Aku keluar dari masjid terbesar di Hong Kong yang terletak di Central bersama dua temanku, Yuni dan Yuli. Untuk naik MTR aku harus berjalan menelusuri lorong yang lumayan jauh. Kami bertiga berlarian mengejar waktu agar cepat sampai di rumah majikan.
Terutama aku karena harus memasak untuk makan malam. Majikanku seorang nenek yang hidup sebatang kara karena kedua anaknya tinggal di luar negeri, yaitu Canada dan Amerika. Satu tahun kebersamaan kami menumbuhkan rasa saling menyayangi. Sebelum tidur aku memijit badannya dengan penuh kasih sayang sambil kita saling curhat. Kebetulan dari kecil aku tidak pernah mendapat kasih sayang dari seorang kakek dan nenek.
Kami bertiga berjalan semakin cepat, kami terbawa kebiasaan orang Hong Kong, serba cepat.
"Alien, wah ini artis tampan yang sering tampil di televisi, selfi dong!" ajak Yuni.
"Ayo ... ayo!" sahutku dan Yuli setuju.
Sepanjang lorong yang terang benderang itu terpampang banyak poster artis Hong Kong. Akhirnya aku berselfi dengan poster artis muda yang sangat terkenal dan tampan. Aku berpose dengan bibir monyong seolah mau menciumnya. Tiba-tiba seorang pemuda Hong Kong mengenakan hoodie dengan kacamata dan masker menabrakku dengan keras.
Pyar! Ponsel pemuda itu jatuh dan hancur.
"Maaf, Koko!" spontan ucapku dengan memanggil dia kakak.
"Enak saja bilang maaf, lihat ponselku, hancur! Dasar pembantu kampungan, apa yang kamu lakukan di jalan umum seperti ini? Jangan jadi sampah di negara orang dong!" bentaknya emosi.
"Sebenarnya bukan aku yang salah, aku sudah berusaha minta maaf karena budaya negara kami mengutamakan kesopanan," jawabku kesal.
"Kamu tahu ini jalan umum, terus apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya menggertak.
"Tidak ada, aku cuma ... cuma," jawabku terbata-bata.
"O aku tahu, pasti kamu sedang memimpikan berfoto dengan artis terkenal Lay Ka," ujarnya sambil menunjuk poster Lay Ka. "Tahu dirilah! Mimpi di siang bolong, bagai langit dan bumi, tahu!" oloknya.
"Dasar ya, pasti orang tuamu menyesal melahirkan kamu. Tidak bisa menghargai wanita," sergapku.
Aku berjongkok memunguti ponselnya yang sudah hancur tak berbentuk. Karena bukan saja jatuh tapi tidak sengaja aku juga menginjaknya. Ponsel produk terbaru yang harganya pasti selangit, bisa-bisa gajiku enam bulan untuk ganti rugi.
"Ini kecelakaan, Kak. Aku tidak sengaja, kakak sendiri yang menabrakku, bukan aku yang salah," kataku membela diri.
"Kalau ingin tahu siapa yang salah dan siapa yang benar, kita ke kantor polisi saja. Mana ada jalan umum di pakai selfi mengganggu orang jalan saja," tantangnya.
Waduh kalau urusannya sama polisi jadi rumit, kasihan bobo di rumah tidak ada yang melayani. Dia akan terkejut bila mendengar aku berurusan dengan polisi.
"Jangan, Kak, kita damai saja! Aku ganti ponselmu dengan yang baru, tapi aku minta waktu!" kataku berjanji.
"Kamu yakin? Kamu punya uang? Terus apa jaminannya kalau kamu mau ganti ponselku?" umpatnya mengejek.
"Bawa saja ponselku!" jawabku asal.
"Hah! Yang bener saja, ponsel jadul ini? Punya otak nggak sih kamu?" tanyanya kasar. "Mana ID card kamu!" lanjutnya sambil tangannya menengadah.
"Apa? Jangan dong bahaya saya tanpa ID card di negara orang, kalau ada apa-apa gimana?" kataku sedih.
"Udah berikan saja, kita nanti bisa urus surat kehilangan minta lagi masih bisa," bisik Yuli bersiasat.
"Jangan pernah berkonspirasi kejahatan di negara saya!" tukasnya.
Aku melihat jam tanganku, aku teringat majikanku sendiri di rumah dan waktunya makan dan minum obat. Kalau aku masih terjebak lama di sini bagaimana dia di sana? Tanpa berpikir panjang aku memberikan ID cardku kepadanya.
"Ini, aku tidak punya banyak waktu," ujarku sambil menyerahkan ponselku dan ID.
"Ih sombong! Emang siapa kamu tidak punya waktu? Pembantu saja belagu!" hinanya. "Sekarang aku tidak punya nomer telepon kamu, aku menunggu etikat baikmu menghubungi aku ke ponselmu sendiri. Kalau kamu mau main-main denganku, aku tinggal lapor polisi dengan petunjuk ID kamu, polisi mudah menemukanmu. Ini Hong Kong bukan Indonesia!" ancamnya, kemudian berlalu pergi.
"Ih kurang ajar!" teriakku. "Dasar mata sipit!" lanjutku mengumpat.
"Emang kamu tahu dia bermata sipit? Mana matanya pakai kacamata, pakai masker, pakai kudung kepala, mana kita tahu siapa dia? Jangan-jangan mafia kayak di film-film itu," ujar Yuni orang Indonesia dari Tulungagung.
"Ih termakan drama kamu!" olok Yuli sambil menggetok lengan Yuni. Yuli adalah sahabatku dari Ngawi, Jawa Timur.
Akhirnya kita berlarian menuju perlintasan MTR, untung jarak antara Central dengan Kennedy Town tidak jauh hanya melewati empat stasiun. Kalau Yuni dan Yuli masih harus transit, karena jaraknya sangat jauh.
Tak lama kemudian aku sampai di rumah majikan, sekalian tadi berbelanja untuk makan malam kami berdua.
"Selamat malam, Bobo!" sapaku, begitu aku memanggil nenek di Hong Kong.
"Kamu sudah pulang?" tanyanya dingin.
Sekalipun orangnya dingin dan kaku tapi dia baik hati.
"Kalau kamu capek, bagaimana kalau kita makan malam di luar saja, Alien?" tawar Bobo.
"Tidak, Bobo, aku hanya kesal hari ini aku apes. Ada orang menabrak aku, malah dia minta aku yang tanggung jawab, lucu kan? Aku harus mengganti ponselnya lagi!" gerutuku kesal.
"Kamu melakukan kesalahan apa? Kalau kamu tidak salah, tidak mungkin dia ada alasan minta ganti rugi?" tanya Bobo bijaksana.
"Iya sih, aku selfi di lorong stasiun, Bobo," jawabku menyesal.
Bobo tertawa ngekeh, sambil berjalan sedikit tertatih menghampiriku.
"Ini Hong Kong bukan Indonesia, Alien," katanya sambil menekan pundakku.
Kok kata-katanya sama dengan pemuda tadi? Ini Hong Kong bukan Indonesia.
Bagaimana cara aku mengganti ponselnya?
Bersambung ...
Aku melihat di media sosial tipe ponsel milik pemuda itu. Harganya setara empat bulan gajiku. Kalau gajiku fokus untuk ganti ponselnya, bagaimana aku mengirim uang untuk suami dan anakku?Kring ... kring ... kring! Telepon rumah majikanku tiba-tiba berdering. Dari display aku bisa melihat nomer Indonesia, pasti Mas Rendy."Wei?" sapaku dalam bahasa Canton."Alien, aku menelepon ponselmu, tapi kenapa yang ngangkat laki-laki, dia selingkuhan kamu ya?" tukasnya."Mas Rendy!" bentakku. "Emang kamu, tukang selingkuh!" hardikku."Kok jadi aku yang kena sih?" sahut Rendy."Ponsel laki-laki itu jatuh gara-gara aku, dia minta ganti rugi. Sementara ponselku di tahan," lanjutku kecewa."Dasar ceroboh! Kok bisa sih?" olok Rendy. "Sifat ceroboh kamu kenapa dibawa kesana juga?" lanjutnya masih mengolok."Kamu ya, caci terus aku!" hardikku emosi."Ya sudah, maaf Sayang ... aku cuma mau mengingatkan saja," ujarnya merendah. "Gimana, kap
Aku memijit kaki bobo sambil bercengkerama, bobo paling suka bercerita tentang keluarganya dan bertanya-tanya tentang kehidupanku di Indonesia."Alien, itu dia cucu ku!" ujar bobo saat melihat cucunya muncul di televisi di acara talk show."Hah, itu kan Lay Ka Sing, Bobo?" tanyaku tak percaya."Kok kamu tahu?" sahut bobo."Aku dan teman-temanku ngefans banget sama dia. Gara-gara kita berfoto dengan posternya di lorong itu aku jadi bermasalah, Bobo," ujarku menjelaskan. "Yakin dia cucu bobo?" lanjutku meyakinkan."Emang bobo halu, Alien?" tanya Bobo kesal."Nggak begitu, bobo. Aku serasa nggak percaya saja kalau aku ternyata merawat neneknya artis terkenal di Hong Kong," ujarku lagi menjelaskan.Akhirnya bobo menceritakan tentang kisah seorang artis Lay Ka Sing kenapa bobo mengatakan kalau dia kesepian di tengah ketenarannya.Ternyata dia dicoret dari daftar pewaris kekayaan keluarganya karena lebih memilih menjadi artis pemain
"Duduklah, Bobo!" pintanya setelah mereka berpelukan sebentar."Kamu sendirian, Lay Ka?" tanya Bobo."Iya, Bobo. Pacarku lagi sibuk," jawabnya."Siapa pacarmu sekarang? Masih Hanna kan?" tanya bobo memastikan."Ya iyalah, emang Lay Ka playboy gonta-ganti pacar?" sahut Lay Ka.Akhirnya mereka tertawa bersama, aku memandang bobo tampak bahagia, demikian juga dengan Lay Ka."Duduklah, Alien!" pinta Bobo kepadaku. "Dia yang merawat aku selama ini, Lay Ka," lanjutnya."O, syukurlah, sekarang bobo ada yang merawat. Maaf saat bobo sakit aku tidak pulang karena persiapan wisuda, Bobo," kata Lay Ka menyesal."Tidak apa-apa yang penting sekarang kamu sudah kembali," kata bobo bahagia."Jaga boboku baik-baik, Alien!" pesan Lay Ka Sing.Hah? Bersamaan aku dan bobo terperanjat, Lay Ka Sing dengan jelas memanggil namaku. Kok dia tahu sih?"Kamu tahu nama dia darimana?" tanya bobo terkejut."Tadi kan bobo memanggil
"Pasti kamu lelaki di lorong itu, kembalikan ponselku!" teriakku geram. "Bobo tahu nggak, dia mencium fotoku untuk selfi, nih coba lihat! Nggak punya malu banget, narsis!" kata Lay Ka sambil menyekrol layar ponselku. Kemudian menunjukkannya kepada bobo. Foto-fotoku saat aku dengan tidak punya malu mencium foto Lay Ka bahkan di depan matanya. Aku terkejut bagaimana dia bisa membuka sandinya. Banyak rahasia di ponsel itu apakah dia juga melihatnya. "Lay Ka Koko, berikan ponselku!" pintaku geram sambil menggapai-gapai ponsel dari tangannya. Tapi Lay Ka terlalu gesit mainkankan tangannya. Karena posturrnya sangat tinggi sekalipun dia sambil duduk dan aku yang berdiri pun masih kewalahan. Tanpa sengaja aku tersandung sepatu Lay Ka. Akhirnya terjatuh menindih tubuh Lay Ka. Sesaat kami berpandangan, matanya tajam menatap mataku sontak jantungku berdebar kencang. Oh ada apa dengan diriku? "Kamu mau memperkosa aku ya? Mereka semua jadi saksinya lo," bisik Lay Ka lirih. Aku segera beranjak
Aku memasak untuk makan malam hanya dengan memanfaatkan bahan yang tersisa di kulkas. Bobo dan Lay Ka bercengkerama dengan akrab, mereka lama tak berjumpa."Kamu memasak apa, Alien?" tanyanya tiba-tiba muncul di belakangku."Cah kailan sama daging sapi, tim ikan sama soupnya ayam hitam lobak wortel," jawabku asal nyeplos."Lain kali daging sapinya di marinasi dulu dengan kecap asin dan maizena!" saran Lay Ka sok pintar."Baik, Lay Ka Koko," jawabku dingin."Kamu masih marah sama aku?" tanyanya setelah mendengar jawabanku yang dingin."Nggak kok, yang dikatakan koko semua benar, tidak seharusnya aku bersikap seperti itu. Aku harus tahu diri," jawabku datar."Aku terlalu kasar ya? Maaf ya, benar apa katamu aku tidak pernah mengerti wanita. Aku tidak pernah di besarkan oleh mamaku," jawabnya sedih.Aku terperanjat mendengar jawaban Lay Ka, pasti sulit juga hidupnya tanpa seorang mama."Biarkan aku yang memasak, kamu b
Hatiku terasa perih, leher terasa tercekik. Selama ini aku bertahan dengan segala tingkahnya dengan gonta-ganti wanita malam. Aku juga tidak berdaya saat dia memoroti uangku dengan alasan ini itu. Bahkan dia membohongiku katanya membangun rumah di lahan orang tuanya.Aku mengirim semua gajiku setiap bulan bahkan aku tidak memikirkan untuk kebutuhanku sendiri di sini. Ternyata yang dia video dan foto itu bukan rumah kita melainkan rumah tetangganya. Dan aku masih memaafkan untuk kesalahannya itu. Tapi untuk kesalahan ini tertutup sudah pintu maafku."Aku harus kerja paruh waktu, agar bisa menebus kembali rumah papaku," gumamku sedih."Kamu bisa part time di rumahku setiap Sabtu dan Minggu, biar sopirku menjemputmu," tawar Lay Ka."Bobo setuju, daripada kerja di luaran sana," sahut bobo.Dret ...dret ... dret! Ponsel Lay berdering."Iya ketua?" sapanya begitu telepon diangkat.( ... )"Saya sedang di Kennedy Town, di rumah
Bukannya terima kasih Lay Ka malah marah-marah saat bangun tidur."Kenapa kamu tidur di sini?" tanya Lay Ka heran."Aku takut terjadi hujan deras lagi dan koko kembali trauma," jawabku asal."Alasan saja, mencuri kesempatan ya?" sahutnya menggoda."Menyebalkan, bicara ngelantur, mengigau kali ya?" bantahku mengolok."Jadi cewek nggak perlu ganjen- ganjen, mahalan dikit dong!" jawabnya mengolok balik."Koko!" bentakku. "Bikin sakit hati saja!" geramku."Nggak perlu panggil aku koko, usiaku jauh lebih muda dari kamu, Tante Alien," ejeknya menohok."Brengsek!" teriakku kesal, kemudian pergi meninggalkannya sendiri."Ada apa sih ribut melulu, masih pagi nih?'" sahut bobo yang baru keluar dari kamar."Sudah ditolong bukannya terima kasih malah mengejek, menghina, sebel!" gerutuku."Masak dia ikutan tidur di sini, ngapain coba?" olok Lay Ka lagi, membuat aku begitu malu. "Curi-curi kesempatan!" lanjut
Setelah acara jumpa pers berita bersliweran semakin ramai. Bahkan ada pro kontra seolah terpecah menjadi dua kubu. Para TKW Indonesia banyak yang mendukung menjodohkan aku dengan Lay Ka karena latar belakang perjumpaan kami bagai di cerita-cerita drama cinta.Di kubu yang lain seolah mengecam aku yang hanya seorang pembantu hanya mencuri kesempatan memanfaatkan kebaikan keluarga Lay Ka. Sejak itu aku ikut terbawa-bawa dalam kemelut kehidupan Lay Ka.Kini ponselku sudah kembali ke tanganku. Sopir pribadinya yang mengembalikannya kepadaku saat sekalian menjemput aku untuk kerja paruh waktu di rumah Lay Ka. Devis berasal dari Indonesia yang sudah lama bekerja di Hong Kong.Dalam perjalanan ke rumah Lay Ka, dia banyak bercerita tentang dia, lelaki muda yang penuh rahasia dalam hidupnya. Hidup yang selalu kesepian meskipun di kelilingi orang-orang yang mengaguminya."Kalau dia sendirian di rumah dan terjadi hujan petir, apa yang dia lakukan? Siapa orang yang d