Aku memasak untuk makan malam hanya dengan memanfaatkan bahan yang tersisa di kulkas. Bobo dan Lay Ka bercengkerama dengan akrab, mereka lama tak berjumpa.
"Kamu memasak apa, Alien?" tanyanya tiba-tiba muncul di belakangku.
"Cah kailan sama daging sapi, tim ikan sama soupnya ayam hitam lobak wortel," jawabku asal nyeplos.
"Lain kali daging sapinya di marinasi dulu dengan kecap asin dan maizena!" saran Lay Ka sok pintar.
"Baik, Lay Ka Koko," jawabku dingin.
"Kamu masih marah sama aku?" tanyanya setelah mendengar jawabanku yang dingin.
"Nggak kok, yang dikatakan koko semua benar, tidak seharusnya aku bersikap seperti itu. Aku harus tahu diri," jawabku datar.
"Aku terlalu kasar ya? Maaf ya, benar apa katamu aku tidak pernah mengerti wanita. Aku tidak pernah di besarkan oleh mamaku," jawabnya sedih.
Aku terperanjat mendengar jawaban Lay Ka, pasti sulit juga hidupnya tanpa seorang mama.
"Biarkan aku yang memasak, kamu bantu aku menyiapkan saja," usul Lay Ka.
Dia mulai melinting lengan kemejanya, kemudian mengenakan clemek untuk masak. Wajahnya yang tampan dan gagah perkasa sangat sexi menggunakan clemek. Lincah tangannya saat bermain dengan spatula, benar-benar membuatku terkagum-kagum.
"Koko sering memasak ya?" tanyaku memecah kebisuan diantara kami.
"Saat aku kuliah sudah biasa masak sendiri," jawabnya asal.
Aku membantu menata makanan di meja makan dan memanggil bobo yang sedang duduk di depan televisi.
"Bobo, makanan sudah siap!" teriakku.
"Iya, aku datang," jawab bobo.
Lay Ka melepas clemek dan duduk di samping bobo. Kita bertiga makan bersama menikmati hasil masakan Lay Ka. Masakan sangat lezat semua serba pas, seperti chef hotel.
Dengan keras dering ponselku berbunyi, Lay Ka segera bangkit dan mengangkat.
"Bahasa Indonesia aku tidak mengerti. Nih, tapi nanti tolong dikembalikan kepadaku!" pesan Lay Ka sambil memberikan ponselku.
"Halo?" sapaku setelah telepon kuangkat.
"Ini mama, Nduk," jawab mamaku.
"Mama!" panggilku berteriak.
"Alien, lama sekali kamu tidak menelepon mama," kata mamaku.
"Aku sering menelepon Mas Rendy, Ma. Setiap aku minta bicara sama mama, Mas Rendy selalu bilang mama tidak di rumah," ujarku menjelaskan.
"Kebetulan mama belanja di warung ketemu temanmu Eviv. Dia menawarkan mama untuk menelepon kamu," kata mama.
"Bagaimana kabarmu, Ma?"
"Mama dan Berlian baik-baik saja, Nduk. Kamu yang hati-hati ya, Alien! Jangan kirim uang lagi kepada suamimu! Rumah peninggalan papamu sudah masuk lelang bank. Suamimu tidak pernah mengangsur," ungkapnya sambil terisak. "Dan lagi Nduk, aku dengar dari eviv barusan, suamimu menghamili Ika, temanmu SMA," kata mama sambil menangis.
"Apa?" pekikku, tiba-tiba aku terjatuh lunglai.
"Halo?" tiba-tiba suara berganti eviv yang bicara.
"Eviv, katakan kepadaku apa benar Mas Rendy menghamili Ika?" kataku meyakinkan.
"Benar, Alien. Hari Sabtu ini dia menikah," jawabnya pelan.
Aku menangis, tiba-tiba dunia seperti berputar, dadaku terasa dihantam sebongkah batu dan mendadak sesak. Aku tidak ingat lagi apa yang terjadi.
***
Saat mataku terbuka aku terbaring di kamarku. Lay Ka duduk di dekatku sambil bermain ponselku.
"Aku dimana? Kenapa kamu periksa ponselku?" tanyaku heran.
"Kamu sudah sadar? Kamu bikin khawatir kita semua tahu? Ada apa sih?" tanya Lay Ka mendesak.
