LOGIN"Jasmine!" Jasmine menoleh ke sumber suara saat ia baru saja keluar dari toko buku. Matanya sempat mencari-cari di antara banyaknya penggunan jalan, siapa yang memanggil. Hingga seseorang yang sangat ia kenal keluar dari mobil. Garis wajah Jasmine yang awalnya santai itu berubah masam. Setelah apa yang terjadi di antara mereka, Jasmine sama sekali tidak bisa bermanis muka di depan Erick, meskipun itu hanya berpura-pura. "Mau apa lagi?" tanya Jasmine langsung, begitu Erick mendekat. Malas sekali rasanya harus basa-basi dengan pria tukang selingkuh ini. Berbanding terbalik dengan Jasmine, Erick justru tersenyum lebar. Ia tahu Jasmine malas bertemu dengannya, tetapi seperti yang disarankan sang ayah, ia harus perlahan mendekati Jasmine dan menarik perhatian gadis ini lagi. "Lagi sibuk?" "Kalau nggak ada apapun aku pergi!" ancam Jasmine. Wajahnya semakin tak berminat meladeni Erick. Seperti biasa, Erick akan membahas sesuatu yang tidak penting. "Sebentar. Buru-buru banget. Mana c
Gio : yakin jasmine mau kamu lepasin begitu aja? Lihat! dia makin cantik, broSent a pictureErick hampir saja akan melemparkan ponselnya kalau saja sebuah tangan mungil tidak menahan tangannya. Gelengan pelan disertai dengan mimik menggoda itu pada akhirnya membuat Erick mendengus kasar. "Mau coba gaya baru dulu? Barangkali bisa meredakan amarah kamu yang hampir meledak ini." Clara tiba-tiba saja duduk di pangkuannya. Erick tidak menolak. Namun, pikirannya tertuju pada foto yang barusan Giorgino kirimkan. Sebuah gambar yang terdapat Jasmine sedang tertawa lebar mengenakan gaun pernikahan. Ia tampak sangat cantik. Aura kebahagiannya begitu terlihat jelas. Eye smile yang dulu sering terlihat saat sedang bersama dirinya, kini akan menjadi milik Damian. Clara yang mengetahui kegelisahan di mata Erick lalu mengecup singkat bibir pria itu. Tanpa memperdulikan raut terkejut Erick, Clara menerbitkan senyuman menggoda. "Gimana? Mau di sini atau—""Tidak untuk hari ini, Clara!" potong Er
"Semua ini gara-gara kamu, Rick!" Andreas melempar berkas ke dada Erick. "Kita butuh Alan untuk memudahkan izin membangun bisnis baru. Kalau begini, bagaimana bisa kita mudah menjalankan semuanya? Belum apa-apa kita sudah gagal!" Andreas bersandar di kursi kebesarannya, lalu melonggarkan dasi dengan mata berkilat marah. Wajahnya merah padam. Urat-urat kemarahan tercetak jelas di pelipisnya. Rinai hujan terlihat di kaca besar ruangannya. Namun, bukannya hawa dingin yang ia rasakan, justru rasa panas yang semakin membakar dadanya. Proyek yang ia rencanakan sejak dua tahun silam gagal total. Alan Dominic sebagai gubernur yang baru menolak menandatangani perizinan pembongkaran lahan. Sombongnya Alan karena pihak Eterna Group berada di belakangnya membuat Andreas berada dalam puncak kemarahan. Cukup sudah ia malu karena pembatalan pernikahan Erick dan Jasmine beberapa bulan yang lalu. Nama baiknya dikritik habis-habisan oleh netizen dan kolega bisnisnya. Ia juga dibanding-bandingkan d
"Di foto tadi aku nggak keliatan aneh kan, Mas?" tanya Jasmine, meminta pendapat Renan beberapa saat setelah foto bersama dengan sang ayah. Setelah beberapa hari pengumpulan dan perhitungan suara akhirnya nama Alan Dominic pun keluar sebagai pemenang. Dan, hanya dalam kisaran dua minggu setelahnya hari yang ditunggu pun tiba. Pelantikan Alan Dominic dan pasangannya menjadi gubernur dan wakil gubernur Kota Venandria periode yang baru. Dan, di sinilah mereka berada. Di sebuah gedung mewah pemerintahan yang didekorasi dengan begitu elegan. Beberapa pejabat dan orang-orang penting juga hadir. Semua yang datang memberi selamat untuk Alan atas pelantikan tersebut. Tawa sumringah entah memang tulus atau hanya senyum palsu ikut menghiasai wajah orang-orang yang datang. Yang tampak jelas, semua yang hadir berlomba-lomba menunjukkan penampilan terbaik mereka. Termasuk, Jasmine dan Renan. Jasmine tampil cantik dengan cropped blazer dusty pink yang membungkus blus putih di dalamnya, lalu
"Gimana perolehan sementaranya?" tanya Damian, yang baru muncul dari arah dapur. Di tangan pria bertubuh tinggi tegap itu terdapat sepiring berbagai buah potong yang sudah siap dimakan. Sementara matanya juga tertuju pada layar televisi yang menampakkan perhitungan sementara pemilihan Gubernur Kota Venandria. Pemilu telah dilakukan kemarin. Hasil real count masih belum diumumkan. Jadi, mereka baru bisa memantau melalui quick count. Sejauh ini nomor urut Alan Dominic masih unggul di antara dua pasangan calon lainnya. Semenjak pemilu, Alan bahkan tidak berada di rumah. Jasmine yang duduk di samping Renan menoleh. Ia tak langsung menjawab, malah menepuk sisi di kosong sampingnya. "Ekhem...!" Suara Renan membuat tangan Jasmine terangkat. "Nggak usah dekat-dekat!" Damian memang tidak duduk di samping Jasmine, tetapi tangannya tetap terulur mengusap lembut puncak kepala gadis berlesung pipi itu. Seketika matanya membulat lucu disertai rona merah di pipi putihnya. Renan berdecih sebal
"Hubungan kamu dan Damian gimana, Jasmine?" Pertanyaan itu menyambut Jasmine saat pulang ke rumah. Setelah mengulang olahraga panas yang pagi tadi mereka lakukan, Jasmine mampir dulu ke toko perlengkapan lukis untuk membeli beberapa cat minyak. Barulah ia pulang saat siang sudah menyapa. Rumah yang biasanya kosong itu tetap sunyi seperti biasa. Hanya saja Jasmine tidak mengira kalau sang ayah berada di rumah siang-siang begini. Jasmine menatap ayahnya yang berada di ruang tengah. Di tangannya terdapat buku tebal yang sama sekali tidak Jasmine mengerti."Baik. Kenapa, Yah?" Alan berdeham. Kemudian melepaskan kacamata bacanya dan menatap lurus Jasmine. "Saya hanya mewanti-wanti agar kamu tidak berulah lagi. Damian itu adalah pewaris Eterna Group. Jangan sampai kejadian pad Erick terulang lagi." Jasmine mengangguk pelan. Ia berani menjamin kalau Damian jauh berbeda dengan Erick. Ia sendiri yang merasakannya. Damian pun sudah jarang bersama wanita lain semenjak rencana pernikahan m







