*** "Mas mau lamar kamu, Senja." Kejutan pasca sarjana, Senja cukup shock ketika Juandra Bimasena sang kakak ipar tiba-tiba saja melamarnya. Bukan tanpa alasan, Juan melamar atas wasiat yang diberikan sang istri alias kakak Senja yang meninggal beberapa bulan lalu. Senja menerima? Tentu saja tidak. Tak punya perasaan apa pun, dia menolak lamaran tersebut. Namun, desakan dari kedua orang tuanya membuat Senja menyerah kemudian menerima lamaran bahkan pinangan sang kakak ipar. Tak ada yang aneh, pernikahannya dengan Juan berlangsung dengan lancar bahkan pasca sah menjadi istri, Senja diperlakukan dengan sangat baik hingga di malam kedua pernikahan, Juan memberikan kejutan yang tak pernah Senja duga sebelumnya. Kejutan apakah yang Senja dapat dari mantan kakak ipar sekaligus suaminya itu?
Lihat lebih banyak"Aku nggak mau nikah sama Mas Juan, Ayah!" seru Senja dengan suara bergetar. Gadis itu menatap orang tuanya nanar. "Dia kakak ipar aku, mana mungkin aku menikah dengannya?"
Pasangan paruh baya itu saling melempar tatapan gelisah. Sebelum Senja sempat melontarkan protes lebih lanjut, Juan tiba-tiba bersuara."Jadi kamu nolak gitu aja lamaran Mas tanpa mau mikirin dulu semuanya, Nja?" tanyanya. Pria itu duduk persis di depan Senja. "Ini amanat dari kakak kamu. Dia bakalan sedih kalau amanatnya enggak kita lakuin."Senja bergerak tak nyaman di kursinya mendengar kakak sekaligus istri Juan yang meninggal tiga bulan yang lalu dibawa-bawa dalam pembicaraan mereka.Juan memang sudah menjelaskan bahwa lamaran itu dilandasi amanat dari Mentari, kakak yang paling Senja sayangi. Alih-alih menentang, kedua orang tua Senja justru menerima dengan baik niat tersebut karena menurut mereka turun ranjang bukan sesuatu yang buruk."Terus Mas pikir dengan kita menikah, Kakak aku nggak bakalan sedih gitu?" tanya Senja sinis, masih bersikeras menolak ajakan Juan yang menurutnya gila."Seikhlas apa pun seorang perempuan membiarkan suaminya menikah lagi, rasa sedih pasti ada. Harusnya Mas mengerti hal itu," kata Senja sambil menatap tajam pada Juan yang terdiam dengan ekspresi yang sulit diartikan."Senja." Ayahnya menegur.Tapi Senja sudah terlalu kalut untuk mendengar. Ia masih menatap Juan lamat-lamat, menunjukkan keseriusan yang tak terbantah."Aku nggak cinta sama Mas dan harusnya Mas Juan nggak maksa!" Senja menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Kalau Mas Juan mau nikah lagi karena butuh sosok Ibu buat anak-anak, di luaran sana masih banyak perempuan yang bisa Mas nikahin dan—""Nja, kok kamu ngomongnya gitu sih, Nak?" Kali ini, sang bunda ikut buka suara, menyela segala bentuk protes Senja. "Di luaran sana memang banyak perempuan yang bisa Juan nikahi, tapi kakak kamu maunya kamu yang nikah sama suaminya. Kamu harus kabulin apa yang kakak kamu minta karena selama ini dia selalu kasih apa yang kamu mau."Senja terdiam mendengar kalimat panjang ibunya."Kamu harus tahu balas budi, Senja." Ayahnya ikut menimpali. "Kamu dibesarkan di keluarga ini dengan penuh kasih sayang meskipun bukan siapa-siapa. Kamu hanya anak angkat, seharusnya kamu mengerti posisimu."DEG!Jantung Senja mencelos mendengar kalimat tajam ayahnya. Sepasang matanya langsung berkaca-kaca, tak menduga posisinya sebagai anak angkat di rumah ini menjadikan dirinya tak punya hak untuk berpendapat."Kakak kamu yang dulu bawa kamu ke sini. Dia sayangin kamu seperti adik sendiri. Seharusnya ketika dia minta sesuatu sama kamu, kamu kabulin. Ini bukan cuman masalah Juan, tapi Mentari nggak mau ada orang lain yang masuk ke dalam hidup anak-anaknya. Paham kamu?"Senja mengusap air mata yang jatuh membasahi pipinya dengan gusar. Napasnya mulai terdengar patah-patah. Gadis itu merasa tertekan karena didesak dari berbagai arah."Cinta bisa tumbuh dengan sendirinya, Senja," ucap sang bunda—membujuk dengan suara dan kalimat yang lebih lembut. "Tinggal serumah sama Juan dan berinteraksi setiap hari, kamu pasti bisa jatuh cinta dan perlahan kamu pasti bahagia sama Juan. Percaya sama bunda."Masalahnya, Senja sudah punya kekasih yang sangat dicintainya. Tidak akan mudah baginya untuk berpaling, apalagi pada kakak iparnya sendiri."Enggak. Senja tetap nggak bisa menikah dengan Mas