"Alien, kamu sudah sadar? Ceritakan apa yang terjadi, Alien!" tanya bobo sambil menghampiriku.
Aku segera merangkul bobo dan menangis sejadi-jadinya. Bobo mengelus-elus rambutku penuh sayang.
"Rumahku mau disita bank, Bobo. Mas Rendy tidak pernah mengangsurnya. Itu rumah peninggalan papaku," ujarku sambil menangis.
"Dia suami yang tidak baik buatmu, Alien," sahut bobo.
"Bahkan dia menghamili temanku sekolah. Hari Sabtu ini dia akan menikah. Kenapa dia tega kepadaku ... apakah karena aku tidak cantik sehingga dia tega mencari penggantiku," ujarku sambil terus menangis.
"Sabarlah dia bukan suami yang baik buat kamu, mungkin Tuhanmu akan mengganti suamimu dengan orang yang lebih baik," ujar nenek menenangkan aku.
Aku tidak sengaja melihat Lay Ka terpaku dengan tatapan penuh iba.
"Koko, mana ponselku aku mau menelpon suamiku!" pintaku.
"Kenapa kamu masih mau menghubungi dia? Mau sakit hati lagi?" tanya Lay Ka kesal.
"Aku ingin tanya kenapa dia tidak mengangsur pinjaman bank, aku tidak mau rumah peninggalan papaku disita bank.
Lay Ka menyerahkan ponselku, dan aku segera memencet nomor telepon Mas Rendy.
"Kenapa kamu masih telepon ke Mas Rendy, apa belum mendengar tiga hari lagi dia mau menikah denganku?" tanya Ika begitu teleponku diangkat.
"Ambil saja dia buat kamu! Aku ingin bertanya sesuatu yang penting, tolong berikan teleponnya!" pintaku.
Ternyata justru Ika mengalihkan panggilan video.
"Hei, Alien?" sapa mereka berdua sambil melambaikan tangannya dan tertawa gembira.
Mas Rendy merangkul pundaknya bahkan mencium pipi Ika dipamerkan di depanku.
"Gila sekali ya mereka!" umpat Lay Ka geram.
"Mereka berdua tidak punya otak!" sahut bobo.
"Ucapin selamat dong kepada kita!" canda Rendy.
"Kamu tega menggadaikan rumah peninggalan papaku, bahkan kamu tidak mengangsurnya. Padahal setiap bulan aku mengirimi kamu uang. Aku tidak rela Mas, aku berdoa semoga jerih payahku yang masuk di perutmu tidak berkah. Akan menjadi penyakit yang menggerogoti tubuhmu!" kutukku sambil menangis.
"Wow takut!" ejeknya sambil tertawa.
"Pengacaraku akan segera mengurus perceraian kita, tunggu saja!" ujarku menahan tangis dan emosi.
Setelah telepon kututup, aku menghamburkan tangisku pada bobo. Aku menangis sejadi-jadinya di pelukannya seolah menangis di pelukan mamaku.
Bagimana dengan Berlian, anakku semata wayang?
Bersambung ...
