Nora terkejut. "Allard, apa sudah kau gila?! Bagaimana mungkin kita melanjutkan hubungan ini ketika aku sudah menikah dengan ayahmu? Itu tidak benar."
Dia tahu bahwa Nora akan menikah dengan ayahnya, John Romanov, tetapi perasaannya terhadapnya tidak pernah pudar.
“Bagaimana, Nora? Mengapa kau diam saja dan tidak mau menjawab pertanyaanku tadi?” ucap Allard membuat Nora menolehkan matanya menatap datar wajah Allard.
Allard menatap Nora dengan tulus. "Nora, aku hanya ingin kau mau menerima permintaanku tadi. Aku tidak akan mengatakan apa pun jika kau menuruti permintaanku tadi.”
Benar-benar di luar nalar pikirannya. Nora kemudian menatap datar wajah lelaki itu.
Dia mencoba untuk tetap tenang dan berpikir dengan bijak. "Allard, kita harus berhenti sekarang juga. Apa yang kamu tawarkan adalah tindakan yang salah dan tidak etis. Aku tidak ingin membuat ayahmu kecewa, dan kita harus menghormati pernikahan ini."
Allard menghela napas kasar. "Aku mengerti bahwa ini adalah kesalahan besar. Tapi, apakah kau bisa setidaknya berpikir ulang?”
Nora merasa cemas dan bimbang. Pernikahannya memang tidak sempurna, tapi dia tahu bahwa menjalin hubungan terlarang dengan anak calon suaminya adalah tindakan yang tidak bisa dia lakukan.
"Allard, kau akan dapat masalah besar jika terus memintaku melakukan hal itu.” Nora masih mencoba untuk menolak permintaan Allard tadi.
Allard mengangguk paham, meskipun ekspresi wajahnya tetap terlihat penuh kekecewaan. "Aku mengerti, Nora. Ini hanya keinginan bodohku karena aku tidak bisa melupakanmu. Karena kau terlalu sulit untuk dilupakan.”
Allard tersenyum getir. "Aku tahu ini sulit, Nora, tapi aku tidak ingin kehilanganmu. Kita memiliki hubungan yang luar biasa dua tahun yang lalu, dan aku tidak bisa melupakan itu."
Nora terlihat ragu. Dia tahu bahwa jika hubungan mereka diketahui oleh John, itu akan menghancurkan pernikahan mereka dan mungkin juga hubungan antara ayah dan anak. Namun, dia juga tidak bisa mengabaikan perasaannya terhadap Allard.
“Harusnya kau melupakanku begitu kita selesai, Allard,” ucap Nora lirih.
Allard menjawab dengan jujur. "Karena aku mencintaimu, Nora. Aku tidak bisa terus menyembunyikannya."
Nora merenung sejenak, memikirkan semua konsekuensi dari keputusannya. Dia tahu bahwa dia harus berpikir panjang dan dalam. Akhirnya, dia menjawab, "Aku akan memikirkannya, Allard, tetapi ini bukan keputusan yang bisa aku ambil dengan gegabah. Ini harus dipikirkan matang-matang."
Allard merasa lega mendengar jawaban itu. "Aku mengerti, Nora. Aku tidak ingin membuatmu terburu-buru. Tapi tolong, pertimbangkan dengan baik. Aku akan menunggu."
**
Dua minggu berlalu ….
John dan Nora mengadakan pernikahan yang mewah di sebuah hotel bintang lima, menjadi acara perbincangan seluruh kota.
Pernikahan tersebut diselenggarakan dengan megah, lengkap dengan dekorasi indah dan daftar tamu yang mencakup teman-teman terdekat dan rekan bisnis.
Meskipun acara tersebut meriah, satu-satunya orang yang tidak merasa bahagia adalah Allard, anak laki-laki John.
“Sudah sah menjadi ibu tirimu, Allard. Maka dari itu, kau harus menrima kenyataan ini.” Stev menghampiri Allard lalu merangkul tangannya ke pundak lelaki itu.
Allard menghela napasnya. Menatap malas ke arah John yang terlihat sangat bahagia menyambut tamu yang memberikan ucapan selamat padanya.
“Sampai mati pun aku tidak akan bisa melupakan Nora. Apalagi sekarang aku bisa melihatnya setiap hari,” gumam Allard seraya menatap Nora di altar sana.
Allard merasa cemburu dan kehilangan perhatian Nora yang sekarang lebih fokus pada ayahnya. Namun, ia mencoba tersenyum di depan orang lain, tetapi sebenarnya ia merasa kesepian dan terabaikan.
“Sial! Aku tidak bisa melupakanmu begitu saja,” umpat Allard menggeram kesal. Diambilnya gelas berisi sampanye dan meneguknya secara langsung.
