“Berhenti!”
Harger baru saja bersiap pergi usai menyelesaikan satu pekerjaan pasti.Ketika memalingkan separuh wajah. Tiba – tiba dorongan dari sikap defensif membuatnya harus terdesak di tengah kerumunan gedung maskapai, menghadapi sekelompok orang dengan setelan jaket kulit mengincar langkahnya yang menggebu setelah kesengajaan dari aksi menubrukkan diri kepada seorang pria beruban.Dia tak pernah mengira jika pria sudah berumur masih memiliki kepekaan yang utuh, sehingga semudah itu menyadari sesuatu telah hilang dari saku jas saat Harger mencurinya dengan cepat. Sebuah benda kecil, berbentuk seperti sebuah disk yang kini berada di tangan Harger.“Berhenti, Nona!”“Dalam hitungan kesepuluh kau akan dikepung.”Harger mencoba mengabaikan satu perintah ganjil, terasa seperti sauh yang mencegahnya melangkah pergi. Derap – derap kaki saling mengetuk tak pernah terjeda. Dia menjadi cemas. Memutuskan untuk mencari cara apa pun sampai melihat seorang pria matang—berdiri seorang diri sebagai umpan yang tepat.“Oh ... maaf.”Tubuh tersebut sangat padat, imbasnya Harger terdorong beberapa kali sebelum berhenti. Dia sempat melakukan kontak mata bersama pria pemilik sorot kelam, yang diam tidak mengatakan apa pun, bahkan setelah pria itu tertabrak.“Apa yang kalian mau dariku?”Harger berbalik badan ketika lengannya disentuh oleh jemari kasar pengawal yang dia ketahui sudah berjarak sangat dekat.“Kembalikan barang yang kau ambil.”“Barang yang kuambil?” tanyanya, bersikap seolah dia adalah gadis muda yang hijau terhadap tudingan berdasar itu.“Geledah!”Secara naluri Harger mengangkat kedua tangan saat tubuhnya dieksplorasi oleh dua orang bergiliran. Napasnya berembus lega saat tidak ada apa pun yang ditemukan dan mereka mulai berbincang.“Aku bisa membuat laporan atas tuduhan palsu yang kalian lakukan.”Harger menantang dengan berani. Mereka mungkin akan meminta maaf sehingga dia menuntut kesendirian yang nyaman lebih dulu. Menyaksikan bahu – bahu besar itu menjauh dengan debaran bertalu – talu hebat di dadanya.Syukurlah, ada sebuah keuntungan saat dia segera memindahkan hasil curian itu ke saku jas miliki pria ....“Di mana dia?” Harger bergumam di tengah kehampaan harapan. Benda hasil curian sangat penting untuk segera diserahkan kepada ‘broker’, orang yang bertugas menjadi perantara antara klien dan pemberi jasa.Dengan kehilangan pria yang mengantongi disk tersebut. Harger akan kehilangan uang dan kepercayaan. Dia harus segera menemukan pria asing itu.“Kau mencari ini?”Harger berusaha mengingat sosok tinggi dengan rambut hitam yang gelap, tetapi secara mengejutkan dia didatangi oleh pria yang sekarang memamerkan sesuatu di hadapannya.Dia menelan ludah kasar. “Kembalikan.” Segera bergerak cepat ingin merenggut benda yang gagal digapai.“Untuk alasan apa aku harus mengambalikan ini padamu?”“Karena benda itu milikku.”“Milikmu?” Tatapan itu datar saat sedang bertanya. “Tapi menurut analisisku, ini milik seseorang yang akan melakukan penerbangan hari ini. Kau mencurinya dan berniat untuk membuatku ikut terjebak.“Nada arogansi begitu kentara dari aksen pria tersebut. Secara tidak langsung mengundang Harger untuk berpikir lebih dalam.“Kembalikan saja. Aku akan membayarmu sangat besar.”“Aku tidak menerima suapan.”Harger jelas melakukan kesalahan ketika dia tahu ... bahkan bisa menilai dengan baik seperti apa pria yang sedang dia hadapi. Meskipun, menurutnya menawarkan uang tetap menjadi jalan pintas.“Katakan saja berapa uang yang kau mau!”“Kau mencuri untuk uang, bukan? Lalu bagaimana mungkin aku percaya jumlah uang yang akan kau bayar.”“Itu bisa dibicarakan nanti. Sekarang serahkan benda itu padaku.”“Tidak.”Sebuah penegasan yang mantap. Harger benar – benar dituntut untuk berpikir keras. Bagaimana dan dimulai dari langkah seperti apa untuk merenggut kembali benda curian itu. Sorot matanya melirik lekat – lekat saku sebelah mana yang kini mengantongi harapan Harger.Dia sedang memasang siasat. Menunggu pria di hadapannya lengah, lalu bertindak persis keahlian merampas yang baik.