang ganteng dan setia. “Setidaknya bisa untuk cuci mata, biar nggak ngantuk pas kerja.”

“Ingat umur, Dian!”

Ketukan pintu menginterupsi percakapan Mita dan Dian. Setelah Mita mempersilahkan, pintu terbuka pelan, dan seorang pemuda tinggi tegap melangkah masuk. Dengan kemeja rapi dan tatapan mata yang lugas, dia memang terlihat menarik.

Mita terperanjat. Debar jantungnya langsung melonjak. Nama yang pernah dia dengar, wajah yang pernah dia lihat, kini berdiri di ruang kerjanya.

“Gara?” Sapaan itu lolos dari bibir Mita.

Pemuda itu juga tampak terkejut, tapi mampu cepat mengendalikan diri. Gara tersenyum tipis, menggigit ujung bibir bawahnya. Ia sedikit menunduk, dengan lirikan mata yang sulit diartikan.

“Tante Mita?” Gara membalas sapaan itu.

Dian mengerutkan dahi, bingung. “Kalian sudah kenal?”

Mita tersenyum kaku. “Gara ini anak teman SMA yang dulu bantu aku dapat pinjaman bank.” Ia menoleh ke Gara, matanya menunjukkan rasa ingin tahu. “Kenapa kamu mau magang di sini, Gar? Bukannya kamu harusnya di proyek besar? Lagi pula mamamu kan, koneksinya luas?”

Gara tersenyum tipis, sorot matanya tampak lebih dewasa dari usianya. “Saya perlu mencari lebih banyak pengalaman di luar zona nyaman, Tan. Selain itu, juga ingin tahu bagaimana sebuah perusahaan dikelola dari sisi manajemen non-teknis.”

Semangat belajar yang sangat mengagumkan bagi Mita, apalagi setahunya keluarga ayah Gara memiliki perusahaan konstruksi besar. Tanpa harus bekerja keras dia akan menduduki posisi yang bagus dan mewarisinya.

Dian berdecak. “Wah, dunia sempit sekali. Kalau begini, aku jadi nggak khawatir meninggalkanmu. Mit, Gara ini multitasking banget.” Dian lalu memandang keduanya bergantian. “Kalau kamu lebih muda beberapa tahun, kalian cocok banget.”

Mita hanya menggeleng samar, berusaha menyangkal pikiran itu. “Berikan dia beberapa tahun... dia pasti akan jadi pria hebat,” batinnya.

Suara dering ponsel di tas Dian meraung-raung, perempuan hamil itu melihat nama suaminya di layar. “Sudah ditunggu, aku pulang dulu, ya?”

“Hati-hati!” Mita melambaikan tangan, mencoba menutupi getaran di dada kala memory akan pesona ragawi dan tatapan intens Gara di rumah Amara kembali menghantam.

Suara pintu tertutup pelan, meninggalkan Mita dan Gara dalam suasana yang canggung. Sepertinya hanya untuk Mita, tidak dengan Gara. Karena pemuda itu dengan penuh percaya diri mendekat dan duduk di kursi yang berada tepat di depan Mita.

Mata Gara menatap Mita dengan intensitas yang sama persis seperti saat mereka bertemu di lorong, tatapan yang terlalu berani untuk seorang asisten magang.

“Apa yang harus saya pelajari, Tan?”

“Oh… tolong buatkan PPT untuk presentasi minggu depan,” jawab Mita yang berusaha keras menutupi kegugupannya.

***

Di bawah cahaya megah lobi sebuah hotel bintang lima, Mita melangkah anggun, di sisinya Gara berjalan tegap, membawa tablet berisi file penting.

Saat mereka mendekati ruangan meeting VIP, Mita menoleh. “Semua file presentasi sudah siap?”

“Sudah,” jawab Gara sigap.

“Bagus.”

Mereka memasuki ruangan. Mita dengan tenang memimpin negosiasi dengan perwakilan dari Hotel Red Orchid, membahas desain seragam baru untuk staf.

“Bu Mita, desain Anda fantastis. Konsep timeless elegance ini sesuai sekali dengan citra hotel kami,” ujar perwakilan hotel itu. “Hanya saja, harga per unit yang Anda tawarkan, terlalu tinggi. Kompetitor Anda menawarkan desain yang serupa dengan harga 10% lebih murah.”

Mita tersenyum tipis, pandangannya mantap. “Tentu, kami memahami anggaran Anda. Tapi, mari kita bahas apa yang Anda dapatkan dengan harga yang kami tawarkan.”

“Seragam staf hotel bintang lima adalah investasi citra dan kenyamanan kerja. Harga yang kami tawarkan mencakup desain ergonomis yang membuat staf front office tetap segar selama delapan jam kerja, mengurangi keringat, karena kami menggunaan katun premium.”