Hatiku terasa perih, leher terasa tercekik. Selama ini aku bertahan dengan segala tingkahnya dengan gonta-ganti wanita malam. Aku juga tidak berdaya saat dia memoroti uangku dengan alasan ini itu. Bahkan dia membohongiku katanya membangun rumah di lahan orang tuanya.Aku mengirim semua gajiku setiap bulan bahkan aku tidak memikirkan untuk kebutuhanku sendiri di sini. Ternyata yang dia video dan foto itu bukan rumah kita melainkan rumah tetangganya. Dan aku masih memaafkan untuk kesalahannya itu. Tapi untuk kesalahan ini tertutup sudah pintu maafku."Aku harus kerja paruh waktu, agar bisa menebus kembali rumah papaku," gumamku sedih."Kamu bisa part time di rumahku setiap Sabtu dan Minggu, biar sopirku menjemputmu," tawar Lay Ka."Bobo setuju, daripada kerja di luaran sana," sahut bobo.Dret ...dret ... dret! Ponsel Lay berdering."Iya ketua?" sapanya begitu telepon diangkat.( ... )"Saya sedang di Kennedy Town, di rumah
Bukannya terima kasih Lay Ka malah marah-marah saat bangun tidur."Kenapa kamu tidur di sini?" tanya Lay Ka heran."Aku takut terjadi hujan deras lagi dan koko kembali trauma," jawabku asal."Alasan saja, mencuri kesempatan ya?" sahutnya menggoda."Menyebalkan, bicara ngelantur, mengigau kali ya?" bantahku mengolok."Jadi cewek nggak perlu ganjen- ganjen, mahalan dikit dong!" jawabnya mengolok balik."Koko!" bentakku. "Bikin sakit hati saja!" geramku."Nggak perlu panggil aku koko, usiaku jauh lebih muda dari kamu, Tante Alien," ejeknya menohok."Brengsek!" teriakku kesal, kemudian pergi meninggalkannya sendiri."Ada apa sih ribut melulu, masih pagi nih?'" sahut bobo yang baru keluar dari kamar."Sudah ditolong bukannya terima kasih malah mengejek, menghina, sebel!" gerutuku."Masak dia ikutan tidur di sini, ngapain coba?" olok Lay Ka lagi, membuat aku begitu malu. "Curi-curi kesempatan!" lanjut
Setelah acara jumpa pers berita bersliweran semakin ramai. Bahkan ada pro kontra seolah terpecah menjadi dua kubu. Para TKW Indonesia banyak yang mendukung menjodohkan aku dengan Lay Ka karena latar belakang perjumpaan kami bagai di cerita-cerita drama cinta.Di kubu yang lain seolah mengecam aku yang hanya seorang pembantu hanya mencuri kesempatan memanfaatkan kebaikan keluarga Lay Ka. Sejak itu aku ikut terbawa-bawa dalam kemelut kehidupan Lay Ka.Kini ponselku sudah kembali ke tanganku. Sopir pribadinya yang mengembalikannya kepadaku saat sekalian menjemput aku untuk kerja paruh waktu di rumah Lay Ka. Devis berasal dari Indonesia yang sudah lama bekerja di Hong Kong.Dalam perjalanan ke rumah Lay Ka, dia banyak bercerita tentang dia, lelaki muda yang penuh rahasia dalam hidupnya. Hidup yang selalu kesepian meskipun di kelilingi orang-orang yang mengaguminya."Kalau dia sendirian di rumah dan terjadi hujan petir, apa yang dia lakukan? Siapa orang yang d
Aku jadi merasa bersalah dengan kejadian ini. Kalau saja aku tidak seceroboh itu, ini tidak akan terjadi. Harusnya aku tahu diri meskipun mereka orang baik tidak seharusnya aku memperlakukan mereka seperti itu di depan umum, apalagi dia publik figur. Tapi apa hendak dikata semua sudah terjadi. "Alien, kita pergi belanja sekarang!" tawar Devis. "Sebentar lagi, biar kubereskan dulu pekerjaanku ya?" jawabku. "Tidak lama kan?" tanya lagi. "Tenang saja, tidak lama kok satu jam cukup," jawabku memastikan. Aku sudah mengelap semua perabotan, dilanjutkan menyedot debu dengan vacum cleaner. Tanpa sengaja aku terus mundur dan menabrak asisten Chengyi. Aku terjatuh dan menindih asisten Chengyi. Tak sengaja aku posisi terkapar pantatku menindih pistol gobyok Chengyi hingga dia menjerit kesakitan. "Auh!" Aku yang terpaku seperti tak terpercaya hanya diam dan tidak berkutik. "Kok kamu jadi keenakan sih, bangun dong, Tante Alien!" teriak Lay Ka dari atas tangga. "Eh maaf!" jawabku spontan.
