Share

Bersikap Semestinya

Author: She Sheila
last update Last Updated: 2023-08-07 10:42:33

Arnes bangun dengan penuh keterkejutan, karena ia sama sekali tak menemukan gadis kecil yang dipeluknya semalam. Kakinya berputar ke seluruh ruangan, tapi tak nampak ada sosok itu di sana. 

"Sheila!" teriaknya keluar dari kamar.

Merasa tak ada jawaban, Arnes turun ke bawah dan berlari keluar rumah. Namun halaman rumahnya masih sama. Mobil hitam masih terparkir di teras, dan suasana sunyi senyap. 

"Bau ini..." bisiknya pada diri sendiri begitu menyadari hidungnya mencium sesuatu.

Arnes berlari ke dapur untuk memastikan bahwa gadis itu ada di sana. Dan benar saja, langkahnya terhenti begitu melihat senyum ceria Sheila yang sudah memegangi semangkuk sup ayam.

"Pagi!" sapanya penuh kebahagiaan.

"K-kamu..."

"Tadi aku bangun jam lima. Tapi karena Paman kelihatan lelap, jadinya aku turun lebih dulu," katanya seolah tahu pertanyaan yang akan diajukan Arnes.

Gadis itu menarik tangan Paman Dokternya untuk duduk bersama di meja makan. Sudah ada nasi hangat, sup dan telur dadar buatan Sheila. Semua itu adalah makanan yang biasa ia siapkan setiap pagi jika bersama sang ayah.

"Biar aku yang ambilkan!" kata gadis itu bersemangat.

Tangannya bergerak seolah hal itu biasa dilakukan. Mulai dari menuangkan nasi, sayur dan lauk, beralih pada mengisi gelas air mineral untuk Arnes. Sheila yang manja menjelma bak ibu rumah tangga yang tengah melayani suaminya.

Arnes yang masih setengah sadar bergerak mengikuti semua kata-kata gadis itu. Masakan sederhana itu terasa nikmat dilidahnya. Dan harus diakui, Sheila lebih jago memasak jika dibandingkan dengannya yang hanya bisa memasak omelet di pagi hari.

"Kau sudah sehat?" tanya pria itu sambil menilik wajah segar Sheila.

Anggukan kepala diberikan sang gadis dengan penuh semangat. Tak ada lagi tangis getir seperti semalam. Bahkan senyumnya sumringah, bak baru saja memenangkan lotre.

"Aku minta maaf karena semalam..."

"Aku sudah menyiapkan pakaian untuk Paman di kamar," katanya tiba-tiba. "Maaf, aku masuk ke kamar tanpa ijin. Tadinya aku hanya ingin memasukkan pakaian dari laundry yang ada di ruang tamu, tapi..."

"Tak apa, terima kasih!" jawab Arnes yang mengerti bahwa gadis itu tak ingin lagi mengingat kejadian kemarin. Ia pun mengikuti keinginan Sheila dengan diam dan tak lagi mengungkit-ungkit hal tersebut.

Pakaiannya memang selalu dicuci oleh laundry langganan. Biasanya akan diambil oleh bagian kebersihan dan diantarkan kembali sore hari. Rumahnya yang kosong sebenarnya tak mudah dimasuki orang karena memiliki dua orang satpam dan penuh dengan CCTV. Hanya orang-orang berkepentingan yang bisa keluar-masuk dengan bebas.

"Aku siap-siap dulu," pamit Arnes yang bergerak naik ke kamarnya.

Sementara Sheila bergerak merapikan meja makan hingga bersih. Gadis itu juga melakukan beberapa pekerjaan rumah seperti menyapu dan menyiram tanaman di kebun belakang. Nampaknya ia tengah berperan layaknya istri dari Arnes.

"Aku harus berangkat, jika kau butuh sesuatu bisa hubungi aku atau..."

Bibir Arnes menjadi kelu begitu melihat perubahan sikap Sheila yang kini menyentuhnya dengan mudah. Tangan kecil gadis itu bergerak merapikan pakaiannya. Lalu tak lupa ia membawakan sebuah botol berisi jus buah yang entah disiapkan sejak kapan. 

"Sheila, apa yang kau lakukan?" tanya Arnes curiga.

