Semua terjadi begitu cepat, mereka sudah sah menjadi suami istri dua jam yang lalu. Tak ada resepsi sama sekali, cuma syukuran kecil-kecilan yang dihadiri oleh keluarga inti dari ke dua belah pihak, ditambah dengan tetangga-tetangga terdekat.
Awalnya orangtua Rangga terkejut mendengar anaknya memintanya datang ke Jakarta untuk melamar. Bapak marah dan tidak terima, tapi ketika Rangga menceritakan kalau istrinya itu adalah seorang dosen di kampusnya sendiri, Bapak langsung bersemangat dan tanpa pikir langsung terbang ke Jakarta.Rangga sempat malu, ayahnya datang membawa hasil ladang yang sebenarnya tidak diperlukan. Dimulai dari pisang, nangka, kentang dan ubi jalar. Untungnya ayah Naima malah senang menerima dan merasa tersanjung karena repot-repot membawa semua itu.Ke dua orang tua mereka langsung akrab, bahkan ibu Naima yang galak malah melayani keluarganya dengan ramah dan sepenuh hati.Ibu Naima menangis haru, dia merasa bahagia dengan pernikahan ini, dia tak lagi menjadi cibiran ibu-ibu satu RT.Awalnya ayah Naima berniat mengadakan resepsi besar-besaran, kalau saja tidak dicegah Naima. Dia tak mau orang di kampus mengetahui pernikahannya, dia ingin bermain aman.Para tamu yang tidak seberapa sudah pulang. Orangtua keduanya sedang duduk-duduk di taman sambil meminum kopi dan makan cemilan. Akad dilaksanakan habis Isya dan sekarang sudah jam sepuluh malam.Bapak Rangga sangat senang, dia akan menceritakan kepada semua orang jika pulang kampung nanti, bahwa anaknya menikahi dosennya sendiri, dia sangat bangga, walau anaknya agak bodoh dalam belajar, tapi pintar memilih istri.Rangga dan Naima sudah masuk ke dalam kamar, kamar Naima cukup luas dengan ranjang Queennya. Sangat bersih, rapi dan wangi. Mencerminkan pribadi Naima yang teratur dan disiplin.Tak ada dekorasi kamar penganten, seprai ranjang Naima hanya diganti dengan yang lebih baru.Baru saja Naima masuk ke kamar, dia langsung menghempaskan tubuhnya di ranjang, dia sangat lelah selama dua hari ini menyiapkan pernikahan mereka. Rangga lebih banyak bertanya daripada membantu.Rangga berdecak kagum dengan kerapian kamar itu, kopernya di sandarkan di sebelah rak buku Naima.Rangga membuka pecinya, duduk tanpa dipersilakan di sofa singgle dekat ranjang."Bu, seterusnya gimana?" tanya Rangga saat Naima diam saja."Apanya?""Masa saya tidur se kamar sama Ibu," jawabnya polos."Kamu pikir aku mau sekamar denganmu, hanya malam ini, besok kita pindah, aku punya apartemen yang tidak diketahui keluargaku, bilang saja itu punyamu, supaya kita bisa pindah.""Mantap, Bu, saya setuju." Wajah Rangga langsung ceria, dia masih seperti anak SMA, tak ada dewasanya sama sekali, padahal umurnya sudah dua puluh tujuh tahun."Sekarang saya tidur di mana, Bu?" Rangga mengamati ranjang yang masih lapang."Sofa itu cukup untukmu, kita hanya pura-pura, tapi kita tidak mungkin tidur berpisah malam ini, orangtua kita bisa curiga," kata Naima sambil membuka jilbabnya, rambut lurus tebal dan panjang, dia memiliki poni yang membuat dia malah lebih mirip anak SMA daripada wanita berumur tiga puluh tahun."Nih!" Naima memberi satu bantal dan sehelai selimut tipis. Rangga meraihnya sambil mengoceh."Kalau sampai pacar saya tau, bahwa saya sekamar dengan wanita lain, saya akan digorok, Bu. Pacar saya galak.""Memangnya kau pernah sekamar dengan dia?" Naima tertarik mencari tau kisah asmara Rangga."Enggaklah, Bu.. Saya ini dididik sama orang tua gak boleh kelewat batas, jangankan sekamar, ciuman aja gak pernah, palingan cuma pegangan tangan.""Memang ada gaya berpacaran yang masih