Entah kenapa tiba-tiba hatiku terasa sakit melihat mereka bercumbu di depanku. Apakah aku cemburu? Ah nggak tahu diri amat sih aku. Aku menunduk malu dan kesal. "Lay Ka, kenapa kamu membiarkan dia mendekati kamu lagi. Gara-gara dia kita bermasalah sampai sekarang belum selesai," runtuk Hanna. "Kenapa kalian baru pulang, memangnya swalayannya pindah jauh sehingga butuh waktu berjam-jam?" ketus Lay Ka. "Maaf, Bos, kita makan siang dulu di luar," jawab Devis. "O begitu, jadi kamu memikirkan perutmu sendiri dibanding perut bosmu?" hardik Lay Ka. "Bukan begitu Bos, aku sedang mencari waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaanku," sahut Devis. "Maksudmu?" sahut Lay Ka. "Baru saja aku menyatakan cintaku pada Alien, Bos. Dan dia menerimaku, yey!" kata Devis berteriak kegirangan. "Benarkah itu?" sahut asisten Chengyi. Sontak dia menunduk kecewa. Lay Ka melotot tak percaya. Suasana sesaat hening, aku bisa melihat perubahan mimik muka mereka satu-persatu. "Lelucon apa ini?" sahut Lay
Setelah selesai pekerjaanku, Devis mengantarkan aku pulang ke tempat bobo. "Saya datang!" teriakku setelah membuka pintu. "Kamu sudah pulang, Alien? Siapa yang mengantarmu?" tanya bobo. "Diantar Devis, Bobo." "Aku sudah makan malam, Alien. Kalau kamu belum makan kamu bisa makan mi instan atau bihun instan," ujar bobo. "Sudah makan?" sela aku. "QIya tadi adikku ke sini dia mengajak aku makan di luar," jawab bobo. "Bobo, yakin sudah kenyang?" tanyaku meyakinkan. "Sudah kenyang, Alien. Berikan aku obat untuk malam, yang siang tadi sudah kuminum," ujarnya. "Baik, Bobo." Aku membantu bobo minum obat kemudian menyalakan mesin penghangat ruangan. Saat tanganku hendak memijit bobo menolaknya. Baru sekali ini dia menolak aku pijit. "Sudah lekaslah tidur, besuk pagi kamu ke rumah Lay Ka lagi kan? Kamu pasti capek, Lay Ka orangnya super bersih, dia dingin dan kasar. Aku takut kamu kena semprot sakit hati,"
"Jaga dirimu baik-baik, Sayang! By .. by!" ucap Lay Ka kemudian menutup ponselnya. "Pagi, Lay Ka Koko?" sapaku setelah melihat Lay Ka menutup dan menaruh ponselnya di meja. "Pagi, bagaimana keadaan bobo?" tanyanya singkat. "Baik, sudah sarapan dan jongging sebentar tadi, kemudian minum obat terus rebahan," jawabku. "Baiklah!" jawabnya. "Usahakan jangan sampai menonton televisi. Berita televisi yang memojokkan aku dan kamu hanya akan membuatnya bersedih dan berpikir berat!" pesan Lay Ka. "Baik, Koko!" jawabku. Dia mengenakan celana trening dan kaos oblong putih. Baru kali ini aku melihat penampilan apa adanya dari sang artis pujaanku. Tanpa kusadari aku menatapnya dengan tanpa berkedip. "Ngapain kamu masih berdiri di situ? Pingin ikut duduk di sini?" ketusnya. "Ih Alien, bodoh amat sih kamu, orang kasar dan dingin kayak dia masih juga kamu idolakan!" monologku lirih sambil pergi dan tersenyum menahan malu. "Eh go
Setelah selesai pekerjaanku, Devis mengantarkan aku pulang ke tempat bobo. "Saya datang!" teriakku setelah membuka pintu. "Kamu sudah pulang, Alien? Siapa yang mengantarmu?" tanya bobo. "Diantar Devis, Bobo." "Aku sudah makan malam, Alien. Kalau kamu belum makan kamu bisa makan mi instan atau bihun instan," ujar bobo. "Sudah makan, Bobo?" selaku bertanya. "Iya tadi adikku ke sini dia mengajak aku makan di luar," jawab bobo. "Bobo, yakin sudah kenyang?" tanyaku meyakinkan. "Sudah kenyang, Alien. Berikan aku obat untuk malam, yang siang tadi sudah kuminum," ujarnya. "Baik, Bobo." Aku membantu bobo minum obat kemudian menyalakan mesin penghangat ruangan. Saat tanganku hendak memijit bobo menolaknya. Baru sekali ini dia menolak aku pijit. "Sudah lekaslah tidur, besuk pagi kamu ke rumah Lay Ka lagi kan? Kamu pasti capek, Lay Ka orangnya super bersih, dia dingin dan kasar. Aku takut kamu kena semprot s