Juan," putus Senja bersikukuh.Gadis 22 tahun itu mengepalkan tangan, berusaha menekan perasaan kesal, kecewa, juga sedih yang campur aduk. Meskipun hubungan dengan kekasihnya tidak direstui, tapi Senja tetap tidak mau meninggalkannya.Senja berdiri dari kursinya, hendak meninggalkan pembicaraan yang belum usai itu.Tapi baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba suasana di ruang keluarga itu mendadak panik."Ayah!""Ayah?!"Mendengar suara ibu dan Juan yang saling bersahutan, juga suara kursi yang berderak ricuh membuat Senja segera berbalik. Matanya membulat sempurna kala melihat ayahnya memegangi dada dengan raut kesakitan.Senja berlari dan menghampiri ayahnya yang tergolek di kursi. "Ayah, tolong jangan kaya gini Ayah..." ucap Senja dengan suara bergetar. Pipinya sudah basah lagi oleh air mata. "Jangan bikin aku khawatir.""Kamu sayang sama ayah?" Pria paruh baya itu bertanya dengan suara serak."Sayang," ucap Senja cepat, sambil mengangguk. "Aku sayang sama Ayah dan Bunda, bahkan—""Terima lamaran Juan. Jadilah istrinya dan jaga kedua cucu Ayah kalau kamu memang sayang sama Ayah dan Bunda.""Ayah..." Senja menghela napas panjang, merasa serba salah. "Aku—""Jangan egois, Senja," potong Juan, sengaja memotong ucapan Senja dengan raut wajah seriusnya. "Ini juga sulit untuk Mas, tapi Mas nurunin ego demi kebaikan bersama. Seharusnya kamu lakuin itu juga karena terus menolak hanya akan menyakiti semua orang. Kamu mau ayah kenapa-napa?""Bunda mohon sama kamu, Nja."Senja terdiam dengan perasaan dilema. Tapi ia tahu tak akan bisa menyanggah lagi."Aku mau nikah sama Mas Juan. Aku akan berusaha buat jagain cucu Ayah sama Bunda di Bandung.""Kamu serius?" tanya Juan yang membuat Senja memberikan tatapan tajamnya pada sang kakak ipar."Apa aku kelihatan bercan—"Belum selesai bicara, ponsel di saku baju Senja lebih dulu berdering, mengalihkan atensi semua orang. Gadis itu segera mengambil benda pipih tersebut dengan tergesa.Detik berikutnya, kedua mata Senja membulat setelah nama sang kekasih terpampang di layar. Alih-alih menjawab panggilan, yang dilakukan Senja justru diam dengan perasaan gelisah dan hal tersebut disadari Juan."Telepon dari siapa, Nja?"Spontan mengangkat pandangan dengan perasaan yang kaget, Senja bertanya, "Hah?""Itu telepon dari siapa? Kenapa nggak diangkat?"Senja menelan ludah gugup. Tangan yang memegang ponsel itu berkeringat dingin. Ia tak berani menatap ayah dan ibu yang menatapnya penasaran, apalagi Juan juga melemparkan tatapan tajam yang membuat Senja merasa terintimidasi.
Tapi tidak mungkin ia menjawab dengan jujur. Orang tuanya bisa marah besar jika mengetahui kekasihnya lah yang menelepon.
"A-aku..."
***"Ah, akhirnya acara aqiqah Tian berjalan dengan lancar ya, Mas. Rasanya baru kemarin deh dia lahir, tapi ternyata udah dua minggu yang lalu."Tersenyum sambil memandang para tamu yang kini pergi meninggalkan rumahnya, ucapan tersebut lantas Senja lontarkan pada Juan. Tak berada di dalam, saat ini dia dan sang suami masih berada di teras karena memang setelah acara selesai, keduanya mengantar para tamu seraya mengucapkan terima kasih.Dua minggu pasca melahirkan, Senja dan keluarga sepakat untuk mengadakan acara aqiqah baby Tian. Tak digelar di gedung, Senja dan Juan sepakat mengadakan acara di rumah.Mengundang para tetangga komplek, acara berlangsung dengan lancar dan tak sedikit, tamu yang diundang pun cukup banyak karena dari banyaknya tetangga yang diberitahu, hampir semua datang sore ini ke rumah Juan."Iya, akhirnya acara berjalan dengan lancar," kata Juan. Menoleh kemudian memandang Senja, dia kemudian berkata, "Semoga Tian seh
***"Welcome home, Mama Senja!"Membulatkan mata dengan raut wajah kaget, itulah Senja setelah sambutan tersebut didapatkannya dari orang-orang yang siang ini menyambut di ruang tengah.Dua hari menetap, Senja dan sang bayi memang diizinkan pulang hari ini untuk menjalani pemulihan di rumah. Tak dijemput siapa pun, Senja pulang berdua saja dengan Juan dan jujur dirinya sedih, karena dia pikir orang-orang rumah akan menjemputnya, mengingat kepulangan dia bukan di hari kerja melainkan hari libur.Tak menunjukan kesedihan, Senja terus berusaha tersenyum selema