“Tidak semudah itu, Signorina.”Gerakan lengan berotot dan padat lebih luwes dari bayangan Harger. Disk itu kembali digenggam pria yang dia hadapi. Sangat erat. Dan Harger menyadari ini bukan-lah prospek yang baik. Dia gagal. Sekarang berada dalam cengkeraman berbahaya—terjepit cukup erat di bagian dada untuk kemudian bersikeras menggeliat di tengah dekapan yang sama.“Lepaskan aku!”“Siapa namamu?” Suara berat itu berbisik di samping wajah Harger. Wangi memabukkan dari sisi maskulinitas berada di luar kendalinya. Makin berusaha lepas, Harger menerima kurungan yang gila – gilaan mengikat.“Untuk apa kau tahu namaku?”Paling tidak, merahasiakan identitas adalah hal terpenting saat ini.“Kau bukan orang Italia, benar? Di mana kau tinggal, Signorina?”Selama beberapa hari mengenali situasi di Italia. Harger mengerti bahwa orang – orang di sini akan melakukan sapaan antara satu sama lain dengan khusus. Dia juga memahami beberapa perbedaan dengan mudah.“Di mana aku tinggal bukan urusanmu, Signore.”“Luar biasa. Untuk sesaat aku merasa takjub atas sikap keras kepalamu.”“Bahkan rasa takjubmu tidak membuatmu melepaskanku.”Harger tidak berusaha melakukan negosiasi, tetapi dia sedang memanfaatkan kesempatan untuk memenangkan perhatian pria asing penuh perhitungan tersebut.Menemukan sesuatu untuk memerdekakan diri sendiri adalah keberuntungan yang secara ajaib membuat Harger terdorong. Pria itu terlihat meraba saku celana kain—melotot tajam pada dompet dalam genggaman Harger.“Kembalikan.”“Kita akan bertukar jika kau mau. Kukembalikan dompetmu, dan kau ... bisa serahkan benda itu padaku.”Sorot mata di hadapan Harger menajam. “Signorina, kau harus tahu di mana kau berada.”“Ya. Aku tahu. Tunggu sebentar ....”Harger mengambil posisi mundur pelan – pelan. Membuka isi dompet itu untuk menemukan kartu identitas pria asing di hadapannya.“Don Amadeu Halker.”Mula – mula Harger mengeja nama tersebut menggunakan cara bicara yang santai. Lalu menurun pada tanggal lahir, memastikan sekali lagi bahwa wajah dan tahun kelahiran pria asing ini memang pas. Matang di usia 33.Namun setelah mengetahui kedua informasi demikian, untuk kali terakhir, Harger telah menemukan hal mengejutkan mengenai profesi.Pria itu seorang ....Hakim.Pintu rumah sewa dihantam begitu keras. Langkah gontai segera membawa Harger bersandar dan merosot pelan – pelan menyentuh marmer dingin. Napasnya masih menggebu. Menengadah untuk membayangkan kembali cara lari yang tergesa meninggalkan sang hakim. Rasanya dia ingin mengutuk diri sendiri, karena telah melibatkan seorang hakim ke dalam urusan tidak main – main. Alih – alih mengembalikan dompet yang dia rampas. Harger justru membawa benda tersebut ke tempat tinggal sementara. Melupakan bahwa yang sebenarnya dia inginkan hanya hasil curian yang saat ini masih berada di tangan orang lain. Keputusan penuh tekad yang pernah dia ambil ironinya hanya memiliki waktu 24 jam untuk melakukan pertukaran barang. Waktu demi waktu berlalu. Bukan kebetulan yang baik kalau – kalau besok siang dia harus melakukan pertemuan di salah satu gereja tua di Roma. Tidak ada harapan bagi Harger untuk mempersilakan semua berjalan lancar. Jika tidak mendapatkan uang, dia yakin satu minggu ke depan kondisinya ak
“Di mana dompetku?” Harger belum sempat mengatakan apa pun. Dia sedang berdebar untuk mengingat keberadaan Rob di sudut belakang pintu. Pistol di tangan pria itu masih mengontrol situasi, Harger takut jika dia salah bicara. Rob akan meledakkan kepalanya tanpa berpikir panjang. “Signorina ....” Nada bicara sang hakim begitu tidak sabar. Harger mengerti dia seharusnya tidak menunda. Tetapi lidahnya keluh menjelaskan hal ini secara gamblang, meskipun benar ... keberadaan seorang hakim akan memberi pengaruh kepadanya dan Rob. Bukankah mengambil suatu keputusan bagi seorang hakim adalah tindakan yang benar – benar harus penuh pertimbangan. Mereka terbiasa melakukan eksekusi dengan matang. Menghadapi macam – macam kasus yang masuk ke meja hijau melalui proses pengamatan ketat. Memerangi ketidakadilan sebagaimana sumpah yang diucap. Harger rasa, seandainya dia memberitahu sang hakim tentang keberadaan Rob. Pria itu akan segera membantunya. Namun semakin berpikir, Harger seperti diterpa
