Share

5). Sebuah Perubahan

***

"Kami pamit ya, Yah, Bun. Kalian jaga kesehatan di sini."

Sambil mencium punggung tangan kedua mertua, ucapan tersebut lantas dikatakan Juan ketika sore ini dia dan Senja siap pulang ke Bandung.

Patah hati pasca putus dari Davion, Senja mengambil keputusan untuk mulai menerima pernikahannya dengan Juan. Mengungkap niat untuk belajar mencintai suaminya tersebut, dia mengambil langkah awal dengan bersedia tinggal di Bandung bersama Juan dan karena senin besok sang suami harus kembali ke kantor. Jadi hari Minggu sore ini, Senja dan Juan berpamitan.

"Kalian hati-hati juga di jalan," ucap sang ayah pada mereka. Ia beralih pandang ke arah sang menantu, sambil berkata, "Titip Senja ya. Bimbing dia dan tegur dia secara baik kalau lakuin kesalahan. Meskipun Senja bukan anak kandung ayah, ayah harap kamu perlakukan dia seperti kamu memperlakukan Mentari."

"Iya Ayah," kata Juan patuh. "Juan akan lakuin apa yang ayah minta."

Tak lama mengobrol, setelahnya Juan juga Senja bergegas menuju mobil dan dalam hitungan menit, keduanya pergi meninggalkan rumah menuju jalan tol yang akan membawa mereka ke Bandung.

Tak pulang bersama anak-anak, Juan dan Senja kini hanya berdua karena sebelum mereka pulang, kedua anak Juan lebih dulu dibawa supir menuju Bandung.

Tak ada canggung, perjalanan sore ini mereka isi dengan obrolan santai. Melihat bagaimana sang suami bertutur, rasanya Senja semakin tertarik. Tanpa sadar, ia sesekali mencuri pandang ke arah Juan yang fokus mengemudi.

Menempuh perjalanan selama tiga jam nonstop, Senja dan Juan tiba sekitar pukul delapan malam di rumah. Dilanda rasa lelah, keduanya memutuskan untuk pergi ke kamar.

Juan menyambut Senja dengan sangat baik bahkan lemari kosong untuk menyimpan pakaian pun disiapkan. Setelah beristirahat, Senja akhirnya memutuskan untuk beres-beres.

"Mas mandi dulu ya," ucap Juan di tengah kegiatan Senja membereskan pakaian. "Enggak mandi sebelum tidur rasanya enggak nyaman."

"Iya, Mas. Nanti aku nyusul."

"Enggak mau bareng aja?" tanya Juan yang membuat kedua pipi Senja bersemu merah. "Biar lebih irit waktu."

"Mas, apa sih? Enggak usah ngaco deh."

"Kenapa ngaco? Kita sah suami istri."

"Ya iya, cuman kan ... ah, udah deh sana mandi. Nanti aku siapin baju tidur kamu di kasur," ucap Senja.

"Bisa emangnya?"

"Mas." Senja mendesah. "Aku emang jauh lebih muda dari Mas, tapi aku juga bukan remaja belasan tahun kali. Umurku dua puluh dua. Jadi bisalah. Aman."

"Ya udah kalau gitu Mas mandi dulu."

"Yang bersih."

Juan tertawa. "Siap."

Pria itu masuk ke kamar mandi, sementara Senja sendiri melanjutkan kegiatannya. Setelah semua selesai, dia beralih ke lemari pakaian milik Juan untuk memilah piyama tidur yang akan pria itu pakai.

Mengambil piyama satin berwarna biru, Senja menyimpannya di kasur. Selang beberapa menit, Juan keluar dengan tubuh yang terlihat segar.

Sempat merasa malu karena Juan bertelanjang dada, Senja pada akhirnya memberanikan diri untuk melihat sang suami. Ia tersipu.

Setelahnya, mereka berinteraksi seperti biasa. Di tengah kegiatan sang suami memakai baju, Senja tiba-tiba saja dibuat kaget saat Juan mendadak berkata, "Mau tidur sama Mas enggak malam ini?"

"Bukannya aku emang tidur sama Mas ya di kamar ini?" tanya Senja dengan sikap polosnya—membuat Juan tentu saja tersenyum.

"Bukan itu, Nja," kata Juan mengoreksi. "Tidur yang Mas maksud tuh lain."

"Hah?"