Pria itu menemukan sebuah sikap yang tak pernah ia dapati sejak membawa Sheila masuk ke dalam rumah. Perubahan yang begitu drastis membuatnya penasaran, sekaligus takut.

"Aku hanya ingin berterima kasih karena Paman sudah merawatku semalam. Apa tak boleh?" tanyanya dengan tampang polos.

"Baiklah!" jawab Arnes seraya pergi meninggalkan gadis itu.

Dengan menghilangkan semua rasa curiganya, Arnes pergi ke klinik seperti biasa. Jam praktiknya mulai sejak pukul sembilan pagi dan akan selesai di jam makan siang. Tapi biasanya akan ada beberap kunjungan pasien paska operasi setelah itu. Dilanjutkan dengan operasi di beberapa rumah sakit tempatnya berpraktik. Atau kadang rapat dengan manajemen klinik terkait pengembangan dan peningkatan layanan.

"Masih ada berapa pasien lagi?" tanya Arnes pada perawat yang menjadi asistennya.

"Sudah habis, Dok. Tapi ada tamu yang mau ketemu," jawab wanita berseragam serba putih itu ragu-ragu.

Sebagai orang yang sudah bekerja cukup lama dengan dokternya itu, ia hapal betul jika Arnes tak suka diganggu pada jam praktiknya. Ia baru bisa ditemui sore hari, ketika urusan dengan pasien sudah selesai.

"Siapa?" tanyanya tak suka.

"Katanya dari rumah, tapi sepertinya saya belum pernah lihat," jawab perawat itu terus terang.

Tanpa perlu berpikir panjang, Arnes langsung tahu bahwa orang yang dimaksud adalah Sheila. Karena belum pernah ada yang datang ke kliniknya selama ini. Apalagi ia dikenal sebagai dokter yang cukup tertutup untuk urusan pribadi, termasuk keluarga.

"Jadi bagaimana, Dok?" tanya perawat itu takut-takut.

Arnes mendengus kesal. Ia langsunga mengangguk, tanda tamunya diperbolehkan untuk masuk. Dan tak butuh waktu lama hingga sosok gadis mungil itu muncul di hadapannya.

"Hai, aku bawa makan siang untuk Paman. Kebetulan aku juga belum makan, jadi kita bisa..."

"Siapa yang memintamu datang ke sini?" tanya Arnes langsung.

Senyum ceria itu luntur seketika, melihat bagaimana tanggapan Arnes pada kedatangannya. Namun ia berusaha untuk berpikir positif dan berusaha tetap tersenyum pada Paman Dokternya itu.

"Aku kesepian di rumah, makanya..."

"Aku tanya, siapa yang memintamu datang, hah?" teriak Arnes mengisi seluruh ruang praktiknya.

Merah padam wajah Sheila menahan malu. Ia sangat yakin suara pria itu terdengar sampai keluar. Untuk pertama kalinya ada laki-laki yang meneriakinya seperti ini.

"Sudah aku bilang, kamu bisa istirahat di rumah! Apa itu kurang jelas, hah?" tanya pria itu ketus.

Sheila menggeleng dengan cepat, memahami betul pesan Arnes pagi tadi. Hanya saja ia begitu kesepian dan ingin berjalan-jalan sejenak. Apalagi hanya pria itu yang dimilikinya saat ini.

"Sekarang pulang, dan jangan pernah kemari tanpa ijinku!" pinta Arnes setengah merendah.

Gadis itu terkejut mendengar pria itu mengusirnya setelah perjuangan memasak dan megemas makan siang agar mereka bisa menikmatinya bersama. Semua bayangan indahnya di jalan tadi buyar begitu saja.

"Ta-tapi ini..."

"Bawa kembali!" perintahnya cepat. "Aku sudah kenyang!" tambahnya seraya bergerak keluar dari ruangan.

Namun baru saja hendak membuka pintu, langkah Arnes terhenti. Pria itu seolah mengakumulasi semua perubahan sikap Sheila sejak pagi tadi hingga kemunculannya siang ini.

"Kau tidak sedang menyukaiku, kan?" tanyanya telak.

