Terjerat Cinta Paman Dokter

Terjerat Cinta Paman Dokter

Oleh:  She Sheila  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 Peringkat
118Bab
2.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Hancur lebur hati Sheila, mengetahui ayahnya meninggal dan diusir dari rumahnya sendiri oleh sang bibi. Hidup sebatang kara, membuat hati Arnesto Bimasena tersentuh dan memutuskan untuk mengadopsi gadis 17 tahun itu. Sebagai teman kecil ayah Sheila, ia merasa turut bertanggung jawab akan masa depan sang gadis yatim piatu. Dengan bantuan Arnes, yang berprofesi sebagai dokter, Sheila mewujudkan mimpinya satu per satu. Dan saat itulah, benih cinta tumbuh pada keduanya. Namun, rentan usia dan juga status Arnes yang telah menikah membuat hubungan mereka penuh bencana. Belum lagi, Arnes seperti menyembunyikan sebuah perasaan bersalah pada Sheila. Follow me on IG: @sheila_author

Lihat lebih banyak
Terjerat Cinta Paman Dokter Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Zaid Zaza
Kerreen Bangeett! Rugi kalau nggak baca novel di bawah ini! izin promo ya Thor! Mampir yok di novel, "ROH KAISAR LEGENDARIS"
2024-02-08 10:06:41
0
user avatar
MamGemoy
Waah ... mantap. lanjut thor, bikin penasaran ......
2023-10-06 07:40:16
1
118 Bab
Kehidupan yang Direnggut
"Ayah... Jangan tinggalin Sheila! Ayah sudah janji mau temenin Sheila! Ayah...!"Raungan keras gadis 19 tahun itu terdengar menyayat hati. Semua mata memandang penuh haru, bahkan sebagian ibu-ibu turut menangis merasakan pedihnya kehilangan orang tua. Apalagi jika harus mengingat bahwa remaja putri itu akan hidup sebatang kara untuk selamanya."Ayah...!" jeritnya tak tertahan.Peti mati sudah masuk sepenuhnya, dan kini giliran tanah-tanah gembur memenuhi liang lahat yang menutup pintu pertemuan Sheila dan ayahnya. Tubuh mungil dengan rambut ekor kuda itu jatuh terduduk, di antara para pelayat dan petugas pemakaman yang tengah bertugas. Air matanya mengalir tiada henti, mengingat bagaimana senyum ayahnya menghilang di balik pintu operasi."Sabar ya, Nak. Ayahmu sudah tenang di sana. Dia sudah sembuh dan bahagia, karena bertemu ibumu kembali."Sebuah kalimat dari entah siapa terdengar indah, namun semakin menyadarkan Sheila bahwa ia kini sendirian. Ibunya yang meninggal seminggu setelah
Baca selengkapnya
Paman Dokter
"Minumlah!" Arnes menyodorkan secangkir teh hangat untuk gadis yang sejak tadi masih menangis.Dengan berhati-hati, Sheila menyesap minuman itu. Ditariknya napas dalam-dalam, berusaha menghilangkan kepedihan hati yang belum sembuh karena kehilangan sang ayah dan harus ditambah penderitaan diusir dari rumah. Semua bak mimpi buruk yang menjadi nyata baginya."Aku tak tahu harus ke mana lagi," bisiknya parau."Kau tak perlu ke mana-mana!" balas Arnes cepat. Sheila terperangah mendengar pernyataan itu. "Kau akan tinggal di sini, bersamaku!" katanya lagi.Gadis itu masih memandang tak percaya bahwa ucapan yang dikatakan Arnes di rumahnya tadi adalah sebuah kenyataan. Ia pikir itu hanyalah bualan untuk menyelamatkannya dari amukan paman dan bibi."M-maksud Paman, a-aku...""Tinggallah sampai kau bisa hidup mandiri." Arnes memotong ucapan Sheila yang masih belum sepenuhnya percaya.Manik cokelatnya memandangi kediaman Arnes yang bak istana. Gedung dua lantai yang memiliki halaman luas itu me
Baca selengkapnya
Kembali ke Rumah
"Kau akan kembali ke rumah?" tanya Arnes setengah berteriak.Entah apa yang dipikirkan Sheila hingga membuat sebuah keputusan bodoh seperti itu. Sudah hampir seminggu ia tinggal di rumah Arnes, tapi bayangan sang ayah selalu muncul dalam mimpi, seolah menolak anak gadisnya keluar dari harta peninggalan satu-satunya itu."Aku tidak mengijinkan!" tegas Arnes yang langsung menolak tanpa perlu banyak tanya lagi."Tapi, Paman....""Apapun alasanmu, aku tidak setuju kau kembali ke sana!" tolaknya lagi.Gadis itu menunduk sedih mendengar jawaban Arnes yang tak bisa lagi diganggu gugat. Bibirnya baru saja akan mengucapkan argumen-argumen baru, tapi ekspresi Arnes membuatnya tetap diam sembari memainkan makanan yang terhidang di piring."Aku hanya ingin rumah itu kembali," bisiknya nyaris tak terdengar karena denting sendok dan garpu.Namun Arnes dengan jelas mendengar pernyataan gadis itu. Napasnya terdengar kesal, tapi ia berusaha untuk menyembunyikan emosinya. Baru dua hari menghadapi remaj
