Share

BAB 5

Penulis: Nenghally
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-13 17:46:56

Sesampainya di rumah, Zara merasa tubuhnya lelah, meskipun pikirannya masih penuh dengan kekacauan yang terjadi di rumah sakit. Pikirannya melayang antara pasien yang baru saja dia tangani dan pertemuan yang membingungkan dengan Rian.

Saat memasuki rumah besar mereka, udara terasa sepi, dan hanya ada sedikit suara yang menggema di ruang tamu. Begitu membuka pintu kamar, matanya langsung tertuju pada Rian yang sudah berbaring di tempat tidur.

Piyama biru yang dikenakannya membuatnya terlihat tenang, tapi ekspresinya tetap datar, tak terpengaruh oleh kejadian siang tadi. Zara berdiri di pintu sejenak, memandangnya dengan hati yang campur aduk. Ada rasa lelah yang dalam, tetapi juga rasa ingin tahu yang semakin memuncak.

“Kamu tidak tidur?” tanyanya, suara lembut namun tetap menyimpan ketegasan.

Rian tidak menjawab langsung. Matanya masih terpejam, seolah menikmati ketenangan yang ada. Akhirnya, ia membuka matanya perlahan dan menoleh ke arah Zara.

“Aku sudah tidur,” jawabnya datar, seakan tidak ada yang berubah.

Zara menghela napas, meletakkan tasnya di atas meja samping tempat tidur. Dia duduk di ujung ranjang, menatap suaminya dengan pandangan yang sulit disembunyikan.

“Hari ini, banyak yang terjadi. Apa kamu masih punya alasan untuk tidak bicara denganku?” tanya Zara, mencoba mengontrol emosinya.

Rian mengangkat bahu sedikit, pandangannya kembali terfokus pada langit-langit kamar. “Tidak ada yang perlu dibicarakan. Kamu sudah tahu semuanya,” jawabnya, tetap dengan nada datar.

Zara merasa kesal. “Tapi ini tidak sesederhana itu, Rian. Kita harus bicara tentang apa yang terjadi. Apa yang kamu sembunyikan?”

Rian tidak langsung menjawab. Dia tetap terbaring dengan sikap dingin, tidak terganggu oleh kata-kata Zara. Zara hanya bisa menatapnya, semakin ragu apakah masih ada ruang bagi mereka untuk saling memahami.

Zara kembali berdiri, menatap Rian yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan berbicara lebih jauh. Rasanya, suasana di kamar itu semakin sesak, dan ia memutuskan untuk keluar.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Zara berbalik dan berjalan menuju dapur. Ia membuka kulkas dan mengambil botol air mineral. Tangan yang sedikit gemetar membukanya, lalu meminum segelas penuh dengan terburu-buru, seolah ingin menyiram semua kekalutan dalam dirinya.

"Kenapa dia selalu begitu?" gumam Zara pelan. 

Ia menatap keluar jendela dapur, melihat pemandangan malam yang gelap, seakan mencoba mencari jawaban dari langit yang luas. Tapi jawabannya tetap tidak ada.

Zara terkejut saat gelas di atas meja tersenggol, jatuh dan pecah berantakan. Ia berjongkok untuk merapikannya, namun langkah berat mendekat, terdengar cepat dan cemas.

Tanpa ia duga, Rian muncul dari arah tangga, wajahnya yang biasanya tenang kini terlihat gelisah. Matanya yang tajam menatap pecahan kaca di lantai, lalu dengan cepat ia berlutut di samping Zara, mencoba membantu merapikan tanpa berkata sepatah kata pun.

Zara terdiam sejenak, bingung dengan perubahan sikap Rian. Ia tidak pernah melihat Rian seperti ini, lepas dari segala ketegaran yang selama ini ia tunjukkan.

“Kamu… kenapa?” tanya Zara, suara hampir tercekat.

Rian hanya menatapnya, mulutnya terbuka seakan ingin berkata sesuatu, namun hanya hening yang terdengar. Zara merasa ada yang tak biasa. Ada keraguan, rasa bersalah yang sulit disembunyikan di balik matanya yang dingin.

“Jangan… jangan diam saja,” kata Zara, suaranya bergetar, sedikit frustasi. Ia memandangnya dengan tajam. “Kamu menabraknya, Rian. Kenapa tidak memberi penjelasan?”

Rian menghela napas panjang, matanya memejam sejenak, lalu akhirnya membuka mulut. “Aku… bukan tidak ingin memberi penjelasan, Zara. Tapi ini bukan urusanmu.”

Zara menatapnya, mencari jawaban di setiap sudut wajah Rian. “Lalu?”

Rian mengangkat pandangannya, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Zara melihat ketegangan di wajahnya.

Senyap.

Zara merasa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar kecelakaan, namun tidak tahu apa. Ia menggigit bibirnya, marah, kecewa, dan cemas, semuanya bercampur menjadi satu.

"Zara…" suara Rian terdengar pelan, namun jelas penuh permohonan.

Ketika Rian membuka mulut, seolah ingin melanjutkan penjelasan yang sudah tertunda begitu lama, telepon rumah tiba-tiba berdering. Rian menatap Zara sejenak, lalu berjalan cepat menuju telepon yang terletak di meja dekat pintu.

Rian mengangkat telepon tanpa menoleh ke arah Zara. “Ya?” Suaranya terdengar tegas, namun ada sedikit kegelisahan yang tak bisa disembunyikan.

Zara menarik napas panjang dan memutuskan untuk tetap diam, meskipun hatinya tergores oleh ketidakpastian. Ia kembali berbalik dan mengamati pecahan gelas di lantai, mencoba menenangkan diri dengan kebisingan yang datang dari ujung telepon yang masih terhubung.

Beberapa detik berlalu, dan Rian tetap tidak mengatakan sepatah kata pun setelah menjawab telepon. Zara bisa merasakan ketegangan di udara, seolah segala sesuatu yang ingin mereka bicarakan telah ditunda untuk entah berapa lama lagi.

Setelah beberapa saat, Rian menurunkan telepon, ia kembali menatap Zara, tetapi kali ini ada kerutan di dahinya, tanda bahwa percakapan tersebut tidak membawa kabar baik.

“Itu dari kantor,” katanya singkat, suaranya kembali datar seperti biasanya. “Ada hal yang harus segera aku tangani.”

Zara menatapnya tajam. “Sekarang?” tanyanya, suara penuh kebingungan. “Saat kita baru saja hampir berbicara tentang apa yang terjadi?”

Rian memejamkan mata sejenak, lalu membuka mata dengan tatapan yang lebih dalam. “Zara, aku tidak punya banyak waktu.”

Zara merasa hatinya semakin berat. “Kapan?” tanyanya, suara terdengar penuh keraguan. “Kapan kamu akan memberitahuku? Selama ini aku selalu di sini, mencoba memahami dan mendukungmu, tapi kamu terus menjauh.”

Rian menghela napas panjang, tetapi tetap diam. Ia berbalik dan melangkah menuju pintu keluar. “Aku akan kembali malam ini,” katanya dengan suara datar, namun ada sesuatu yang terasa tidak selesai dalam kata-katanya.

Zara berdiri diam di tempatnya, menatap punggung Rian yang semakin menjauh. Ia berjalan ke ruang tengah, pandangannya tertuju pada foto pernikahan mereka yang tergantung di dinding. Dia tahu, pernikahan ini tak pernah benar-benar ia inginkan.

Setiap hari, pertanyaan-pertanyaan terus bermunculan di benaknya : ‘Haruskah kami bercerai saja? Dan mengorbankan lima tahun pernikahan ini?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Shilla07
cerai aja klo mengcape drpd gila lama2
goodnovel comment avatar
Starlight
Jerry? Sadar?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Terjerat Cinta Suami Pengganti   BAB 184 ( TAMAT )

    Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Pernikahan Jerry dan Tasya berlangsung di sebuah taman indah yang dihiasi dengan bunga-bunga putih dan lilin-lilin kecil yang berkelap-kelip. Langit cerah, burung-burung berkicau seolah ikut merayakan kebahagiaan mereka.Di antara para tamu, Rian dan Zara berdiri di barisan depan, tersenyum bangga melihat sahabat mereka akhirnya bersatu dalam ikatan suci.Di samping mereka, dua anak kecil yang menggemaskan, Naomi dan Nathan, anak kembar mereka berlari-lari kecil sambil menggenggam bantal berbentuk hati sambil membawa cincin pernikahan."Tante Tasya cantik sekali!" seru Naomi dengan mata berbinar.Nathan mengangguk setuju. "Om Jerry juga kelihatan keren hari ini!"Zara tersenyum dan berbisik pada Rian, "Mereka lebih bersemangat dari kita."Rian terkekeh. "Ya, lihat saja nanti, mereka pasti ikut heboh di pesta."Sementara itu, Jerry berdiri di altar dengan gugup, menunggu Tasya yang berjalan menuju ke arahnya. Gaun putih pa

  • Terjerat Cinta Suami Pengganti   BAB 183

    Jerry berdiri di depan cermin, merapikan kemeja putihnya yang baru disetrika. Ini bukan pertama kalinya dia merasa gugup, tetapi kali ini berbeda. Hari ini adalah hari di mana dia akan mengambil langkah terbesar dalam hidupnya.Melamar Tasya.Setelah berbicara dengan kedua orang tua Tasya beberapa hari lalu, dia semakin yakin bahwa ini adalah keputusan yang tepat. Dia tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Dia mencintai Tasya, dan dia ingin menghabiskan sisa hidupnya bersamanya.Jerry telah merencanakan semuanya dengan matang. Dia ingin momen ini menjadi sesuatu yang Tasya kenang selamanya. Dia memilih restoran rooftop eksklusif dengan pemandangan kota yang indah di malam hari.Di sana, dia sudah menyiapkan dekorasi dengan lilin-lilin kecil, kelopak bunga mawar, dan musik romantis yang akan mengiringi makan malam mereka.Tidak hanya itu, Jerry juga meminta bantuan sahabat-sahabat Tasya untuk memastikan semuanya berjalan lancar. Sahabat terbaik Tasya, Rina dan Dita

  • Terjerat Cinta Suami Pengganti   BAB 182

    Malam itu, Jerry duduk di dalam mobilnya, menatap ponselnya dengan ragu. Jarinya berulang kali melayang di atas nama Tasya, tetapi ia tidak juga menekan tombol panggil.Setelah percakapan dengan Rian, pikirannya semakin kacau. Dia ingin berbicara dengan Tasya, ingin meyakinkan bahwa perasaannya tulus. Namun, dia juga tidak ingin membuat perempuan itu semakin menjauh.Akhirnya, dengan tekad yang sudah bulat, Jerry keluar dari mobilnya dan berjalan menuju rumah sakit tempat Tasya bekerja. Dia tahu jam kerja perempuan itu hampir selesai. Jika dia ingin bicara, ini adalah kesempatan terbaiknya.Saat ia sampai di lobi rumah sakit, matanya segera menangkap sosok Tasya yang sedang berbicara dengan seorang pria berseragam dokter. Jerry mengenali pria itu, dokter Alex, rekan kerja Tasya yang pernah beberapa kali ia dengar namanya disebut dalam percakapan mereka.Ada sesuatu dalam cara Tasya tertawa kecil yang membuat Jerry merasa gelisah. Itu adalah tawa yang dulu sering ia d

  • Terjerat Cinta Suami Pengganti   BAB 181

    Beberapa hari berlalu sejak percakapan itu, dan Jerry mulai menyadari sesuatu yang aneh. Tasya tidak lagi menghubunginya seperti sebelumnya. Tidak ada pesan singkat menanyakan kabarnya, tidak ada ajakan makan siang atau sekadar berbagi cerita.Jika biasanya Tasya selalu hadir dengan senyumannya yang hangat, kini dia seakan menghilang begitu saja.Awalnya, Jerry berpikir bahwa Tasya hanya sibuk dengan pekerjaannya di rumah sakit. Tapi ketika dia mencoba menghubunginya, hanya balasan singkat yang ia dapatkan, atau bahkan pesan yang tidak pernah dibalas sama sekali.Rasa penasaran mulai mengusik Jerry. Ada sesuatu yang terjadi, dan dia ingin tahu alasannya. Sore itu, dia memutuskan untuk menunggu di luar rumah sakit tempat Tasya bekerja.Setelah beberapa jam berlalu, akhirnya dia melihat sosok perempuan itu keluar dari gedung dengan wajah lelah. Tasya tampak terkejut ketika melihat Jerry berdiri di sana.“Tasya,” panggil Jerry pelan.Tasya menghentikan langkahny

  • Terjerat Cinta Suami Pengganti   BAB 180

    Hari-hari berlalu sejak Jerry membantu Tasya mendapatkan pekerjaan di rumah sakit. Semakin sering mereka bertemu, semakin banyak pula percakapan yang mereka bagi.Jerry, yang biasanya tertutup, mulai menemukan kenyamanan dalam keberadaan Tasya. Sementara itu, Tasya juga merasakan sesuatu yang berbeda saat berbicara dengan Jerry.Suatu sore setelah jam kerja, Tasya sedang membereskan berkas-berkas pasien di meja resepsionis. Jerry, yang kebetulan baru menyelesaikan pertemuan dengan direktur rumah sakit, melihat Tasya yang terlihat lelah."Masih sibuk?" tanya Jerry sambil menyandarkan tangannya di meja.Tasya menoleh dan tersenyum tipis. "Iya, harus menyelesaikan ini dulu sebelum pulang. Kamu sendiri, kenapa masih di sini?"Jerry mengangkat bahunya. "Menunggu seseorang," jawabnya santai."Menunggu siapa?" Tasya bertanya sambil melirik jam tangannya. Rumah sakit sudah mulai sepi, hanya tersisa beberapa staf yang juga bersiap untuk pulang.Jerry tersenyum kec

  • Terjerat Cinta Suami Pengganti   BAB 179

    Jerry melangkah memasuki supermarket dengan langkah santai. Acara pernikahan Lena dan Sandi tadi cukup melelahkan, dan sekarang ia hanya ingin membeli minuman dingin untuk menyegarkan pikirannya.Setelah mengambil sebotol air mineral dari lemari pendingin, ia beranjak ke kasir. Saat itu, matanya menangkap sosok seorang wanita yang sedang sibuk merapikan barang di rak dekat kasir.Rambut panjangnya diikat ke belakang, dan ia mengenakan seragam pegawai supermarket berwarna hijau. Ketika wanita itu berbalik, mata mereka bertemu, dan keduanya terdiam."Tasya?" Jerry mengernyit, mencoba memastikan bahwa penglihatannya tidak salah.Wanita itu pun terkejut, lalu tersenyum setelah memastikan siapa yang berdiri di hadapannya. "Jerry? Ya ampun, lama sekali kita tidak bertemu!" serunya dengan nada antusias.Jerry mengangguk pelan, masih memproses fakta bahwa ia bertemu dengan teman Zara di masa lalu. "Sudah lama sekali. Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini."

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status