seperti itu?" Naima semakin tertarik, karena saat ini pergaulan anak muda terlalu bebas."Ini, saya contohnya. Saya takut, Bu, takut dosa."Rangga mulai merebahkan badannya, Naima masih sibuk menghapus sisa make-up di wajahnya."Bagus itu. Berapa lama kalian pacaran?""Dua tahun, tapi pacar saya itu egois banget, suka-suka hatinya aja, kadang saya jenuh juga.""Kalau jenuh, ya putus aja, susah amat." Naima memandang Rangga lewat cermin di depannya."Kalau cinta sudah melekat, tahi ayam rasa coklat, Bu," jawab Rangga.Naima tertawa geli, Rangga benar- benar polos, umur sudah setua itu, tapi masih bersifat kekanak-kanakan."Ibu kenapa gak punya pacar?"Giliran Rangga yang ingin tau.Naima menjawab pelan, "belum jumpa yang cocok."Padahal dia trauma menjalin hubungan, hatinya pernah patah dan terluka sangat parah karena dikhianati oleh orang yang paling dicintainya. Luka itu belum sembuh bahkan sudah delapan tahun berlalu."Mungkin ibu terlalu pemilih, jadi gak dapat pacar, padahal di kampus aja banyak lo Bu yang belum nikah, Pak Danu contohnya."Naima terdiam, Danu pernah mengutarakan perasaannya tapi di tolak mentah-mentah. Dia takut untuk jatuh cinta lagi."Aku tak menyukainya, dia terlalu agresif," jawab Naima seadanya, dia ingat Danu bahkan berani mengekorinya ke mana pergi sehingga Naima sangat terganggu."" Oh," ujar Rangga.Naima tak lagi berniat membahas soal pacar, dia naik ke atas ranjang, merebahkan dirinya, mencoba memejamkan matanya.Yuda... di mana dia sekarang? mungkin dia sudah memiliki anak dengan Lusi, sahabatnya sendiri, sahabat yang sangat akrab, tempat Naima bercerita dan berkeluh kesah, tapi Lusi malah menikamnya dari belakang.Saat ini mereka bedua pergi konsultasi dengan Dokter Kandungan, usia kehamilam Naima sudah memasuki delapan bulan. Naima masih aktif mengajar dan melakukan berbagi aktifitas. Syukurnya bayi mereka tidak banyak tingkah, palingan minta dibelikan bubur ayam setiap malam, permintaan yang begitu enteng.Mereka sama-sama melihat layar monitor, takjub dengan bayi yang sudah terbentuk sempurna. Jenis kelaminnya laki-laki. Dia bergerak aktif di perut Naima sehingga membuat permukaan perut itu bergelombang."Duh, lincahnya," kata Dokter wanita itu sambil tersenyum."Selincah saya, Dok," jawab Rangga yang dikasih pelototan galak oleh Naima."Nah, mulai sekarang Bu Naima lebih banyak makan buah dan sayur, kurangi makan karbohidrat, karena berat bayinya sudah melebihi berat seharusnya."Apa yang dikatakan dokter itu benar, Naima dan makanan adalah pasangan yang tidak bisa dipisahkan, dia menyukai apa saja. Makan di tengah malam sudah berjalan rutin selama beberapa bulan ini."Baik, Dok," jawab Nai
Galeri Rangga resmi dibuka hari ini, banyak pengunjung yang penasaran dengan karya Rangga yang dinilai unik dan berbeda dari pelukis lainnya. Sebagian besar karya Rangga adalah sketsa hitam putih yang terlihat detail dan sempurna. Rangga cukup puas dengan para pengunjung yang rata rata adalah penikmat karya seni dan pengusaha.Semua ini berkat kegesitan Naima dalam berselancar di dunia maya untuk mempromosikan galeri milik Rangga. Banyak juga pengunjung yang langsung tertarik dan minta dilukis secara khusus, bahkan pesanaan itu berasal dari luar negri."Selamat, ya." Naima mengulurkan tangan, mereka baru saja beristirahat setelah melayani pengunjung seharian. Sebenarnya Rangga melarang istrinya itu terlalu sibuk dengan acara ini, namun dasarnya Naima yang keras kepala, dia mencari alasan agar keinginanannya terlibat diacara ini dikabulkan Rangga."Kalau yang mengucapkan selamat adalah kamu, harus disertai dengan hadiah," goda Rangga."Kau mau apa? Komik Doraemon?" ejek Naima. Rangga m
