Share

2. Rindu Keluarga di Indonesia

Aku melihat di media sosial tipe ponsel milik pemuda itu. Harganya setara empat bulan gajiku. Kalau gajiku fokus untuk ganti ponselnya, bagaimana aku mengirim uang untuk suami dan anakku?

Kring ... kring ... kring! Telepon rumah majikanku tiba-tiba berdering. Dari display aku bisa melihat nomer Indonesia, pasti Mas Rendy.

"Wei?" sapaku dalam bahasa Canton.

"Alien, aku menelepon ponselmu, tapi kenapa yang ngangkat laki-laki, dia selingkuhan kamu ya?" tukasnya.

"Mas Rendy!" bentakku. "Emang kamu, tukang selingkuh!" hardikku.

"Kok jadi aku yang kena sih?" sahut Rendy.

"Ponsel laki-laki itu jatuh gara-gara aku, dia minta ganti rugi. Sementara ponselku di tahan," lanjutku kecewa.

"Dasar ceroboh! Kok bisa sih?" olok Rendy. "Sifat ceroboh kamu kenapa dibawa kesana juga?" lanjutnya masih mengolok.

"Kamu ya, caci terus aku!" hardikku emosi.

"Ya sudah, maaf Sayang ... aku cuma mau mengingatkan saja," ujarnya merendah. "Gimana, kapan kirimnya, hari ini kamu gajian kan?" lanjutnya.

"Iya Mas, tapi aku belum ke bank masih memasak untuk sarapan bobo. Untuk bulan ini dan empat bulan ke depan aku tidak bisa transfer banyak, Mas. Aku harus menabung untuk mengganti ponsel itu. Aku transfer lima juta rupiah ya, Mas?" tawarku pelan memohon pengertiannya.

"Nggak bisa begitu dong, Alien! Gaji kamu mulai bulan ini kan naik jadi 14 juta kan? Kebutuhan kita banyak, Alien. Kita harus mengangsur bank, kamu kan tahu sertikat rumah kugadaikan. Kalau kamu tidak mengangsurnya maka rumah ayahmu akan disita bank," ungkap Rendy. "Belum biaya hidup ibu dan anak kita cukup tinggi, Alien," lanjutnya mengeluh.

Aku menangis, aku tahu suamiku super tega kepadaku. Dia tidak mau tahu penderitaanku yang harus berpisah dengan keluarga di Indonesia. Dia tidak tahu bagaimana aku sangat merindukan dia, mama dan anakku semata wayang. 

"Pokoknya aku tidak mau jatah untuk Indonesia dikurangi sedikit pun. Malah kalau bisa ditambahi dong, kan gajimu naik? Kalau memang kamu ada masalah keuangan, kan kamu bisa kerja part time!" usulnya. "Daripada libur untuk keluyuran yang nggak jelas mending untuk kerja cari uang," lanjutnya.

Emangnya aku mesin yang tidak punya capek, mesin saja butuh istirahat. Benar-benar kayak sapi perah rasanya, diperas dan diperas terus, ditekan dan ditekan terus.

"Mana mama dan Berlian, aku mau bicara!" pintaku menahan kesal, sambil ingin mengalihkan pembicaraan.

"Tidak ada, dia lagi main ke tempat tetangga," sahut Rendy ketus.

"Kenapa sih setiap aku mau bicara sama mama dan anakku selalu kamu halangi. Ada yang kamu sembunyikan dariku ya? Mamaku bukanlah orang yang suka keluyuran ke rumah tetangga," tukasku.

"Kamu tidak percaya sama suamimu? Kalau dulu, mungkin iya, tapi sekarang dia jarang di rumah," jawabnya asal.

"Kamu bohong!" bentakku kemudian menutup teleponnya.

Aku sedih, hanya ingin bicara sama mama dan anakku selalu tidak bisa. Dia selalu berada di dekatnya untuk mengawasi mama agar tidak bicara macam-macam kepadaku. Aku ingin membelikan ponsel untuk mama, tapi Rendy melarang keras. Aku harus bagaimana?

"Ayo kita pergi, Alien!" ajak bobo yang sudah rapi.

"Siap, Bobo!" jawabku.

Seperti biasa aku harus menemani bobo jalan-jalan dan senam bersama para lansia. Aku bangga bobo selalu mengenalkan aku kepada teman-temannya sebagai cucunya. Kemanapun tangannya melingkar kuat di lenganku.

Aku duduk di bangku taman sambil mengawasi bobo sedang yoga. Tiba-tiba seorang pemuda datang menghampirinya dan memeluknya. Mereka tampak akrab berbincang-bincang. Aku tidak bisa melihat wajahnya, dia mengenakan masker, kacamata dan penutup kepala. Selama setahun aku bekerja di rumah bobo tiga kali ini, aku melihat dia mendatangi bobo di tempat yoga. Aku lupa menanyakan kepada bobo, siapa dia?

"Sampai jumpa, Bobo! Jaga dirimu baik-baik!" ucapnya sambil melambaikan tangannya pergi meninggalkan bobo.

Sepertinya bobo sudah selesai, aku menghampirinya.

"Sudah selesai, Bobo?" tanyaku sopan.

"Sudah, Alien. Biarkan aku istirahat sebentar, nanti kita mampir makan di restoran seperti biasanya ya bersama mereka," ujarnya.

"Siap Bobo! Oh ya, tadi yang bicara sama bobo pakai kacamata dan masker itu siapa, kayaknya akrab sekali?" tanyaku penasaran.

"Dia cucuku, baru selesai sekolah di Amerika," jawab bobo bangga.

"Kenapa menutupi wajahnya seperti itu, masih takut Corona ya, Bobo?" tanyaku usil.

"Tidak, dia artis terkenal. Dia tidak mau jadi pusat perhatian banyak orang," jawab bobo menjelaskan.

"O begitu?" 

Tangan nenek sudah melingkar di lenganku mengajak pergi. 

"Aku pesan tempat duluan, nanti kalian menyusul ya?" teriak bobo kepada teman-temannya.

"Iya, pergilah!" jawabnya serentak.

Untung bobo sekarang fisiknya lebih sehat, dia kuat berjalan agak jauh. Saat aku menawarkan kursi roda, dia menolaknya. Padahal saat aku baru datang bekerja di sini, dia dalam keadaan lumpuh. Semua aktifitas dilakukan diatas kasur.

Dengan cinta kasihku yang tulus, aku memberikan semangat untuk sembuh. Berasa merawat nenekku sendiri yang selama hidup kuimpikan. Allah menjawab setiap permohonanku, dia benar-benar sembuh. Bahkan aku bisa menghancurkan kekerasan dan kebencian di hatinya terhadapku dulu. Kini berubah menjadi cinta yang tulus seperti terhadap cucunya sendiri.

Kini aku dan bobo sudah duduk di restoran menunggu teman-temannya datang. Di Hong Kong istilahnya Yam Zha, nongkrong minum teh dengan aneka makanan sambil bergurau.

"Wah keren ya, ternyata majikanku cucunya seorang artis terkenal. Apa kata teman-temanku kalau mereka tahu, aku jadi ikut bangga," kataku berapi-api.

"Kamu itu ... orang memandang dari kulitnya saja, tidak tahu kenyataannya. Seperti diriku, cucuku juga selalu merasa kesepian, Alien. Anak-anakku pekerja keras, hingga melupakan waktu untuk dirinya sendiri juga keluarganya. Cucuku selalu tersenyum di depan kamera, tapi siapa tahu tangis batinnya?" ungkap bobo dengan mata berkaca-kaca.

Aku memandang bobo yang tatapannya hampa jadi tidak tega, aku menggeser dudukku dan merangkulnya.

"Aku bahagia punya kamu, Alien," bisiknya. "Sebelumnya anak-anakku akan menitipkan aku di panti jompo," lanjutnya makin terisak.

Tiba-tiba teman-temannya berdatangan menghampiri kami. Bobo mengusap air matanya. Akhirnya mereka bercengkerama dan bersenda gurau.

Bagaimana keadaan keluargaku di Indonesia yang sebenarnya?

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status