Share

5. Lelaki yang Kasar

"Pasti kamu lelaki di lorong itu, kembalikan ponselku!" teriakku geram.

"Bobo tahu nggak, dia mencium fotoku untuk selfi, nih coba lihat! Nggak punya malu banget, narsis!" kata Lay Ka sambil menyekrol layar ponselku.

Kemudian menunjukkannya kepada bobo. Foto-fotoku saat aku dengan tidak punya malu mencium foto Lay Ka bahkan di depan matanya. Aku terkejut bagaimana dia bisa membuka sandinya. Banyak rahasia di ponsel itu apakah dia juga melihatnya.

"Lay Ka Koko, berikan ponselku!" pintaku geram sambil menggapai-gapai ponsel dari tangannya. Tapi Lay Ka terlalu gesit mainkankan tangannya. Karena posturrnya sangat tinggi sekalipun dia sambil duduk dan aku yang berdiri pun masih kewalahan. Tanpa sengaja aku tersandung sepatu Lay Ka. Akhirnya terjatuh menindih tubuh Lay Ka. Sesaat kami berpandangan, matanya tajam menatap mataku sontak jantungku berdebar kencang. Oh ada apa dengan diriku?

"Kamu mau memperkosa aku ya? Mereka semua jadi saksinya lo," bisik Lay Ka lirih.

Aku segera beranjak bangun, dan Lay Ka merapikan baju dan posisi duduknya. Semua mata memandang terpana. Aku dan Lay Ka segera menunduk malu.

Bobo memandang kami berdua dengan tersenyum heran. Perlahan dia mengangguk-angguk sambil tersenyum lega.

"Kamu licik!" hujatku.

"Enak saja bilang licik, ganti dulu ponselku baru kukembalikan ponsel kamu," hardiknya.

Aku tidak kuat menahan perasaanku air mataku menetes jatuh. Karena perasaan malu dan kesal yang tidak terbendung.

 "Bobo, tolong aku!" pintaku kepada bobo.

"Tidak bisa. Jangan memanfaatkan kebaikan boboku untuk menghapus tanggung jawabmu," kata Lay Ka tegas.

"Lay Ka!" bentak bobo. "Sudah jangan memojokkan dia terus!" lanjutnya.

"Bobo harus sportif, jangan gara-gara sesama wanita kong kali kong!" pesan Lay Ka.

"Dasar, pencitraan! Ternyata yang mereka omongin tentang kamu itu salah. Mereka bilang romantis, baik hati, ramah dan bla ... bla ... bla ... mana coba?" sahutku mengumpat.

"Kamu Roesaline kan? Kamu tidak muda lagi sudah punya suami dan anak, bisa-bisanya mencium anak muda dengan bangganya. Emang kamu mau memamerkannya ke siapa sih?  Kamu nggak kasihan sama anak dan suamimu?" Lay Ka masih menyerangku.

"Cukup, Lay Ka Koko!" bentakku kesal.

"Umurku baru 25 tahun, terus berapa umur kamu? Kamu sedang terobsesi dengan anak ingusan, Tante Alien!" hujatnya menohok dengan senyum mengolok.

Bukan saja malu, aku merasa dihakimi sedemikian kerasnya, juga terasa dikuliti habis-habisan. Wajahku terasa terbakar hebat, aku muak lelaki yang bertahun-tahun kukagumi ternyata kini membuatku antipati.

"Kamu benar-benar sakit jiwa! Tidak bisa menghargai wanita!" teriakku kembali mengumpat.

Kemudian aku berlari pergi meninggalkan mereka. Aku pasrah seandainya bobo akan memarahiku karena masalah ini bahkan kalau dia memecatku.

"Alien!" teriak bobo.

Aku tetap berlari pergi, untung aku membawa tas tangan. Sehingga aku bisa pulang dengan naik MTR. Tanpa berpikir panjang aku masuk ke stasiun Mongkok dan turun di Central untuk oper MTR. Tiba-tiba aku berubah pikiran dan memilih ke luar dari stasiun dan pergi ka Masjid Jamia. Di sini hatiku jauh lebih tenang karena suasana masjid tua ini sangat berbeda. Aku duduk bertafakur merenungi kehidupanku. Aku sadar apa yang dikatakan Lay Ka ada benarnya. Sebagai seorang ibu juga seorang istri aku tidak pantas melakukan ini. Harusnya aku malu mengingat umurku tidak muda lagi sudah bukan waktunya untuk bertingkah seperti itu. 

Kini sekalian aku menunggu sholat Ashar sambil membaca Alquran. Banyak ketenangan kudapatkan dengan datang ke sini. Setelah jamaah sholat Ashar, dengan hati yang mulai tenang aku bermaksud kembali pulang. Aku kembali masuk ke stasiun Central turun stasiun Kennedy Town. Untung apartemen bobo tidak jauh dari stasiun sehingga hanya dengan jalan kaki butuh waktu sepuluh menit.

"Aku datang!" teriakku setelah membuka pintu.

Bobo dan Lay Ka berdiri menyambutku, mereka tertegun tak percaya.

"Syukurlah, aku khawatir, Alien!" ujar bobo sedih.

Aku menatap Lay Ka yang menatapku dengan senyum tipis. Entah kenapa aku tidak marah lagi padanya, aku seperti terlahir kembali dengan kepribadianku sendiri tanpa terbawa Yuni dan Yuli.

"Kamu darimana saja, Alien?" tanya bobo.

"Aku dari Central, Bobo," jawabku sopan.

"Dari masjid untuk sembahyang ya?" tanya bobo lagi.

"Benar," jawabku.

"Maafkan Lay Ka, Alien! Dia memang jutek dan dingin, tapi percayalah dia baik kok!" kata bobo pelan.

"Tidak apa-apa, Bobo. Apa yang dikatakan Lay Ka Koko semua benar, aku tidak pantas berbuat seperti itu," jawabku sopan sambil menatap Lay Ka menahan kesal.

Kenapa harus bobo yang minta maaf sih, pasti kamu gengsi, dasar keras kepala!

Apa yang dilakukan Lay Ka untuk meminta maaf padaku?

Bersambung ... 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status