Jantung Sheila mau copot rasanya mendengar pertanyaan itu. Arnes yang lebih berpengalaman darinya tentu menebak dengan alasan yang jelas. Ia memiliki mata dan pikiran logis nan matang diusianya yang ke-45. Dan lagi-lagi, hal ini membuat Sheila tak bisa lagi berkata-kata.

"Jika memang itu alasan semua sikapmu hari, lupakan! Kau sama sekali bukan tipeku! Lagi pula kau harus ingat bahwa aku ini teman ayahmu, usia kita begitu jauh dan aku, tidak akan pernah menaruh rasa padamu!" jelasnya penuh penekanan di akhir kalimat.

"A-aku..."

"Kalau kau tak mau ku anggap begitu, bersikaplah semestinya!" tegas Arnes dengan tatapan tajam seolah mengancam.

"Seperti apa?" Sheila balik bertanya.

"Seperti gadis 17 tahun yang lebih pantas menjadi anakku!" jawab Arnes yang terang-terangan menyebut usia gadis di hadapannya. "Karena begitulah kau di mataku!" tambahnya seraya pergi meninggalkan Sheila yang diam tanpa kata.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Mengakhiri Semua Drama

    "Dan kau merahasiakan ini semua dariku?" Arnes bertanya dengan tatapan tajam ke arah manik cokelat kekasihnya. Sesekali diliriknya perut Sheila yang mulai membesar. Tanda-tanda kehamilan tak keduanya rasakan saat bersama terakhir kali. Sehingga pria itu masih tak percaya jika wanita di hadapannya benar tengah mengandung."Aku hanya tak ingin merepotkan Paman!" jawab Sheila dengan penuh penekanan.Semua yang ia lakukan tiada lain karena ingin membantu kekasihnya itu. Semakin Arnes fokus, semakin masalah mereka akan selesai, dan pada akhirnya akan bertemu tanpa ada masa lalu yang perlu diurus. Dengan begitu keduanya akan hidup damai sejahtera, seperti mimpi yang pernah dirajut bersama."Kau boleh menyimpan semuanya, tapi tidak dengan informasi sepenting ini! Apa kau pikir aku tega meninggalkanmu berdua saja menjalani hari dengan kondisi begini? Laki-laki macam apa yang tega membiarkan wanita yang dicintainya menderita, Sheila?" cecar Arnes yang diakhiri dengan adegan menjambak rambutn

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Merindukan Arnes

    "Aku akan kirimkan uang untuk kebutuhanmu sebulan ini. Kau tak perlu khawatir tak ada pasien."Sheila mendengarkan celoteh dan juga nasihat-nasihat Arnes yang tak bisa ia rasakan kehadirannya. Sudah berbulan-bulan lamanya dan ia mulai merasa jengah. Ucapan yang sama selalu ia dengar, mulai dari jaga diri, jangan telat makan dan bergembira.Kata terakhir sungguh menyiksanya. Ia harus hidup tanpa pria yang sudah menghamilinya. Dan yang paling menyebalkan adalah, Arnes belum tahu jika Sheila mengandung. Semua disembunyikan sedemikian rupa hanya untuk membuat fokus sang dokter tertuju pada rumah sakit. Harapannya tentu saja penyelesaian masalah menjadi cepat dan keduanya segera bertemu."Tapi sampai kapan aku harus menunggu di sini?" tanya Sheila dengan nada yang begitu rendah, nyaris tak terdengar.Wanita yang tengah mengelus-elus perutnya yang mulai membesar itu hanya bisa meratapi nasib ditinggal berdua dengan sang bibi, tanpa kejelasan dari sang kekasih. Jangankan mengajak ke pernikah

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Kehidupan Baru

    "Hari ini enggak ada pasien?" tanya Sheila sembari keluar dari ruang praktinya dengan wajah penasaran.Wanita paruh baya yang duduk manis di meja pendaftaran menggelengkan kepalanya, menjawab pertanyaan dari sang keponakan. Nina menoleh ke arah teras klinik kecil yang biasanya ramai. Tapi entah mengapa sudah beberapa hari terakhir nampak sepi pengunjung.Sudah beberapa bulan terakhir masyarakat Desa Waduk menghampiri klinik sekaligus tempat tinggal Sheila dan Nina untuk berobat. Hal ini dikarenakan Puskesmas yang letaknya cukup jauh. Jika menggunakan motor saja bisa satu jam lamanya. Itupun belum tentu mendapatkan antrean, karena keterbatasan tenaga kesehatan dan membludaknya pasien yang meliputi beberapa Desa."Tumben ya, Bi?" tanya Sheila sembari mengelus perutnya yang mulai membesar.Nina tersenyum kecut. Wanita berbedan besar itu sebenarnya tahu betul apa yang membuat masyarakat enggan pergi ke tempat mereka. Tapi bibirnya kelu, tak sanggup menjelaskan alasan itu pada Sheila. Ia t