Menatap sayu wajah Nora yang menampakan senyum bahagia saat menyambut para tamu yang memberikan selamat padanya.
“Andai kita bertemu dulu. Mungkin aku, yang ada di sana, bukan Daddy. Yang berdiri di sampingmu, Nora,” ucap Allard pelan.
Kemudian tersenyum miring dan menghela napasnya dengan panjang.
Saat John sibuk dengan para rekan kerjanya, Allard mencari kesempatan untuk berbicara dengan Nora tanpa gangguan, dan akhirnya ia menemukan momen yang tepat saat mereka lengah.
“Nora. Ikut denganku. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu!” ucapnya lalu menarik tangan wanita itu.
Allard membawa Nora ke tempat sepi di dalam hotel, sebuah teras yang menawarkan pemandangan indah kota malam.
“Kau sudah gila, huh? Mengapa kau membawaku kemari, Allard?” ucap Nora dengan mata membola.
Tentu saja terkejut karena tiba-tiba saja Nora dibawa oleh Allard. “Katakan, apa yang ingin kau sampaikan? Jangan lama-lama, Allard. Aku tidak ingin John mengetahui semuanya.”
Allard masih diam menatap wajah Nora yang begitu cantik mengenakan gaun putih dengan belahan dada yang terlihat.
“Kau sangat cantik, Nora. Harusnya aku, yang menjadi pengantinmu. Bukan Daddy,” ucap Allard dengan senyum sayu terbit di bibirnya.
Nora tak tega melihat raut wajah Allard yang tidak bisa menyembunyikan rasa sedihnya itu. Ia kemudian mengusap sisian wajah Allard dengan lembut seraya menatapnya.
“Aku sudah menyetujui permintaanmu untuk tetap menjalin hal gila ini denganmu, Allard. Harusnya kau tidak sesedih ini. Bukankah kita akan tinggal satu rumah?”
Allard mengangguk. “Ya. Satu rumah. Tapi, kau harus tidur satu kamar dengan Daddy, bukan denganku.”
Nora tersenyum tipis. “Karena aku istri John, bukan istrimu, Allard. Aku adalah ibu tirimu sekarang. Kau harus ingat itu.”
Allard menghela napasnya. Kemudian memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana hitam yang ia kenakan.
Nora menghampiri Allard yang tengah berdiri memandang pemandangan indah di kota itu.
Lalu memeluk lelaki itu dari belakang seraya mengusapi dada bidang yang diselimuti oleh kemeja putih dan jas hitam senada.
“Jika aku boleh jujur, aku juga menikmati permainanmu, Allard. Hanya saja, aku tidak dapat membatalkan pernikahan itu dengan ayahmu. Ada perjanjian yang sudah aku sepakati dengan ayahmu. Seperti yang aku katakan padamu dua minggu yang lalu.”
Allard menoleh ke arah Nora. Ia kemudian membalikan badannya dan menatap wajah Nora yang masih terlihat begitu cantik di matanya.
“Kau telat menjeratku dalam nafsu yang kau berikan padaku dua tahun yang lalu. Dan sekarang, kau semakin menjeratku sampai aku tidak bisa melupakanmu. Yang ada aku menjadi lebih menginginkanmu, kau tahu?”
Nora mengulas senyum hangat. “Aku tahu. Setidaknya dengan aku menikahi dengan John, kita bisa bertemu setiap hari, bukan?”
Allard menundukan kepalanya. Nora meraih dagu Allard dan mengadahkannya. Menatap intens wajah pria itu kemudian memiringkan kepalanya.
Mencium bibir lelaki itu dengan penuh kelembutan. Awalnya Allard membeku, namun tiba-tiba saja gelora panas dalam tubuhnya mengalir deras dan memintanya untuk mencumbui wanita itu.
Pagutan itu berlangsung panas. Allard menguasai bibir Nora bahkan lidah itu saling membelit di dalam mulut mereka.
Hingga suara desahan lolos dari mulut Nora. Semakin membuat hasrat Allard memanas. Ia kemudian menggendong tubuh Nora dan melepaskan ciuman itu.
“Bisakah malam pertamamu dihabiskan denganku, Nora? Aku akan membuat Daddy mabuk sampai teler. Lalu, kita nikmati malam ini sampai puas.”
Dan Nora menyetujuinya. Sebab ia juga menginginkan sentuhan dari Allard, setelah dua tahun lamanya tidak pernah ia rasakan lagi.
Namun, malam ini tidak boleh ia lewati. Ada kesempatan untuk saling berbagi, maka akan dia lakukan sebelum John mengetahui semuanya.
“Stev! Kau bisa membantuku?” Allard menghubungi Stev setelah ia memasuki kamar yang sudah ia pesan sebelumnya.“Bantu apa, kawan?” tanya Stev dengan santainya.“Aku sedang bersama dengan Nora. Aku ingin kau buat Daddy mabuk sampai teler, sampai tidak bisa bangun lagi sampai besok.”“Oh my God. Apa yang akan kau lakukan dengan Nora, Allard? Apa kau sudah gila?” Stev terkejut mendengar ucapan Allard tadi.“Sudahlah, jangan banyak bicara. Lakukan apa yang aku minta padamu. Aku akan memberimu apa pun yang kau inginkan. Aku berjanji.”Senyum mengembang di bibir Stev. “Kalau begitu, akan segera kulakukan. Aku paling jago, untuk membuat siapa pun mabuk sampai sempoyongan.”Allard kemudian menutup panggilan tersebut dan melempar ponselnya dengan asal ke nakas dekat tempat tidur.Kembali merangkul tubuh Nora dan menciumi bibir wanita itu dengan penuh. Malam yang semakin dingin membawa hasrat penuh gairah yang mematikan dalam tubuh keduanya.Mereka saling berbagi peluh di dalam ruangan luas di
Waktu sudah menunjuk angka sebelas malam.Seperti permintaan John tadi pagi. Ia menginginkan Nora malam ini. Meski sampai saat ini ia masih belum tahu jika Nora bercinta dengan anaknya, bukan dengan dirinya.“Kemarilah. Aku sudah tidak sabar ingin menjamahmu kembali. Karena kemarin malam aku sedang mabuk, jadi tidak tahu apa yang kita lakukan semalam itu.”Hati Nora bertalu. Pikirannya malah tertuju pada Allard yang hingga saat ini masih belum juga pulang ke rumah itu.“John. Ada yang ingin aku tanyakan padamu.”John menatap lembut wajah Nora. “Apa, hum? Kau mau bertanya apa padaku?” ucap John kemudian memangku Nora agar duduk di atas pahanya.Nora kemudian melingkarkan tangannya di ceruk leher pria gagah itu. Ya, meskipun usianya sudah lima puluh lima tahun, akan tetapi wajahnya masih sangat awet muda dan tentunya terawatt.“Mengapa Allard belum juga pulang? Bukankah ini hari Minggu? Dia tidak pergi ke kantor, bukan?”“Oh, ya. Biasanya dia akan berkumpul dengan teman-temannya, Sayang
Keduanya sudah sampai di apartemen Allard. Nora terperngah karena rupanya tempat tinggal Allard dekat dengan apartemen dia dan John.“Allard. Bagaimana mungkin kau tinggal di sini? Aku dan John tinggal di apartemen sebelah.” Nora memberi tahu Allard.Allard hanya menyunggingkan bibirnya. Kemudian menghampiri Nora dan melingkarkan tangannya di pinggang ramping wanita itu.“Menurutmu, apakah aku peduli? Tentu saja tidak, Nora. Aku tidak peduli, kau dan Daddy tinggal di sana,” bisik Allard kemudian meraup bibir wanita itu.Hal gila antara Allard dan Nora kembali berlanjut. Mereka tampaknya tidak bisa melepaskan satu sama lain, dan keinginan gila mereka membawa mereka ke tempat-tempat yang tak terduga."Nora, kau tahu betapa ku merindukanmu selama ini." Allard berucap dengan senyum nakal terbit di bibirnya.“Ya, aku tahu itu. Tapi Allard, aku dan John tengah berbulan madu sekarang." Nora berucap dengan ragu.“Itu sebabnya aku datang ke sini. Aku ingin kau bersamaku, setidaknya selama bebe
Nora mengerutkan keningnya mendengar ucapan Allard tadi. "Apa yang kau maksud, Allard?"Allard menatap serius wajah Nora. "Nora, aku tahu ini mungkin terdengar gila, tapi aku ingin kau dengarkan dengan baik. Aku tidak ingin kau hamil anak John."Nora hampir menjatuhkan spatula yang sedang digunakan, tidak bisa percaya dengan apa yang baru saja dia dengar."Apa yang kau bicarakan, Allard? Itu bukan keputusan yang bisa kita ambil begitu saja. John mungkin sudah tua, tapi, aku tidak bisa mengiyakan ucapanmu tadi. Bagaimana jika ayahmu menginginkan seorang anak dariku?”Allard bangkit dari kursinya dan mendekati Nora. Dia berusaha menjelaskan dengan penuh hasrat.Allard kemudian menggenggam tangan Nora. "Nora, dengarlah aku. Aku mencintaimu, dan aku tahu bahwa aku tidak bisa terus menjadi simpananmu. Aku ingin lebih dari itu, aku ingin mengambilmu dari Daddy, apa pun caranya."Nora merasa hatinya berdebar kencang. Dia mencintai Allard dengan segala hatinya, tetapi ide untuk mencari cara a
Sepuluh hari telah berlalu sejak Nora tiba di Italia, dan rindunya pada Allard semakin tidak tertahankan.Dia tidak sabar ingin kembali ke Texas dan bertemu dengan pria yang telah menghiasi pikirannya selama ini.Namun, ketika dia akhirnya tiba di rumah mereka di Texas, kekecewaan melanda saat dia tidak menemukan Allard di sana."Apa dia sedang di luar? Atau mungkin dia sedang di lantai atas?" gumam Nora kemudian menghela napasnya.Nora memutuskan untuk bertanya kepada John, suaminya, tentang keberadaan Allard. Dia mencari John dan menemukannya di ruang keluarga."John, kau tahu di mana Allard berada? Mengapa tidak ada di rumah?” tanya Nora begitu menemukan John tengah sibuk dengan pekerjaannya.John yang mengira jika Nora hanya bertanya karena perhatiannya pada anak semata wayangnya itu, dengan santai menjawab, "Mungkin ada di kamar tidur, mungkin tidur siang atau apa."Nora mengangguk, lalu dengan langkah hati-hati, dia menuju kamar tidur lelaki itu.Namun, setelah memeriksa kamar t
Nora memandang Allard dengan tatapan yang penuh keraguan dan cemas setelah mengajukan pertanyaan yang sulit."Allard, apakah semua ini hanya pelampiasan bagimu? Apakah ini tidak lebih dari sekadar keinginan untuk melepaskan diri dari rutinitas?" tanya Nora dengan suara penuh ragu.Allard melihat ke mata Nora dengan tulus dan penuh emosi."Tidak, Nora!” ucap Allard dengan tegas.“Kau salah besar jika kau berpikir begitu. Aku telah jatuh cinta padamu, lebih dari sekadar pelampiasan. Aku ingin bersamamu, bahkan lebih dari itu. Aku ingin merebutmu dari Daddy, tapi aku belum memiliki alasan yang kuat untuk melakukannya."Nora terlihat bingung. Dia merasa dilema antara membuka diri tentang alasan terpaksa dia menikah dengan John atau menjaga rahasia itu untuk dirinya sendiri.‘Apa yang seharusnya aku katakan?’ ucapnya dalam hati.Setelah mendengar jawaban yang tulus dari Allard, terlihat dari raut wajahnya jika Allard tidak membohonginya. Membuatnya kembali dilemma.Allard memperhatikan ker
Allard sangat terkejut saat John memberi tahu bahwa dia sudah berada di lobi kantornya. Tanpa banyak bicara, Allard langsung memberi instruksi kepada Nora."Nora, kau harus kembali masuk ke dalam kamar sekarang juga. Daddy sudah di sini, dan aku tidak ingin dia tahu mengenai hal ini. Aku masih belum siap kehilanganmu,” ucap Allard dengan suara tergesa-gesa.Nora mengerti situasi yang sangat rumit ini dan tanpa ragu-ragu masuk kembali ke dalam kamar, bersembunyi dari pandangan John.Lima menit kemudian, John tiba di ruang kerja Allard. Dia memasuki ruangan tersebut dengan langkah mantap, wajahnya serius dan tegang.Dia langsung menghampiri anaknya, Allard, yang tengah berdiri menyender di meja kerjanya."Allard, kita perlu bicara,” ucapnya dengan suara ketusnya.Allard menatap ayahnya dengan tatapan tajam, tidak terlihat senyum sedikit pun di wajahnya.Dia sangat marah dengan John karena karyanya yang akan launching bulan depan telah dicuri oleh musuh bebuyutan John."Tentu saja, kita
Nora menatap Allard dengan ekspresi khawatir. Menunggu jawaban dari pertanyaan yang ia tanyakan kepada lelaki itu.Allard mengendikan bahunya. “Aku tidak tahu pastinya kapan. Yang jelas, dua sampai tiga minggu aku akan berada di sana, Nora.”Nora menelan salivanya menatap wajah Allard. “Lumayan lama. Tapi, Allard. Ada hal yang ingin aku tanyakan padamu, kenapa tiba-tiba kau membawa namaku saat berdebat tadi?"Allard menghela napas, mencoba menjelaskan perasaannya."Nora, Daddy sangat berengsek! Dia begitu munafik, tidak tahu apa-apa. Aku sangat membenci dia saat ini,” ucapnya dengan nada tajam.Nora mengerti perasaan Allard, terutama karena dia melihat betapa frustrasinya Allard saat berdebat dengan ayahnya tadi."Aku mengerti, Allard. Aku melihat bahwa kau tidak mendapatkan saran apa pun dari John. Dia mungkin terlalu terpengaruh dengan segala masalahnya sendiri."Allard merasa lega mendengar pemahaman Nora. Dia tahu bahwa situasi ini memang sangat sulit, dan dia berharap bahwa merek