Gara dengan cepat memproyeksikan grafik-grafik yang menunjukkan kelebihan produk mereka.

Perwakilan hotel itu mengangguk, terkesan, hingga akhirnya kesepakatan pun tercapai.

Saat mereka berjalan keluar ruangan, Gara berbisik, kekaguman terdengar jelas. “Luar biasa presentasi Tante tadi. Tidak heran perusahaan Tante bisa semaju itu.”

Mita tersenyum lega, lalu menatap Gara sejenak. Ada perasaan asing yang menjalar saat dia mendengar pujian dari pemuda di sampingnya, sesuatu yang tak pernah keluar dari bibir Pram.

“Terima kasih, Gar. Tanpa bantuan kamu presentasi tadi tidak akan selancar ini.”

Mereka tiba di lobi utama yang ramai.

“Saya ambil mobil di parkiran. Tante tunggu di lobi utama saja.”

“Baik, Gar.”

Mita mengangguk, lalu bersandar di pilar marmer, lega menyelimutinya. Tangannya bergerak ke ponsel, ingin berbagi kabar gembira. Tapi tepat di bawah chandelier besar yang memancarkan cahaya keemasan, seolah sengaja menyorot sebuah adegan intim.

Sosok yang sangat familiar berdiri membelakangi Mita, postur tubuhnya, setelan jasnya, semuanya tak salah lagi, dia Pramudya Wijayanto, suaminya.

Pram tertawa sambil memeluk mesra seorang wanita yang mengenakan gaun malam. Tawa yang tak pernah ia dengar saat Pram bersamanya.

Tangan Pram yang menolaknya di ranjang kini membelai punggung wanita lain dengan keintiman yang terlarang. Keintiman yang sudah lama mati dalam pernikahan mereka, kini dipertontonkan di depan umum.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Cinta Anak Selingkuhan Suamiku   8. Ciuman Pertama

    Gara berada di tengah keriuhan yang ia cintai, deru mesin motor gede yang menjadi bagian dari hobinya. Celoteh keras para pengendara, dan tawa berderai yang memantul di udara terbuka. Ia sedang beristirahat sejenak bersama klub motornya di sebuah rest area di pinggiran kota.Di depannya, Darren, temannya yang paling konyol, sedang bercerita tentang insiden lucu saat perjalanan tadi.“Untung saja, remku masih pakem! Kalau tidak anak-anak ayam tadi sudah kena genosida,” seru Darren dengan mimik wajah berlebihan, disambut tawa ngakak Gara.Gara, dengan jaket kulit hitamnya yang khas dan helm yang diletakkan di samping, tertawa renyah, menikmati momen tanpa beban. Masa muda yang ia genggam terasa nyata di tengah kawan-kawan sebaya. Ia menenggak minumannya, matanya sesekali menyapu jalanan raya di depan mereka.Tawa itu tiba-tiba terhenti.Di antara deretan mobil yang melintas, mata tajam Gara menangkap sebuah sedan berwarna gelap yang sangat ia kenali. Mobil itu melaju dengan kecepatan ya

  • Terjerat Cinta Anak Selingkuhan Suamiku   7. Membuntuti

    Mita memutuskan kembali mengenakan topeng. Berperan menjadi istri yang selalu mendukung apapun langkah suaminya. Mita hanya ingin menjaga situasi tetap kondusif, setidaknya sampai ia menemukan celah untuk menyelamatkan asetnya.“Besok aku ada pekerjaan di luar kota beberapa hari, Ma,” ujar Pram saat menikmati sarapan bersama.“Keluar kota lagi?” tanya Mita sambil menatap penampilan Pram sudah rapi, seolah selalu sibuk mengumpulkan pundi-pundi rezeki.“Iya, ada proyek lama yang butuh negosiasi ulang.” Pram tampak sedikit gelisah, biasanya istrinya hanya mengiyakan tanpan banyak bertanya.Mita terdiam sejenak, dalam benaknya timbul ide untuk mengikuti alur sandiwara sang suami.“Aku ikut ya, Pa.”Pram tersentak. “Ikut? Ngapain? Jauh.”“Aku bisa ambil cuti beberapa hari. Rasanya sudah lama kita tidak pergi berdua. Aku juga bisa melihat perkembangan market di sana, sekalian refreshing.” Mita menyodorkan ide itu dengan nada ceria seolah tidak terjadi apa-apa.Ekspresi Pram menegang, kepani