di jalan hingga ketika tiba di rumah, kehadiran dua mobil yang tak asing untuknya membuat dia bertanya-tanya.Bukan mobil Juan ataupun Gian, yang dilihat Senja adalah mobil Davion juga kedua orang tuanya sehingga dengan rasa penasaran yang tiba-tiba melanda, Senja bertanya.Namun, alih-alih memberikan jawaban, Juan justru meminta dia untuk masuk sehingga sambil menggendong san
***"Ayo, Bu, coba dorong."Bersandar pada bed, yang sejak tadi dia tempati, Senja menoleh ke arah Juan sebelum kemudian mengambil ancang-ancang. Menutup rapat mulutnya seperti yang disarankan, Senja mulai mengejan sekuat tenaga sambil berpegangan pada sang suami.Bukaan lengkap setelah menunggu selama beberapa jam, persalinan Senja memang segera dilakukan. Aman untuk melahirkan secara normal, Senja membiarkan tubuhnya kesakitan karena gelombang cinta yang beberapa waktu lalu datang, dan sekarang perempuan itu kembali berjuang.Bayi yang dikandung tak langsung keluar dalam sekali ejanan, Senja menjatuhkan punggungnya di bed dengan napas terengah. Beristirahat sejenak, itulah yang dia lakukan sekarang sementara dokter sibuk memeriksa sesuatu."Kuat ya, kamu pasti bisa," ucap Juan yang terus berada di samping Senja. "Doain ya, Mas," pinta Senja yang dijawab senyuman oleh sang suami."Pasti."Waktu istirahat seles
***"Gi, anak kita lucu."Berdiri persis di samping inkubator, ucapan tersebut Diandra lontarkan dengan perasaan yang terasa begitu hari. Melahirkan beberapa jam lalu, sore menjelang malam Diandra meminta untuk dibawa ke ruang Nicu. Dioperasi menggunakan metode yang cukup bagus, perempuan itu sudah mampu berdiri bahkan duduk sehingga setelah meminta izin pada Dokter, Gian membawa istrinya itu menemui sang putra.Lahir dengan tubuh yang sangat mungil, putra pertama Gian dan Diandra terlihat persis seperti sang ayah, Gian. Memiliki hidung mancung, dua alis yang tak terlalu tebal kemudian rambut hitam, bayi mungil tersebut nampak begitu baik sehingga meskipun harus menetap di inkubator hingga kondisi dan berat badan stabil, Gian mau pun Diandra lega karena sejauh ini, tak ada kelainan yang ditunjukan Pradikta atau yang lebih akrab disapa baby Dikta."Mirip banget sama aku enggak sih?" tanya Gian yang setia di samping Diandra, guna berjaga-j
***"Gimana, Dok? Apa istri saya harus lahiran sekarang karena ketubannya udah pecah?"Melihat dokter selesai memeriksa Diandra, pertanyaan tersebut lekas Gian lontarkan dengan raut wajah yang cukup tegang.Mendapat kabar tentang Diandra yang tiba-tiba mengalami pecah ketuban, Gian memang sigap membawa istrinya itu ke rumah sakit terdekat. Meskipun Diandra tak merqsa kesakitan, Gian membawa perempuan itu ke IGD sehingga tanpa perlu menunggu lama, penanganan pun dilakukan dengan cepat."Betul sekali, Pak," kata sang dokter, memberi jawaban. "Karena air ketuban yang tersisa hanya tinggal sedikit, istri Bapak harus segera melahirkan bayinya dan demi mencegah sesuatu yang tidak diinginkan, kami akan melakukan tindak operasi secepatnya. Apa bapak setuju? Jika iya, nanti berkas-berkasnya disiapkan pun dengan ruang operasi.""Kalau itu yang terbaik, saya setuju, Dokter," ucap Gian. "Tapi usia kandungan istri saya baru dua puluh sembila
***"Silakan dinikmati basonya ya, Mbak, Kak, Dek, semoga bakso buatan Mamang cocok di lidah kalian."Sambil menyimpan satu persatu mangkuk bakso di atas meja makan, ucapan tersebut lantas Juan lontarkan untuk istri dan kedua anaknya yang sejak beberapa menit lalu menunggu di sana.Tak bisa menolak ngidam Senja yang katanya ingin bakso buatan dia sendiri, Juan mendadak cosplay menjadi mang bakso komplek. Membuat adonan bakso kemudian mengolahnya menjadi bulatan kecil dan sedang, semua dia lakukan sendiri tanpa bantuan siapa pun.Tak hanya membuat bakso, Juan juga berpakaian seperti tukang bakso demi mengabulkan keinginan Senja. Kaos abu pendek, celana pendek juga topi bulat dan handuk, semuanya dia pakai dan hal tersebut membuat Senja bahagia, sehingga meskipun harus menunggu satu jam lebih bakso yang diinginkannya jadi, perempuan itu tak bosan sama sekali."Waw," ucap Kirania takjub. "Udah cocok kayanya Papa jadi tukang bakso. Persis bua
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen