Share

Bab 2

Author: Hopefulen
last update Last Updated: 2025-06-30 11:01:37

“Ayah … tolong jangan lakukan ini.”

“Kau mempermalukan kami Nao!!”

“Ayah, Nao minta maaf.”

“Tidak!! Tidak ada ampun ….”

“Tidak Ayah, Nao mohon … Ayah … Ayah … jangan ….”

“Jangan … tidak … tidak!!”

Natasha tersentak bangun dari mimpi buruknya, mimpi yang dia alami sejak sang kakak kedua tiada. Naomi Calsine, kakak kedua Natasha yang sangat-sangat menyayanginya bahkan bagi Natasha sang kakak adalah orang yang mengajarinya banyak hal. Bukan tanpa sebab Natasha lebih dekat dengan Naomi walaupun umur mereka terpaut lumayan jauh tapi bagi Nat sang kakak bisa mengimbanginya dengan menjadi kakak sekaligus sahabat bagi dirinya.

Naomi memang terkenal sangat lembut dan mengayomi, berbeda dengan Nara yang cenderung keras dan disiplin terkadang tidak cocok untuk Natasha yang tidak suka dikekang sehingga sejak kecil Natasha lebih suka mengobrol atau belajar dengan Naomi dari pada Nara.

Natasha mengusap wajahnya kasar menghilangkan bayangan-bayangan mimpi buruk dan menyakitkan yang membuat dirinya kehilangan sang kakak. Sakit? Maka jawabannya adalah ya bahkan dengan lantang dia akan menjawab ya dengan keras bahwa dia kehilangan kakaknya, dia kehilangan sandarannya dan kehilangan sosok panutannya. Jika semua bilang dia bodoh karena tinggal jauh dari orang tuanya yang kaya raya dan tinggal di rumah tua yang bisa dibilang lebih buruk dari kandang kuda sang ayah ini—dia akan membantah keras dan akan dengan lantang menentang keras.

Natasha mengambil foto lama Naomi yang dia bingkai dan dia letakkan di meja kerjanya. Gadis itu memandang foto cantik Naomi yang selalu membuatnya tenang dan lebih berani dalam menjalani segala hal, termasuk dalam mengambil langkah gila ini.

“Kak, aku sudah benarkan?” tanya Natasha sambil memandang wajah cantik sang kakak.

“Jawab aku Kak, apakah aku sudah benar? Apakah jalan yang aku ambil ini baik untukku? Terkadang aku bingung ini benar atau tidak, namun di sisi lain aku tidak mau hidup seperti dirimu yang harus merasakan dan menjalani keotoriteran ayah—kita bukan mesin’kan?”

Natasha tertawa kecil namun tersirat ada rasa sakit dan sedih dalam hatinya yang sampai sekarang belum bisa dia hilangkan. Sambil mengelus pelan bingkai kaca yang melapisi foto lama sang kakak gadis cantik itu selalu mendoakan sang kakak supaya selalu tenang di alam sana.

“Yang tenang Kak,” lirih Natasha dengan suara bergetar menahan tangis.

Natasha tersentak kaget saat dering ponselnya membuatnya tercabut paksa dari bayang-bayang masa lalunya yang menyakitkan.

“Nih, anak tahu jam atau tidak, sih!”

Natasha mengambil ponselnya dan mengangkatnya sambil berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci muka supaya lebih segar. Dari seberang teleponnya terdengar pekikan nyaring gadis yang membuatnya sampai mengelus telinga.

“Kau benar-benar, Clair. Kau tahu tidak ini jam berapa?”

“Tahu dan sangat tahu, Natasha ku sayang tapi ini mendesak. Tulisanmu bagaimana?”

“Kau pikir gampang untuk mencari ide di saat editorku ini jiwanya jiwa perfectionist yang membuatku pusing sendiri.”

“Aku perfectionist itu juga demi kebaikan mu.”

“Iya-iya terserah dirimu.” Natasha keluar dari kamar mandi dan berjalan ke dapur.

“Cepat selesaikan!!”

Natasha menjauhkan ponselnya saat mendengar teriakkan nyaring sang sahabat sekaligus editornya itu. "Iya-iya aku akan menyelesaikannya secepatnya, sabar aku sedang tidak ada ide."

Gadis itu menarik kursi makan dan duduk di sana merengungi nasib malam-malam mendengarkan sabda indah dari sang editor. Natasha bahkan sampai meletakkan ponselnya supaya tidak terlalu dengar ocehan sang sahabat yang menurutnya bagaikan nyanyian merdu sang malaikat maut untuknya.

"Iya ... iya ... bawel aku akan mengirimkannya padamu secepatnya, iya ... sudah, bye."

Natasha menutup ponselnya dan melemparkan ke meja makan agak kasar lalu menelungkupkan wajahnya di atas meja sambil menghela napas panjang.

"Apa benar aku tidak bisa apa-apa? Apa benar aku ini tidak berguna? Apa benar semua ucapan ayah selama ini?”

Natasha menghela napas berat bahkan rasanya sangat sesak hanya untuk menarik napas seperti sekuruh oksigen sedang tidak ada di sekelilingnya. Banyak ucapan negative yang selalu ayahnya lontarkan padanya apalagi di saat dia memutuskan menjadi penulis dari pada meneruskan bidang pekerjaan keluarga yang sama sekali bukan minatnya. Dia tahu pasti dia memang tidak berguna seperti ucapan sang ayah selama ini tapi dia ingat lagi dengan ucapan Naomi.

“Tidak … tidak … itu tidak benar, Nat. Tidak apa-apa, Nat … jangan pandang dirimu seperti itu kau harus tenang, kau harus yakin kau bisa, kau mampu jangan pandang dirimu tidak bisa, jangan pandang dirimu tidak mampu, jangan pandang dirimu tidak berguna atau hal yang memalukan, kau harus yakin kau bisa.”

Gadis itu bergumam sendiri meyakinkan dirinya dia bisa dan mampu menjalani ini semua. Dia menghela napas berat beberapa kali seperti mengeluarkan semua energi negatif di dalam dirinya yang beberapa hari ini seperti hantu yang menempelinya.

“Aku seperti kesurupan roh jahat, aku seperti kesurupan siluman tapi lebih baik kesurupan mereka dari pada kesurupan kata-kata keluargaku. Ternyata benar kata psikologi perkataan itu lebih menyakitkan dan lebih berpengaruh dari tindakan apa pun,” gumamnya agak tidak jelas.

Brakkk ….

Gadis itu menggebrak keras meja makan bahkan meja itu sampai bergetar. “Cintai diri sendiri supaya Tuhan lebih mencintai kita karena kita bersyukur sudah diciptakan sempurna oleh Tuhan. Ya, aku ciptakan Tuhan dan produk dari sang pencipta itu produk unggulan bukan produk gagal—benar, kamu pasti bisa kok Nat. Siapa mereka, enak saja bilang kamu tidak bisa apa-apa, anak muda tidak ada harapan, memangnya masa depan yang ngatur mereka? Yang ngatur masa depan ya kamu dan Tuhan, orang tua cuman pendorong kalau tidak ada pendorong ya kamu harus bisa dorong dirimu sendiri. Sudah jangan dengarkan kata-kata ayah, dia hanya malu karena pekerjaan ini."

“Ayo!! Semangat Natasha!! Lebih baik aku kembali ke kamar dan mengerjakan tulisanku dari pada memikirkan yang tidak-tidak.” Natasha berdiri dan kembali berjalan menuju kamarnya tanpa dia sadari sepasang mata tajam dari tadi melihatnya dari balik tirai gelap yang menutup separuh jendela rumahnya.

Pria penyusup itu berada di dapur untuk mencari sesuatu yang bisa dia masukkan ke dalam perutnya, saat Natasha keluar kamar dia buru-buru bersembunyi di balik tirai yang beruntungnya berwarna gelap dan panjang sehingga bisa menutupi tubuhnya sepenuhnya. Pria itu mengintip sedikit dan bernapas lega karena melihat Natasha kembali ke kamarnya.

“Lebih baik aku segera kembali ke dalam gudang,” ucap pemuda itu sambil berjalan cepat menuju gudang.

“Akkkhhhh!! Si … siapa … pencuri … tolong pencuri ….”

“Haisss ….”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 21

    "Nat itu bukannya mobil kakak mu?" ucap Rose saat melihat mobil Nara yang berlawanan arah dengan mobil mereka.“Kelihatannya dia menuju rumah, Nat.”Natasha hanya bisa diam dengan ucapan beruntun Rose. Gadis itu hanya bisa menghela napas berat dan pasrah pada jalan hidupnya nanti setelah ini.“Kelihatannya aku tidak akan mati di tangan penjahat tapi mati di tangan kakakku.”“Kau akan baik-baik saja Nat, aku janji.”Natasha menatap Jasper yang sudah memalingkan wajahnya bersiap melawan musuh yang tiba-tiba saja muncul lagi entah dari mana.“Aku harap begitu,” gumam gadis itu ambigu.Di lain tempat mobil mewah berwarna hitam berhenti di dekat rumah Natasha. Seorang pria muda membuka jendela kaca mobil sambil melihat ke arah kerumunan orang dan beberapa polisi yang memenuhi rumah Natasha yang lumayan rusak bekas tembakan.Seorang pria berjas rapi muncul dari kegelapan dan menghampiri mobil itu.“Mereka sudah pergi, Tuan.”“Apakah gadis yang tinggal di rumah itu dibawa juga oleh Jasper?”

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 20

    “Nat, kamu harus jelaskan semuanya.”“Iya-iya tenang saja nanti aku jelaskan, sekarang kita pergi dulu.” Natasha menyeret Clarie masuk ke dalam mobil.“Charlie, Hactor siapkan senjata kalian kita harus lumpuhkan mereka.”“Siap Tuan.”“Charlie jaga Clarie, Rose kau di depan bersama Hactor, ayo Nat kau bersamaku.” Tanpa basa-basi Jasper langsung menyeret Natasha masuk dan menempatkannya di tengah-tengah bersama Clarie.“Aku belum buka tuas—”Dor … dor ….Jasper menembaki tuas itu hingga rusak dan pintu garasi terbuka lebar.“Aku benahi nanti. Hactor, jalan!”Sedangkan Natasha dan Rose hanya bisa terdiam tapi dalam hati berharap Jasper benar-benar akan menggantinya.Hactor langsung melajukan mobilnya keluar garasi dengan kecepatan tinggi. Dia tidak perduli dengan kondisi mobil yang sudah tua karena yang ada di otaknya hanya pergi dari sana secepat mungkin dan menghindari hujaman peluru dari lawan.Jasper dan Charlie pindah ke belakang bersiap dengan senjata mereka.“Ladies, kalian harus

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 19

    “Kalau aku tidak mengizinkan kau pergi?”“Hmmm? Maksudmu? Kau menyuruh kami tinggal di sini?”Natasha tidak menjawab tapi Jasper bisa lihat dari sorot mata gadis itu bahwa apa yang dia tebak itu benar adanya.“Bisa beri aku alasan kenapa kami harus di sini?”Natasha melirik sekilas pada kedua sahabatnya lalu pada kedua anak buah Jasper. Otaknya sedang berkerja—berpikir alasan apa yang masuk akal untuk menjawab pertanyaan Jasper.‘Bodohnya dirimu, Nat, kalau begini kamu kelihatan sekali tertariknya pada Jasper.’“Kau kan janji akan membiayai kehidupanku.”‘Bagus-bagus, Nat untung dirimu cerdas,’ monolog Natasha sambil menahan senyum kemenangan.“Iya, aku janji akan membiayai dan memenuhi kebutuhan hidupmu. Dari jauh akan aku transfer semua kebutuhan dirimu termasuk biaya rumah ini, tapi aku tidak bisa tinggal di sini.”“Bagaimana kalau kau ingkar janji,” celetuk Natasha agak keras.“Nat, kau kenapa? Bisa-bisanya melarang—”“Jasper setuju akan membiayai hidupku, Rose. Kalau dia jauh dar

