Share

Menemui Masita

Sudah berkali-kali ponsel Masita berdering, tetapi rasa sedih membuatnya malas untuk mengambil ponsel yang agak jauh darinya.

"Ma, ini ada yang menelepon!" Seru Kania, anaknya masita.

Masita segera menyeka air mata lalu menoleh dan tersenyum menyambut ponsel yang dibawakan untuknya.

"Makasih ya, Sayang," ucap Masita sambil membelai kepala anaknya.

Begitu melihat nama Royan terpampang di layar ponsel, Masita segera menolak panggilan itu. Air matanya kembali berlinang.

Namun, panggilan dari Royan seakan tidak mau berhenti, akhirnya Masita memilih untuk menonaktifkan ponselnya. kemudian melanjutkan pekerjaannya dengan perasaan nelangsa.

****

Sudah seminggu lamanya Masita tetap tidak mau menerima panggilan telepon dari Royan. Hal itu membuat sang pemuda menjadi uring-uringan, hingga akhirnya memutuskan untuk menemui pujaan hatinya.

seperti biasa, Masita yang bekerja sebagai penjual gorengan itu, tengah sibuk meladeni para pembeli. dia tidak sadar jika Royan tengah mengamatinya sambil tersenyum.

Setelah pembeli mulai berkurang, Royan pun mendekat dan segera menghampiri Kania yang sedang asik bermain di belakang Masita. Sebuah lapak khusus untuk Kania bermain rumah-rumahan dengan boneka-bonekanya.

"Halo, Ka. Lagi sibuk nih?" sapa Royan berbasa-basi pada Kania.

Gadis kecil itu pun segera mendongak dan tersenyum riang. "Kak Yayan!" serunya lalu menghambur memeluknya.

Masita yang mendengar seruan anaknya langsung menoleh. Wanita itu sejenak tertegun menatap pemuda yang telah membuat hatinya sakit selama seminggu ini.

"Kamu ...," tegur Masita hendak melabraknya, tetapi kemudian dia sadar jika ada beberapa pembeli di depannya. Akhirnya wanita itu hanya bisa menarik napas panjang lalu kembali meneruskan meladeni pembeli dan juga sibuk mengaduk gorengan di wajan.

Royan dengan sigap melepas pelukan Kania lalu berdiri membantu Masita meladeni pembeli. Lagi-lagi Masita hanya tertegun menatap Royan karena menahan diri untuk bertanya banyak hal padanya.

Setelah pembeli terakhir pergi, Masita segera meluapkan perasaannya. "Ngapain ke sini? Bukannya di sana sudah ada yang menemani kamu?"

Royan sontak menoleh mendengar pertanyaannya. "Apa maksud Mama?"

"Cukup!! Jangan panggil aku mama lagi, semua orang sudah tahu kalo aku cuma mama bohongan buat kamu!" sentak Masita tidak senang.

Royan semakin heran melihatnya. "Ini ada apa sih, Ma? Kok tiba-tiba marah gak jelas?"

"Udah deh, mending kamu pergi, sana pergi, pergi!" desak Masita sembari mendorong tubuh Royan agar segera menjauh.

Royan yang tidak mengerti akan duduk persoalannya lantas menepis tangan Masita dengan wajah kebingungan.

"Ma, tunggu sebentar. Ini ada apa sih, apa salahku? Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa juga panggilan teleponku gak pernah di jawab, ada apa, Ma?"

Masita mendengus keras karena sesak di dadanya sambil menahan air mata yang hendak tumpah.

Melihat Masita terdiam dengan mata berkaca-kaca, hati Royan semakin trenyuh. Dia tidak rela wanita yang dicintainya bersedih demikian.

"Ma, jangan cuma diam. Ayolah, kumohon!" desak Royan sambil mencoba mendekatinya.

Masita hanya menggeleng lalu menepis uluran tangannya. Terdengar wanita itu terisak lalu menyeka pipinya yang mulai basah.

"Aku gak mau bicara apa-apa lagi sama kamu, pergilah!" ungkap Masita dengan lirih. Di masih terisak.

"Gak, gak bisa. Aku gak akan pergi. Bagaimana bisa aku meninggalkan Mama kalo kondisinya kayak gini, aku gak bisa," ucap Royan teguh pada pendirian.

Masita yang tidak suka berdebat, hanya bisa mendengus tanpa menanggapi penolakannya dan kembali sibuk mengangkat gorengannya. Royan tetap sabar menunggu.

Begitu Masita selesai mengangkat gorengan, Royan segera meraih lengannya dan menariknya untuk menghadap padanya.

"Ma, tolong jujur sama aku, ada apa? Aku gak akan berhenti mendesak sampai Mama mau bicara, jangan sampai aku berbuat nekat," ancam Royan bersungguh-sungguh.

Masita menatapnya dengan malas lalu menarik lengannya dari genggaman Royan. "Minggu lalu ada pacar kamu datang ke rumah dan memaki-maki aku ...," Masita berhenti sejenak untuk menarik napas karena terasa sesak.

"Dia juga bilang, kalo kalian sudah jadian dan sekarang kamu pun tinggal di rumahnya," lanjut Masita sambil membuang muka. Terlihat jelas raut kesedihan dan air mata yang jatuh berderai mewakili rasa sakit di hatinya.

Seketika Royan membeku mendengar pengakuan Masita. Masih segar di ingatannya apa yang terjadi antara dirinya dan juga Indira.

Kala itu, saat dia diusir dari rumah Om Masita, dia segera menemui kawan-kawan gank-nya dan meminta bantuan untuk mendapatkan pekerjaan.

"What?? Seorang Royan mau kerja?" tanya salah seorang sahabatnya yang merasa sangsi lalu dibalas dengan gelak tawa yang lainnya.

"Aku serius," ucap Royan dingin membuat teman-temannya langsung terdiam.

"Tapi bentar ..., kok mau kerja, ada apa Bro?" tanya yang lainnya.

"Aku diusir dari rumah karena ketahuan pacaran sama janda."

Mendengar pengakuan Royan, sontak semua temannya tertawa terpingkal-pingkal.

"Hey, cewek-cewek pada ngantri buat kamu, lah ngapain pacaran sama janda?"

"Ganteng-ganteng nyarinya janda."

Riuh rendah suara ejekan yang dilontarkan padanya, tetapi Royan hanya terdiam dan menatap mereka dengan wajah tidak senang. Hal itu membuat semua temannya ikut terdiam.

"Aku serius!" lanjut Royan penuh tekanan.

"Okey, ada yang punya ide?" tanya temannya ke teman yang lainnya.

Beberapa orang angkat bahu, dan salah seorang angkat tangan.

"Aku punya."

"Apa?" sergah Royan cepat.

"Coba di restoran nyokapnya Indira!"

"Nah, bener tuh. Kali aja Indira mau bantuin kamu masuk kerja di restonya." timpal yang lain.

"Oke, aku hubungi Indira dulu, ya. Makasih, aku pergi dulu!" Pamit Royan setelah mendapat sebuah ide cemerlang.

"Good Luck ya!" seru temannya menyemangati.

Royan segera menemui Indira di rumahnya.

"Aku mau minta kerja di restoran mama kamu, boleh gak?" tanya Royan tanpa basa-basi lagi.

Sejenak Indira mematung menatapnya seolah tak percaya,lalu seketika terbit senyum penuh arti di bibirnya.

"Boleh,tapi ada syaratnya," ucapnya sumringah.

"Apapun syaratnya aku terima deh, asl bukan nikahin kamu," ujar Royan mencoba berkelakar.

"Kamu boleh kerja di resto tapi harus tinggal di rumahku juga, gimana?"

"Baguslah, aku memang gak ada tempat tinggal sekarang, aku diusir dari rumah," jelas Royan menyetujuinya.

"Kenapa terdiam, yang aku bilang benar 'kan? Kamu udah punya pacar lain?" tanya Masita pada Royan yang terlihat diam mematung.

Pertanyaan tersebut membuyarkan ingatannya. Seketika wajahnya berubah kesal. Tampak pemuda itu berkacak pinggang lalu mendongak sambil menghembuskan napas kesal.

"Baik, aku akan pergi, tapi aku akan segera kembali, dan aku ingin pastikan, hanya Mama wanita yang aku cintai, selamanya."

Selepas berkata demikian, Royan segera berbalik menatap Kania yang masih asik bermain, lalu berjongkok memeluk dan mencium kening gadis kecil tersebut, kemudian pergi tanpa pamit lagi pada Masita.

Tinggallah Masita mematung menatap kepergian Royan dengan beribu pertanyaan yang tak sempat diutarakannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status