"Kayanya kita perlu mengawali hubungan kita dengan itu deh," kata Juan. "Orang bilang making love tuh bisa bikin perasaan cinta gampang tumbuhnya. Mas pikir enggak ada salahnya kita coba."

"T-tap—"

"Enggak siap?" tanya Juan sambil mencondongkan badan ke arah Senja yang tentu saja membuat perempuan itu dilanda rasa kaget. "Mas bisa bimbing kamu. Mas berpengalaman dan Mas tahu gimana cara memperlakukan seorang perempuan di atas ranjang. Kamu enggak usah takut."

Tak menjawab, Senja hanya memandang Juan dengan perasaan gugup. Pertanyaan mau atau tidaknya berhubungan badan kembali dilontarkan pria itu—membuat Senja pada akhirnya mengangguk pelan.

Setelah itu perintah untuk berdiri didapatnya, sehingga dia pun patuh dan dalam waktu yang cepat, Juan menarik pinggang Senja agar lebih rapat.

Seolah belum cukup rasa kaget Senja, setelahnya gadis dua puluh dua tahun itu kembali terbelalak setelah Juan mendaratkan ciuman di bibirnya. Tak sekadar menempel, ciuman tersebut perlahan semakin dalam.

Kaget, awalnya Senja pasrah tanpa melakukan balasan apa-apa hingga pada akhirnya keberanian untuk membalas pun muncul—membuat dia pada akhirnya mulai melayani permainan Juan. Bahkan kedua tangan yang semula menganggur, perlahan naik kemudian berlabuh di pinggang sang suami.

Ciuman itu semakin intens dan dalam. Juan membaringkan Senja di atas tempat tidur. Tak melakukan perlawanan, Senja pasrah pada apa yang dilakukan sang suami, bahkan ketika pada akhirnya Juan menanggalkan pakaian miliknya, Senja tak menolak.

Hanyut, Senja semakin tenggelam dalam permainan Juan. Setiap sentuhan yang pria itu berikan rasanya mampu membuat dia terbakar. Senja semakin menikmati semua itu.

"Mas Juan..."

Setelah puas dengan ciuman, perlahan Juan turun untuk menyentuh titik-titik sensitif Senja menggunakan bibirnya. Meskipun malu, desahan beberapa kali lolos dari bibir Senja.

Saat Senja hampir mencapai puncak karena sentuhan yang dia berikan, Juan tiba-tiba berhenti. Hal tersebut tentunya membuat Senja memberikan tatapan penuh tanya.

"Mas?"

"Kenapa? Kaget ya karena saya mendadak berhenti?" tanya Juan yang kini duduk di depan Senja yang tentunya masih berbaring. "Apa kamu pikir malam ini akan ada kegiatan bercinta?"

"Maksud Mas apa?" tanya Senja. "Bukannya tadi Mas—"

"Kamu terjebak," celetuk Juan dengan senyuman miring bahkan raut wajah yang juga terlihat dingin. "Kamu berhasil masuk ke dalam jebakan saya Senja."

Kening Senja berkerut. "Mas—"

"Saya bahagia karena meskipun belum apa-apa, setidaknya saya sudah sedikit membalas rasa sakit hati saya pada Mentari."

Bingung sekaligus kaget, itulah yang Senja rasakan. Dia beringsut menutup tubuhnya menggunakan selimut sambil memandang Juan penuh tanya.

"Jelasin sama aku apa maksud dari ucapan Mas barusan," ucap Senja dengan suara bergetar. Gadis itu tidak bisa menutupi rasa terkejut dan gugupnya. "Jebakan, terjebak, sakit hati sama Kak Mentari. Itu maksudnya apa, Mas?"

Juan kembali tersenyum miring sebelum berkata, "Kamu pikir tujuan saya menikahi kamu itu untuk membangun cinta? Enggak, Senja." Pria tampan itu mendenguskan tawa sinis. "Saya enggak punya niatan untuk mencintai kamu. Saya menikahi kamu untuk balas dendam."

"Apa?" tanya Senja dengan raut wajah takut yang kini begitu kentara. "Dendam? Aku ada salah apa sampai Mas Juan dendam sama aku?"

Komen (22)
goodnovel comment avatar
Isni Indarti
bagus sekali alur cerita tolong lanjut kembali
goodnovel comment avatar
Isni Indarti
bagus lanjut
goodnovel comment avatar
Isni Indarti
bagus lanjut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status