Baca selengkapnya
Gadis yang Menyedihkan
"Kau sudah bangun?" Sheila mengerjap-ngerjapkan matanya. Gadis itu buru-buru menarik jas putih di tubuhnya, berusaha untuk menutupi kulit yang terbuka. Pandangannya berkeliling, mencari tahu di mana dan siapa saja yang berada di sekitarnya saat ini.Sebuah helaan napas penuh kelegaan terdengar, setelah ia sadar bahwa tak ada Reno di sana. Pria di balik kemudi yang kini menatapnya khawatir adalah Arnes, Paman Dokternya. Dan kini, ia sudah berada di dalam mobil yang membawa mereka kembali ke rumah sang dokter."Paman ada di sana?" tanyanya penasaran."Petugas keamanan bilang kau pergi dari rumah dan aku tahu kau pasti kembali ke rumah itu," jawab Arnes.Sheila membuang muka karena malu sudah melakukan kesalahan. Tangannya merogoh kantong, di mana kunci duplikat berada. Senyumnya merekah begitu tahu benda penting itu masih ada di sana."Mengapa Paman pergi ke sana?" tanya gadis itu begitu polosnya.Entah apa yang ada dalam kepala Arnes hingga meninggalkan kehidupannya dan mengejar Sheil
Baca selengkapnya
Bersikap Semestinya
Arnes bangun dengan penuh keterkejutan, karena ia sama sekali tak menemukan gadis kecil yang dipeluknya semalam. Kakinya berputar ke seluruh ruangan, tapi tak nampak ada sosok itu di sana. "Sheila!" teriaknya keluar dari kamar.Merasa tak ada jawaban, Arnes turun ke bawah dan berlari keluar rumah. Namun halaman rumahnya masih sama. Mobil hitam masih terparkir di teras, dan suasana sunyi senyap. "Bau ini..." bisiknya pada diri sendiri begitu menyadari hidungnya mencium sesuatu.Arnes berlari ke dapur untuk memastikan bahwa gadis itu ada di sana. Dan benar saja, langkahnya terhenti begitu melihat senyum ceria Sheila yang sudah memegangi semangkuk sup ayam."Pagi!" sapanya penuh kebahagiaan."K-kamu...""Tadi aku bangun jam lima. Tapi karena Paman kelihatan lelap, jadinya aku turun lebih dulu," katanya seolah tahu pertanyaan yang akan diajukan Arnes.Gadis itu menarik tangan Paman Dokternya untuk duduk bersama di meja makan. Sudah ada nasi hangat, sup dan telur dadar buatan Sheila. Sem
Baca selengkapnya
Kembali Pulang
"Kemasi barang-barangmu!" perintah Arnes begitu masuk ke dalam kamar Sheila.Gadis itu terpaku sejenak, memandangi wajah paman dokter yang begitu ia idolakan. Tubuhnya baru bergerak begitu Arnes memaksanya untuk bangkit dari tempat tidur. Wajahnya menunjukkan amarah tertahan, tapi nyatanya begitu nampak di mata Sheila."Aku tunggu di bawah," katanya seraya pergi dari kamar.Sheila masih tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh pria itu. Tapi tangannya bergerak mengemasi barang-barang yang dianggapnya penting, sesuai perintah, walau dalam kepalanya penuh tanya.Tubuh mungil itu menuju ruang tamu dengan satu tas besar yang biasa di bawa ke sekolah. Sedangkan koper besarnya ia tinggal di kamar. Karena gadis itu tak merasa akan meninggalkan rumah besar Arnes."Ke mana barangmu yang lain?" tanya Arnes yang sudah siap di ambang pintu dengan kunci mobil di tangan."Masih di atas," jawab gadis itu polos.Arnes mendengus kesal. Tapi ia enggan menunggu lagi, hingga akhirnya memberi kode agar
Baca selengkapnya
Malam Pertama di Rumah