Kedua keluarga itu berkumpul bersama di rumah pohon, bapak Rangga tertawa terkekeh saat ayah Naima kalah terus main kartu. Sekali kalah hukumannya adalah berlari lima puluh kali keliling pekarangan rumah Naima yang luas, ayah Naima sudah banjir keringat, namun dia tidak mau berhenti, terus saja mengajak main kartu dan bertekad akan berhenti jika dia berhasil mengalahkan bapak Rangga.Rangga sibuk dengan komiknya, sedangkan Naima duduk bersama dengan ibu Rangga dan ibunya. Mereka baru saja selesai membakar ikan, merayakan hari Wisuda Rangga yang berakhir beberapa jam yang lalu.Jika ditanya siapa yang paling bahagia, maka bapak Ranggalah orangnya, dia sangat membangga- banggakan Rangga saat selesai acara sambil memuji anaknya itu, padahal Rangga sudah berdehem karena sang Bapak tidak berhenti membuatnya malu, seisi kampus tau dia adalah mahasiswa paling tua yang terancam DO dan diselamatkan oleh Naima, tapi sang Bapak terus saja memuji seakan dia adalah manusia terhebat di dunia yang a
Pada dasarnya laki-laki dan perempuan terjaga sebelum menikah bukanlah orang yang memiliki kadar nafsu lebih rendah dari orang yang biasa berhubungan bebas tanpa ikatan pernikahan. Mereka malah cendrung lebih dominan dan lebih agresif karena keinginan primitif yang tersimpan rapi dan belum tersalurkan di jalan yang sah. Naima dan Rangga adalah manusia terjaga, mengenal arti gairah setelah mereka menikah, berciuman setelah menikah dan berhubungan seksual pun setelah menikah. Hubungan yang dikatakan surga dunia bagi manusia itu, tidak berakhir begitu saja hanya dengan pelepasan paling indah di antara keduanya, hubungan tempat tidur yang dimulai dengan berwudhuk, membaca doa untuk menyingkirkan syetan-syetan yang ingin ikut menontonnya, akan menjadi tabungan amal tersendiri.Naima dan Rangga terkapar tak berdaya dengan tubuh berenang dengan keringat, cinta bertaut, tubuh menyatu, keringat membaur. Apa yang lebih indah dari bercinta setelah menikah? tak ada yang lebih indah dari itu.Ran
Hari ini adalah hari yang paling spesial bagi Rangga, karena hari ini adalah pertarungan puncak meraih gelar sarjana yang selama ini diidam- idamkam sang Bapak dan keluarganya. Rangga mengikuti sidang skripsi beberapa menit lagi, selama itu pula dia menempel pada Naima di ruangan istrinya itu, berulang- ulang dia membolak-balik buku dan lembaran skripsinya."Bu Naima yang seksi, doakan saya biar berhasil, ya," katanya, Naima sekarang sedang duduk di pangkuan Rangga sambil bermanja-manja, sejak hamil ini bawaannya ingin menempel terus dengan suaminya itu."Yang jelas kau harus percaya diri menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan tim penguji, jangan gugup, jawab semua pertanyaan dengan penuh keyakinan, kuasai dirimu dengan baik "Rangga menempelkan kepalanya kebahu Naima, menghela nafas dan membuangnya perlahan."Siap, Bos.""Ayo, sepuluh menit lagi kau harus berada di ruang sidang."Naima melangkah keluar lebih dulu, wajah manja itu sudah berubah datar seperti biasa, tidak ada senyu