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Pilihan Sulit

    Sheila menatap bayangannya di cermin. Pakaian dan tangannya masih penuh darah, bersama air mata yang mengalir penuh sesal. Tangisnya pecah, menunduk dalam. Tubuhnya bergetar hebat setelah mengalami sekaligus menjadi saksi sebuah kejadian yang tak akan pernah ia lupakan seummur hidup."Sheila!"Suara bariton yang cukup ia kenal memanggil dari balik pintu kamar mandi. Tubuhnya begitu berat untuk bergerak. Tapi ia tetap melakukannya, sembari memutar kenop pintu pelan."Polisi bilang kita sudha boleh pulang," katanya sembari melepaskan jas putih dokter miliknya dan meletakkannya di bahu Sheila. "Aku akan mengantarmu pulang, setelah itu...""Aku ingin ke rumah sakit!" katanya setengah merengek. "Aku ingin tahu kondisi Paman Reno dan Andrew," tambahnya melemah.Entah apakah Sheila masih pantas menyebut dua nama itu ketika semua masalahnya malah membawa kedua orang itu ke dalam derita. Tapi ia hanya ingin melihat dua orang yang kini menjadi korban dari tembakan brutal Mia."Kau tak perlu ke

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Serangan Mendadak

    "Kenapa Paman baru angkat teleponku?" tanya Sheila dengan kesal.Sudah sejak 30 menit yang lalu ia menghubungi pria paruh baya itu. Namun baru kali ini teleponnya dijawab. Rasa khawatir dan panik muncul setelah muncul beberapa video Arnes yang muncul di beranda sosial medianya."Apa yang kau lakukan? Kau ingin hancur sendirian, hah? Apa begini caramu memulai hidup denganku?" cecarnya berapi-api.Sheila belum melihat secara utuh hasil konferensi pers yang baru saja dilakukan paman dokternya itu. Tapi dari potongan-potongan yang beredar saja, ia sudah bisa memastikan bahwa Arnes berniat mengarahkan semua amarah padanya. Padahal kenyataannya tak demikian."Temui aku sekarang atau kau tak akan pernah bertemu denganku lagi!" ancamnya seraya menutup telepon.Emosinya meletup-letup, tak terima dengan semua pernyataan yang tentu akan menghancurkan nama baik Arnes. Padahal selama puluhan tahun ia memupuk rasa percaya pada pasiennya, memberikan pelayanan terbaik, berusaha untuk mengembangkan il

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Perpisahan

    "Jadi kau akan memilih perempuan itu, hah?" Mia memandang ke luar jendela, di mana langit biru dengan terik sinar mentari yang mulai tinggi. Panasnya menjalar ke hati yang kini membara setelah mendengar keputusan sang suami. Sementara jari-jarinuya sudah sejak tadi mencengkeram tas tangan yang sejak tadi ia bawa."Kau benar-benar akan membuang semua yang kau miliki saat ini? Demi dia?" cecarnya memaksa Arnes untuk menjawab pertanyaan itu di depan wajahnya langsung.Pria paruh baya itu memandang wanita cantik yang sampai saat ini tak pernah berubah sejak pertama kali ia temui. Tanda-tanda penuaan mungkin nampak, tapi tak terlalu jelas bagi seorang Mia yang memiliki banyak waktu dan uang untuk mengalokasikan kecantikannya sebagai tujuan utama. Kakinya melangkah maju, mendekati istri yang sudah lebih dari dua puluh tahun menemaninya."Aku tak bisa menjadi Arnes yang terus berada di belakangmu untuk mendapat apa yang dia inginkan. Aku harus berusaha dan sedikit berkorban untuk tahu rasan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status