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 18

    Natasha menatap kedua temannya dengan ekspresi kaget. Sambil meletakkan tangannya di dada gadis itu mendengus kesal karena tiba-tiba saja teman-temannya muncul tanpa suara.“Kalian kalau mau datang bilang-bilang dulu minimal bersuara jangan bikin aku jantungan.”“Kami sudah memanggilmu ya, tapi kau saja yang melamun seperti orang kerasukan.”Natasha menggerutu pelan dengan jawaban Clarie padanya.“Apa-apa? Kau menggerutu apa? Mau aku buang tulisanmu?”“Haisss … kau selalu mengancamku dengan itu—apa tidak ada ancaman lain? Minimal kreatiflah sendikit dalam mengancam seseorang.”“Kau ini—”“Sudah-sudah jangan bertengkar. Sekarang yang harus kita pikirkan kita ini harus melakukan apa? Terutama pada—” Rose melirik sekilas pada tiga pria yang sedang berbicara penting di ruang tamu.“Tidak ada,” jawab Natasha dan Clarie bersamaan.“Kau mau dihabisi? Sebelum kita lapor dan lain-lain tubuhnya sudah ada di dalam liang lahat. Tapi jujur, mereka baik dan tidak menyakiti kita—hanya kita butuh dia

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 17

    “Kau tahu apa soal membunuh? Bahkan aku yakin kau tidak pernah membunuh seekor lalat dan kau juga takut dengan darah, jadi aku yakin kau tidak pernah membunuh.”“Membunuh tidak butuh darah atau alat tajam, tapi dengan tangan yang terulur juga bisa membunuh.”Jasper menatap Natasha dengan tatapan datar tapi di lubuk hatinya yang paling dalam ada rasa penasaran dan ingin tahu dengan maksud ucapan gadis yang ada di hadapannya sekarang.Natasha duduk di samping Jasper dan mereka diam sesaat sampai Natasha mengeluarkan kata-kata yang membuat Jasper semakin penasaran.“Banyak orang berpikir membunuh orang harus ada darah di tangan kita, harus ada senjata api atau senjata tajam tapi mereka tidak tahu dengan tangan kosong dan tangan kecil saja bisa membuat seseorang kehilangan nyawanya. Hanya dengan tangan kecil dan dengan candaan saja napas seseorang bisa hilang.”Jasper mengerutkan dahinya bingung dengan ucapan Natasha. Dia merasa gadis polos dan kekanakan seperti Natasha tidak mungkin tanp

  • Terjerat Cinta Mafia Buron   Bab 16

    "Ada apa Char? Ada sesuatu?" Jasper menatap anak buahnya itu dengan wajah menegang bahkan suara mafia itu dalam dan berat menandakan dia harus tahu dan anak buahnya harus memberi tahu.Charlie hanya mengangguk tapi tetap diam membuat semua orang yang ada di sana terutama para gadis-gadis menjadi ikut penasaran."Ada apa?" tanya Natasha yang mendekat pada Charlie penuh penasaran."Ada sesuatu Tuan," ucap Charlie dengan wajah seriusnya."Ihhhh, ada apa? Kalau bicara jangan setengah-setengah kau membuat kami semua penasaran.” Tiba-tiba saja Clarie mendekati Charlie dengan penuh penasaran bahkan dia melupakan rasa takutnya.Natasha yang melihat Clarie tidak sabaran hanya menghela napas lelah. Gadis itu menggeleng pelan dengan kelakuan sahabatnya yang selalu ingin tahu dan tidak sabaran.Natasha menarik sahabatnya itu duduk di sampingnya. "Diam atau aku akan membuangmu ke sumur belakang rumah Nenek Naima.”Mendengar hal itu jelas Clarie takut setengah mati karena sumur Nenek Naima terkenal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status