Pagi ini Naima dan Rangga kembali ke apartement. Sebelum pulang Naima menyempatkan diri untuk mampir ke apotek, membeli alat tes kehamilan dengan merk yang berbeda sebanyak lima buah. Ketika Rangga bertanya, Naima beralasan dia tengah membeli obat dan suplemen agar tubuhnya kembali membaik. Rangga tidak bertanya lagi, dengan bersiul-siul kecil, laki-laki tampan itu mengendarai motornya dengan kecepatan sedang.Sesampainya di apartemen, Naima langsung mengeluarkan sarapan pagi yang sempat dibawanya dari rumah ibunya, membuatkan kopi kesukaan Rangga, sedangkan suaminya itu sudah duduk manis di kursi meja makan sambil membaca buku."Kenapa kopi ini lebih enak dari biasanya, mungkin istriku ini menambahkan bumbu cinta kedalamnya," goda Rangga, dia senang istrinya itu sudah kembali tersenyum dan ketus seperti biasa."Pagi-pagi sudah gombal," jawab Naima sambil meletakkan piring di atas meja makan."Kau semakin hari semakin cantik." Naima memutar bola matanya. "Aku menjadi kenyang dengan r
Keadaan Naima mulai membaik, untuk menghilangkan rasa traumanya, Rangga berinisiatif membawa Naima ke rumah orang tuanya, sekaligus melanjutkan pembangunan rumah pohon yang sempat tertunda.Orang tua Naima sama sekali tidak mengetahui kejadian yang menimpa anaknya, Rangga sengaja menjaga perasaan istrinya itu agar tidak semakin malu, tiga hari ini Naima tidak ke kampus, ia hanya menghabiskan waktu di rumah.Sekarang Naima sedang duduk dengan ibunya, wanita tegas yang selama ini mendidiknya dengan keras, sedangkan Rangga dan Bapaknya sibuk memasang pintu rumah pohon yang tinggal tiga puluh persen lagi."Kau beruntung mendapatkan suami sepertinya, dia benar-benar laki-laki yang baik," puji ibunya, Naima tersenyum mengamati suaminya yang berkelakar dengan sang ayah, mereka sangat cocok dalam segala hal, sama- sama memiliki selera humor yang tinggi."Bagaimana keadaanmu sekarang? Kau sudah hamil?" tanya ibunya, Naima terdiam, dia tidak pernah berfikir ke situ dan melupakan belum mendapatk
Mereka sudah sampai beberapa menit yang lalu di apartement, Naima masih bungkam dan tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Rangga tidak memaksa istrinya itu untuk bercerita banyak, dia memaklumi dan memberikan Naima waktu untuk menenangkan diri. Wanita cantik itu bergelung dalam selimut setelah mandi dan membersihkan bagian yang sempat disentuh oleh Yuda.Rangga sendiri mendapat jahitan di beberapa bagian tubuhnya, dia sempat membuat laporan kekepolisian bersama Naima berkaitan dengan tindakan pemerkosaan yang dilakukan Yuda.Laki-laki bejat itu dirawat dan diawasi oleh polisi, banyak mahasiswa yang menghujat tindakan Dosen yang kesehariannya tampak kalem dan tidak banyak bicara.Rangga mengelus rambut Naima, mengecup kening istrinya sejenak, berusaha membuat Naima senyaman mungkin dan merasa kembali diterima seolah-olah tak terjadi apa apa padanya.Naima beringsut meletakkan kepalanya di atas paha Rangga, air matanya kembali mengalir, dia merasa jijik dengan semua yang dilakukan Yuda,
Rangga harus mencari tau sendiri, kegelisahan hatinya menandakan sesuatu yang tidak baik menimpa istrinya itu, tuhanlah yang membisikkan kehatinya agar tidak lagi menunggu, tidak biasanya seorang Naima terlambat lima belas menit tanpa ada informasi apa pun, kalaupun ada keperluan, dia akan menelpon salah satu mahasiswanya agar memulai pelajaran dengan diskusi."Ke mana, Bro?" seru kawannya yang duduk di belakang kursinya, Rangga menggeser kursinya dengan kasar."Ada urusan, Bro," jawab Rangga. Semua mata di sana hanya mengamati kepergiannya dengan heran.Rangga berlari menuju gedung di mana ruangan Naima berada, anehnya pintu ruangan Naima terbuka lebar, bros jilbabnya terjatuh tidak jauh dari pintu masuk, spidol tercecer di depan pintu masuk beserta buku yang berserakan di lantai. Hati Rangga semakin tak enak, dia mencoba menajamkan indra penciumannya, wangi Naima lebih kuat ke arah tangga di bagian atas, Rangga tidak membuang waktu, dia menaiki tangga yang dipenuhi tumpukan kotak ka