Share

Didatangi pacar Royan

Royan mematung sejenak menatap pria tua di depannya berharap dia menarik ucapan, tetapi tatapan orang itu terlihat tajam dan garang, membuat Royan segera mengalihkan pandangannya ke Masita seolah mengharap pembelaan.

Namun, Janda satu anak itu justru menundukkan kepala karena takut pula pada om-nya. Akhirnya Royan mengalah.

"Baik, Om. Aku pergi, tapi aku ingin Om janji kalau aku kembali membawa mahar untuk Masita, Om akan menerima lamaranku," pintanya dengan tenang.

Pak Burhan hanya mengangguk menanggapi permintaan pemuda itu. Sekali lagi Royan menoleh menatap wanita pujaannya yang masih menundukkan kepala, lalu berbalik dan mengambil tasnya di sofa kemudian berjalan gontai keluar dari rumah tersebut.

Sepeninggal Royan, Pak Burhan segera mengantar Masita menuju rumah Pak RT untuk meluruskan permasalahan. Akhirnya Masita diizinkan kembali ke rumah.

Kini Masita bisa bernapas lega karena bisa kembali ke rumahnya. Namun, hatinya tetap merasa sedih karena terus terpikir akan nasib Royan. Berkali-kali Masita menarik napas untuk menahan rasa sedihnya.

Saat sore menjelang, ketika wanita itu tengah sibuk di dapur, terdengar seseorang mengetuk pintu rumah. Masita pun bergegas keluar.

Begitu pintu terbuka, terlihat seorang gadis sedang tersenyum angkuh menatapnya.

"Nyari siapa ya?" tanya Masita dengan heran karena tak mengenal gadis tersebut.

"Oh, kenalkan. Aku Indira, temannya Royan" ucap gadis itu sambil tersenyum sambil memainkan alis seolah menantangnya.

Masita menatapnya dengan tenang, lalu mengajaknya masuk.

"Mari silakan masuk!"

"Ah, makasih Tante, aku di sini aja. Lagian aku gak akan lama kok, aku ke sini cuma mau bilang, mulai hari ini jangan pernah berharap Royan akan datang ke sini, karena sekarang dia sudah tinggal bersamaku dan akan jadi milik aku, okey. Oh iya, lupa. Kamu itu janda, gak pantes buat cowok muda, ganteng dan keren kayak Royan, kamu tuh cocoknya sama orang tua bau tanah," cicit Indira dengan sombongnya.

Mendengar cercaan gadis itu, hati Masita jadi panas. Dengan kuat dia mendorong tubuh gadis itu hingga terhuyung ke belakang dan segera menutup pintunya begitu keras tanpa peduli lagi dengan gadis di luar sana.

"Dasar janda gatal, tidak tahu diri, bisanya cuma merayu berondong!"

Masita memejamkan matanya kuat-kuat sambil menutup telinga dengan kedua tangannya berharap tidak mendengar makian dari gadis di sana.

Setelah tidak lagi terdengar suara teriakan dari luar, Masita membuka mata lalu melangkah masuk ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.

Sambil berurai air mata, wanita itu bergumam, "harusnya dulu aku menolak tawaran Royan." Masita terus terisak mengingat masa lalunya saat pertama kali bertemu dengan pemuda itu.

Saat itu, Masita yang bekerja sebagai penjual gorengan di pinggir jalan tengah sibuk melayani pembeli yang kebanyakan laki-laki, dari pemuda, duda hingga bapak-bapak.

Tanpa sengaja ekor matanya menangkap sosok seorang pemuda yang menatapnya tanpa berkedip, tetapi Masita pura-pura tidak tahu. Anehnya, sampai pembeli telah habis, pemuda itu masih juga betah ditempatnya.

Setelah pembeli terakhir meninggalkan tempatnya, pemuda itu baru mendekat membuat Masita jadi sedikit waspada.

"Maaf, Dek. Jualan aku sudah habis, sisa Banana Roll doang ini," Masita mencoba berbasa-basi.

"Ya udah aku beli yang itu aja, Kak!" jawabnya santai.

Masita segera membuat adonan Banana Rollnya.

Sambil menunggu, pemuda itu mulai berbasa-basi seolah sok akrab.

"Aku sering loh beli di sini, mungkin Kakak gak kenal aku, karena aku cuma nganter Mbak Cia sampai di sana," terangnya sambil menunjuk persimpangan yang ada di seberang.

"Oh, begitu? Maaf ya aku gak bisa mengamati setiap orang yang beli di sini, soalnya kan banyak orang, jadi aku gak pernah ingat siapa aja yang pernah beli," ucap Masita sambil tersenyum dengan tangan tetap sibuk bekerja.

"Oh ya, Kak. Suaminya mana, kok selama ini aku lihat Kakak selalu berjualan sendiri sambil bawa anaknya?" tanya Pemuda yang tak lain adalah Royan, sambil menoleh menatap gadis kecil di belakang Masita. Gadis kecil itu kini tengah asik bermain masak-masak.

Mendengar pertanyaan itu, Masita berhenti bekerja sejenak, lalu tersenyum gamang dan kembali meneruskan pekerjaannya memasukkan satu persatu adonan pisang ke wajan.

"Aku ... janda, Dek," ujar Masita dengan nada tertekan.

"Ah, Maaf ya, Kak. Aku gak tahu," kilah Royan dengan raut wajah sedikit menyesal.

Masita kembali tersenyum kecut. "Iya, gak pa-pa, aku sudah biasa ditanya begitu sama orang," ujar Masita lagi.

Royan pun kembali bertanya banyak hal terkait usaha Masita, dan wanita itu dengan sabar menjawab setiap pertanyaannya.

Sampai semua pisang selesai di gorengnya, Masita segera membungkusnya lalu menyerahkannya pada Royan. "Ini, Dek. Semuanya 20 ribu Rupiah!"

Royan menerimanya dengan malas, seolah belum ingin menyudahi percakapan mereka.

Melihat gelagatnya, Masita lantas menatapnya dengan agak heran.

"Ada apa, Dek? Apa ada yang kurang?"

Royan segera tersenyum dan menggeleng. "Oh, gak ada kok. Ini Kak, makasih!" ucapnya sembari menyerahkan uang pada Masita.

Wanita itu pun kembali membereskan gerobaknya karena malam pun sudah mulai larut. Namun, Masita lagi-lagi merasa heran karena pemuda itu belum juga meninggalkan tempatnya.

"Ada apa lagi, Dek?"

Royan terlihat agak kikuk. Setelah beberapa detik terdiam, akhirnya dia buka suara.

"Mm, sebenarnya aku lagi butuh bantuan, Kak."

Masita mengerutkan kening mendengarnya. "Ada apa?" tanya Masita kemudian.

"Aku ada surat panggilan orang tua dari kampus, tapi mamaku lagi di Luar Negeri, Kak. Sekarang aku bingung, mau bawa siapa ke kampus, soalnya kalo besok orang tuaku gak datang, aku bisa di D.O, Kak," jelas Royan sedikit sungkan.

"Terus?" tanya Masita lagi.

"Mau gak, kalo Kakak yang gantiin mamaku ke kampus?"

Mendengar permintaan Royan, Masita tercengang sambil menunjuk dirinya sendiri. "Aku??"

Royan mengangguk pasti, tetapi Masita malah tersenyum menahan tawa.

"Ah, maaf ya. Tapi rasanya aku gak pantas jadi mama kamu, Dek. Usia kita gak beda jauh loh, masa iya umur 30 Tahun bisa punya anak usia 20 Tahunan," ucap Masita lalu tertawa renyah.

"Gak masalah kok, kan sekarang banyak wanita yang awet muda, gak bakal ada yang curiga kok, percaya deh," Ucap Royan meyakinkannya.

Masita berusaha menolak tetapi Royan tetap kukuh memintanya, akhirnya dia pun setuju menjadi mama bohongan bagi Royan.

Masita tersentak kaget dan tersadar dari lamunan saat Kania menarik-narik ujung bajunya.

"Ma, aku haus," pinta Kania sembari mendongak menatapnya.

Masita buru-buru menghapus air matanya."Iya, bentar ya, Sayang." Masita pun memberikan segelas air padanya.

Sepeninggal Kania, Masita menarik napas panjang lalu menghembuskannya dengan kuat.

"Baiklah Sita, mulai hari ini, hapus nama Royan dari ingatanmu, dan tutup semua pintu untuknya, gak ada lagi tempat untuknya, karena sekarang dia sudah jadi milik orang lain, okey!" decit,Masita mencoba menguatkan dirinya.

"Tapi kenapa rasanya sesakit ini ya Allah, apa iya aku bisa melupakan Royan?" lanjutnya sembari mengelus dadanya yang terasa sesak dan terus terisak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status