Share

6. Rendy Menghamili Temanku

Aku memasak untuk makan malam hanya dengan memanfaatkan bahan yang tersisa di kulkas. Bobo dan Lay Ka bercengkerama dengan akrab, mereka lama tak berjumpa.

"Kamu memasak apa, Alien?" tanyanya tiba-tiba muncul di belakangku.

"Cah kailan sama daging sapi, tim ikan sama soupnya ayam hitam lobak wortel," jawabku asal nyeplos.

"Lain kali daging sapinya di marinasi dulu dengan kecap asin dan maizena!"  saran Lay Ka sok pintar.

"Baik, Lay Ka Koko," jawabku dingin.

"Kamu masih marah sama aku?" tanyanya setelah mendengar jawabanku yang dingin.

"Nggak kok, yang dikatakan koko semua benar, tidak seharusnya aku bersikap seperti itu. Aku harus tahu diri," jawabku datar.

"Aku terlalu kasar ya? Maaf ya, benar apa katamu aku tidak pernah mengerti wanita. Aku tidak pernah di besarkan oleh mamaku," jawabnya sedih.

Aku terperanjat mendengar jawaban Lay Ka, pasti sulit juga hidupnya tanpa seorang mama.

"Biarkan aku yang memasak, kamu bantu aku menyiapkan saja," usul Lay Ka.

Dia mulai melinting lengan kemejanya, kemudian mengenakan clemek untuk masak. Wajahnya yang tampan dan gagah perkasa sangat sexi menggunakan clemek. Lincah tangannya saat bermain dengan spatula, benar-benar membuatku terkagum-kagum.

"Koko sering memasak ya?" tanyaku memecah kebisuan diantara kami.

"Saat aku kuliah sudah biasa masak sendiri," jawabnya asal.

Aku membantu menata makanan di meja makan dan memanggil bobo yang sedang duduk di depan televisi.

"Bobo, makanan sudah siap!" teriakku.

"Iya, aku datang," jawab bobo.

Lay Ka melepas clemek dan duduk di samping bobo. Kita bertiga makan bersama menikmati hasil masakan Lay Ka. Masakan sangat lezat semua serba pas, seperti chef hotel.

Dengan keras dering ponselku berbunyi, Lay Ka segera bangkit dan mengangkat.

"Bahasa Indonesia aku tidak mengerti. Nih, tapi nanti tolong dikembalikan kepadaku!" pesan Lay Ka sambil memberikan ponselku.

"Halo?" sapaku setelah telepon kuangkat.

"Ini mama, Nduk," jawab mamaku.

"Mama!" panggilku berteriak.

"Alien, lama sekali kamu tidak menelepon mama," kata mamaku.

"Aku sering menelepon Mas Rendy, Ma. Setiap aku minta bicara  sama mama, Mas Rendy selalu bilang mama tidak di rumah," ujarku menjelaskan.

"Kebetulan mama belanja di warung ketemu  temanmu Eviv. Dia menawarkan mama untuk menelepon kamu," kata mama.

"Bagaimana kabarmu, Ma?" 

"Mama dan Berlian baik-baik saja, Nduk. Kamu yang hati-hati ya, Alien! Jangan kirim uang lagi kepada suamimu! Rumah peninggalan papamu sudah masuk lelang bank. Suamimu tidak pernah mengangsur," ungkapnya sambil terisak. "Dan lagi Nduk, aku dengar dari eviv barusan, suamimu menghamili Ika, temanmu SMA," kata mama sambil menangis.

"Apa?" pekikku, tiba-tiba aku terjatuh lunglai.

"Halo?" tiba-tiba suara berganti eviv yang bicara.

"Eviv, katakan kepadaku apa benar Mas Rendy menghamili Ika?" kataku meyakinkan.

"Benar, Alien. Hari Sabtu ini dia menikah," jawabnya pelan.

Aku menangis, tiba-tiba dunia seperti berputar, dadaku terasa dihantam sebongkah batu dan mendadak sesak. Aku tidak ingat lagi apa yang terjadi.

***

Saat mataku terbuka aku terbaring di kamarku. Lay Ka duduk di dekatku sambil bermain ponselku.

"Aku dimana? Kenapa kamu periksa ponselku?" tanyaku heran.

"Kamu sudah sadar? Kamu bikin khawatir kita semua tahu? Ada apa sih?" tanya Lay Ka mendesak.

"Alien, kamu sudah sadar? Ceritakan apa yang terjadi, Alien!" tanya bobo sambil menghampiriku.

Aku segera merangkul bobo dan menangis sejadi-jadinya. Bobo mengelus-elus rambutku penuh sayang.

"Rumahku mau disita bank, Bobo. Mas Rendy tidak pernah mengangsurnya. Itu rumah peninggalan papaku," ujarku sambil menangis.

"Dia suami yang tidak baik buatmu, Alien," sahut bobo.

"Bahkan dia menghamili temanku sekolah. Hari Sabtu ini dia akan menikah. Kenapa dia tega kepadaku ... apakah karena aku tidak cantik sehingga dia tega mencari penggantiku," ujarku sambil terus menangis.

"Sabarlah dia bukan suami yang baik buat kamu, mungkin Tuhanmu akan mengganti suamimu dengan orang yang lebih baik," ujar nenek menenangkan aku.

Aku tidak sengaja melihat Lay Ka terpaku dengan tatapan penuh iba.

"Koko, mana ponselku aku mau menelpon suamiku!" pintaku.

"Kenapa kamu masih mau menghubungi dia? Mau sakit hati lagi?" tanya Lay Ka kesal.

"Aku ingin tanya kenapa dia tidak mengangsur pinjaman bank, aku tidak mau rumah peninggalan papaku disita bank.

Lay Ka menyerahkan ponselku, dan aku segera memencet nomor telepon Mas Rendy.

"Kenapa kamu masih telepon ke Mas Rendy, apa belum mendengar tiga hari lagi dia mau menikah denganku?" tanya Ika begitu teleponku diangkat.

"Ambil saja dia buat kamu! Aku ingin bertanya sesuatu yang penting, tolong berikan teleponnya!" pintaku.

Ternyata justru Ika mengalihkan panggilan video.

"Hei, Alien?" sapa mereka berdua sambil melambaikan tangannya dan tertawa gembira.

Mas Rendy merangkul pundaknya bahkan mencium pipi Ika dipamerkan di depanku.

"Gila sekali ya mereka!" umpat Lay Ka geram.

"Mereka berdua tidak punya otak!" sahut bobo.

"Ucapin selamat dong kepada kita!" canda Rendy.

"Kamu tega menggadaikan rumah peninggalan papaku, bahkan kamu tidak mengangsurnya. Padahal setiap bulan aku mengirimi kamu uang. Aku tidak rela Mas, aku berdoa semoga jerih payahku yang masuk di perutmu tidak berkah. Akan menjadi penyakit yang menggerogoti tubuhmu!" kutukku sambil menangis.

"Wow takut!" ejeknya sambil tertawa.

"Pengacaraku akan segera mengurus perceraian kita, tunggu saja!" ujarku menahan tangis dan emosi.

Setelah telepon kututup, aku menghamburkan tangisku pada bobo. Aku menangis sejadi-jadinya di pelukannya seolah menangis di pelukan mamaku.

Bagimana dengan Berlian, anakku semata wayang?

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status