  • Terjerat Cinta Anak Selingkuhan Suamiku   6. Cerai Saja

    Gara memutar kemudi, menjauhi hingar bingar pusat kota dan kemewahan Hotel Red Orchid. Ia memilih jalan menuju pinggiran, mengarah ke pantai yang sepi, yang ia tahu jarang didatangi orang. Keputusan yang Gara Ambil secara sepihak, karena dia tahu Mita butuh ruang untuk melepas semua amarahnya.Saat mobil berhenti di tepi pantai, suara ombak yang memecah karang terdengar nyaring, seolah menenggelamkan semua kebisingan pikiran Mita.Mita keluar dari mobil. Angin laut menerpa wajahnya, sedikit meredakan panas di hatinya. Ia berjalan ke pasir, membiarkan deburan ombak menyentuh ujung sepatu haknya.Gara menyusul, berdiri di sampingnya. Ia tidak bertanya, hanya menunggu.Mita menatap lautan yang luas, air matanya sudah mengering. Mita menumpahkan unek-unek yang selama ini dia pendam sendiri.“Aku tidak pernah menduga jika dia akan membalasku seperti ini. Aku kira setelah kami berjuang bersama, kami juga akan memetik hasil bersama. Tapi ternyata…”Mita menggelengkan kepala, tidak sanggup me

  • Terjerat Cinta Anak Selingkuhan Suamiku   5. Mr. and Mrs. Wijayanto

    Seolah tidak pernah terjadi huru-hara di hatinya, pagi ini Mita kembali menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga seperti biasanya, meski tubuhnya kurang fit karena semalam tidak bisa tidur.Pram yang baru pulang subuh, sudah berangkat lagi, berdalih ada pertemuan mendadak di luar kota. Kebohongan yang kini terasa sangat menjijikkan bagi Mita.Setelah Samudra berangkat sekolah, Mita duduk di meja makan, mencoba menenangkan diri sambil menyeruput kopi, tapi tenggorokannya menolak. Ia terdiam menatap layar ponsel di hadapannya, seolah menimbang-nimbang sesuatu.Mita menekan nomor Gara.“Halo, Gar. Maaf mengganggu pagi-pagi begini.” Suara Mita terdengar datar dan dingin, tapi terkontrol, seperti atasan yang akan membahas pekerjaan.“Ada apa, Tan?” Suara Gara langsung berubah serius.Ada hela napas panjang penuh keraguan. “Aku ingin memastikan, apakah suamiku benar-benar cek in di hotel semalam.”Meski sudah berusaha tegar, tapi air mata Mita kembali luruh saat mengingat kejadian sema

  • Terjerat Cinta Anak Selingkuhan Suamiku   4. Semua Laki-laki Sama

    Gara kembali, langkahnya terhenti beberapa meter dari Mita. Ia melihat perubahan ekspresi pada bosnya, yang tadinya tersenyum lega dan bahagia setelah negosiasi sukses, kini wajah Mita pucat pasi.Gara mengikuti arah pandangan Mita, yang dia lihat hanyalah pintu lift yang tertutup perlahan, tanpa tahu siapa yang berada di dalamnya.Jemari Mita refleks meraih ponsel di tas. Dengan tangan gemetar, ia menekan nomor suaminya.Panggilan pertama tidak dijawab.Panggilan kedua berdering panjang, lalu terputus.Panggilan ketiga langsung masuk ke kotak suara.Suara merdu operator terdengar seperti tawa ejekan yang keras. Mita yakin, Pram pasti mematikan ponselnya di kamar hotel itu, karena sedang bersama perempuan lain.Mita ingin mengejar, berlari ke arah lift, menjerit di depan suaminya, tapi kakinya terasa kaku.“Tante… kenapa?” Gara menatap sahabat mamanya penuh kekhawatiran.Mita menoleh, air mata yang ia tahan sejak tadi langsung meledak bersama amarah yang memuncak.Mita menggenggam pon

  • Terjerat Cinta Anak Selingkuhan Suamiku   3. Aspri Baru

    Malam mulai merangkak dan menebar sepi, kala semua karyawan sudah pulang. Namun, di ruang kerja Mita, lampu masih menyala terang.Mita duduk di balik meja, jemarinya lincah menggoreskan sketsa di atas kertas. Lembar-lembar desain berhamburan, kain sample bertumpuk di sudut meja. Matanya tampak lelah, tapi enggan berhenti.Seolah dengan bekerja, ia bisa mengusir rasa sesak yang sejak tadi malam mengerogoti kewarasannya.Dian, sahabat sekaligus asistennya, berdiri di dekat pintu dengan perutnya yang membuncit, sorot mata menyiratkan kekhawatiran.“Mit, sudah jam sembilan malam. Pulang yuk! Besok bisa dilanjutkan lagi, Sam pasti nungguin mamanya.”Mita berhenti sebentar, menekan pensil di atas kertas. Lalu ia menghela napas, menahan letih. “Aku sudah hubungi Sam kalau aku lembur. Besok desain ini sudah harus aku presentasikan, kalau sampai gagal, bisa hancur reputasi kita.”Dian melipat tangan di dada, menggeleng pelan. “Kerja keras boleh, tapi kamu juga manusia, Mit. Badan kamu bisa sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status