"Sial!" gerutu Sheila memegangi perutnya yang mulas bukan main.Baru kali ini ia merasa begitu kesal tinggal di rumah yang menyimpan begitu banyak kenangan masa kecilnya. Harusnya ia begitu bahagia, tapi yang muncul malah sebaliknya. Sheila tersiksa karena tak lagi bisa mendengar deru mobil Arnes yang datang di malam hari. Tak ada bisa diciumnya wangi makan malam buatan paman dokternya itu.Gadis itu memilih keluar dari kamarnya, namun rasa sakit di perutnya semakin menjadi. Dengan tertatih-tatih, kakinya melangkah menuju ke arah dapur. Sayangnya, ia lupa bahwa kepindahannya hanya membawa beberapa barang, tanpa makanan.Kulkas satu pintu itu kosong melompong. Hanya ada air mineral dan beberapa buah yang sudah busuk. Lemari dapur pun sama mengenaskannya. Jangankan beras, mie instan yang biasa ia simpan tandas entah ke mana."Udah laper, lagi dapet, sebel!" gerutunya meratapi nasib.Haid hari pertama membuat tubuhnya remuk. Tak hanya itu, rasa sakit yang dirasakan kini tak hanya karena t
Baca selengkapnya
Ciuman Pertama
"Paman!"Teriakan Sheila terdengar nyaring, membuat pria yang baru saja akan pergi bergerak kembali masuk ke dalam rumah. Langkah kaki yang panjang membuat waktu tak ada artinya lagi. Arnes memandang sekelilingnya yang gelap gulita. Mata tuanya ternyata memperburuk keadaan. Beruntung Sheila masih ada di ruang tamu, yang tak jauh dari pintu, sehingga ia bisa segera sampai mendekap erat sang gadis."Tenanglah, aku di sini," bisik Arnes mengelus lembut punggung Sheila."Aku takut," ujar Sheila mengeratkan pelukannya.Dengan tertatih-tatih, keduanya bergerak untuk duduk di sofa. Arnes hendak beranjak, untuk memeriksa kondisi meteran listrik. Karena nampak dari jendela tak ada rumah yang mati kecuali milik Sheila. Tetapi gadis itu menolak mentah-mentah, saking takutnya."Aku tak mau Paman pergi, titik!" serunya tegas.Arnes mendengus kesal, tapi tak tega juga meninggalkan Sheila seorang diri. Mau tak mau, ia pun mengalah dan tetap tinggal. Suasana menjadi hening dan canggung, dengan posis
Baca selengkapnya
Tamu Tak Diundang
"Ayah!" seru Sheila yang terbangun karena memimpikan cinta pertamanya.Tangis itu pecah memikirkan bagaimana mimpi pertemuan yang terasa begitu nyata. Tubuhnya masih bergetar hebat karena bayangan sang ayah tiba-tiba muncul. Tak ingin larut terlalu dalam, Sheila berusaha untuk bangkit dan memulai semua kehidupannya dari awal, tanpa orang tua. Harinya dimulai dengan mengumpulkan semua buku-buku pelajaran yang sudah lama tak tersentuh. Dirapikannya satu per satu perlengkapan sekolah agar esok bisa kembali lagi berkumpul dengan teman-temannya. "Krruk!"Sheila memegangi perut yang keroncongan. Jam dinding menunjukkan pukul sembilan pagi, sudah terlalu siang untuknya mendapat sarapan. Dengan langkah gontai ia menuju ke dapur. Tangannya begitu malas untuk sekedar menggoreng telur atau memanggang roti. Tapi cacing-cacing di perutnya sudah demo besar-besaran, memberikan rasa perih tak tertahan.Gadis itu baru saja akan menyuapkan satu tangkup besar roti selai kacang di tangannya, begitu su
Baca selengkapnya
Pahlawan Walau Kesiangan
"Sadarlah, ku mohon!"Bisikan kalimat itu terus berulang di telinga Sheila. Matanya masih tertutup rapat, tapi ia tahu bahwa dirinya tak lagi berada di rumah. Karena ia merasa badannya bergerak, bersama deru kendaraan yang begitu halus.Sayang, gadis itu tak bisa banyak bergerak. Ingin sekali ia membuka mata, tapi rasa sakit masih menghiasi sekujur tubuhnya. Ia tak yakin apa yang telah terjadi, namun satu hal yang pasti, badannya kini babak belur setelah dihajar oleh Reno."Sebentar lagi kita sampai," bisik Arnes menggenggam tangan Sheila yang dingin bak es.Mobil sedan berkecepatan penuh itu rasanya berjalan begitu lamban saat ia ingin sekali sampai. Beberapa kali maniknya menangkap kondisi gadis di kursi penumpang yang basah kuyup berlumuran darah. Tubuh mungil yang terselimuti handuk itu terkulai lemah bersama jas dokter yang sengaja ya kenakan di bagian atasnya untuk sekedar mengurangi rasa dingin."Siapkan ruangan, ini darurat!" seru Arnes begitu sampai di kliniknya.Beberapa per
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status