Lelah berkutat dengan keraguan sendiri setelah berprasangka bahwa sang hakim mungkin tengah berbohong akhirnya membuat Harger menyerah. Dia menelan ludah kasar sambil memperhatikan sang hakim lekat – lekat. “Baiklah, katakan apa yang kau maksud dan apa isi di dalamnya?”“Cukup mengejutkan ternyata kau tidak tahu apa pun mengenai kontribusi burukmu terhadap Inggirs.” Untuk sesaat sang hakim menyeringai tipis, kemudian mulai melanjutkan. “Sekarang katakan kau berasal dari mana?” Pertanyaan yang sama pernah dilontarkan sang hakim. Harger pikir dia tak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Atau akan segera dideportasi kembali ke negara asal dalam waktu dekat. “Aku—lahir dari ibuku yang berasal dari Rumania dan ayahku adalah pria Irlandia.” “Rumania?” Kening sang hakim berkerut heran. “Artinya kau bisa berbahasa Roman?” “Tidak. Tentu saja tidak.” Harger mengerti untuk alasan apa sang hakim mempertanyakan hal tersebut. Bahasa Roman memiliki sedikit kemiripan atau serumpun dengan bahasa
“Kau sangat luar biasa, Sayang. Bahkan Harger tidak pernah memperlakukanku semanis ini.” “Kau menyerahkan padaku kenikmatan yang gila. Aku mencintaimu.”Badai ketegangan mengamuk di benak Harger. Itu adalah saat – saat dia harus mengetahui hubungan terlarang antara tunangan dan sahabatnya sendiri. Harger benci untuk menerima pengkhianatan terbesar dalam hidup yang kacau. Bagaimanapun Rob telah menghancurkan segala peristiwa yang Harger anggap sebagai suatu momen manis. Merompak ketenangan maupun kepercayaan Harger, seolah tidak ada harga yang lebih murah dari kesedihan Harger di hari ulang tahun sahabatnya.“Selamat bertambah usia, Alice. Rob adalah hadiah ulang tahun terbaikku untukmu.” Harger mungkin bersedih. Namun dia tidak pernah menyangka akan bersedia melempar seonggok sampah pada tempatnya. Alice dan Rob memberikan pertunjukan serasi. Mereka baru saja bercinta dalam balutan selimut putih tebal. Begitu gelagapan menghadapi Harger yang sama sekali tidak mengalihkan tatapan taja
“Paspormu akan berada di tanganku sampai kuputuskan kapan akan dikembalikan.” Malam menegangkan itu memiliki kesan mengejutkan setelah sang hakim menunjukkan seberapa besar pengaruh yang bisa diberikan kepadanya. Harger tidak mungkin berupaya lebih, karena dia yakin pria yang baru saja ditemui bukan hakim sembarangan. Telalu responsif terhadap hal – hal kecil dan juga memiliki ilmu dasar peka untuk hal yang sama kecilnya. “Kau sungguh memakai baju bekas kemarin saat akan melakukan pertemuan penting?” Cara berkomentar sang hakim juga tidak segan – segan menegaskan bahwa pria itu mengenali apa pun. Walau Harger tidak bercerita tentang pakaiannya yang hilang, sebelum tadi pagi dia benar – benar harus mengatakan kebenaran tersebut sambil menunduk memperhatikan penampilan sendiri. “Bajuku hanya tersisa ini. Sisanya sudah dibawa pergi.” Ajaibnya, Harger punya alasan mengapa dia berterima kasih kepada sang hakim sebelum pertemuan bersama seseorang dengan julukan ‘Dark Shadow’ selesai.
Setidaknya situasi di kompartemen kereta api jauh lebih baik daripada harus menghindari kejaran orang – orang bertujuan tertentu. Harger melirik ke arah sang hakim. Mereka duduk saling berhadapan. Memiliki sedikit privasi dengan tirai kompartemen yang tertutup.“Jadi bagaimana kau tahu aku ada di gedung tua itu?”Terlalu lama dalam kebungkaman, Harger rasa ini saat yang tepat untuk bicara.“Hanya menduga.”Dia menyipitkan kelopak mata. Lamat mengamati wajah sang hakim yang masih menghadap lurus ke depan.“Menduga dengan tebakan benar probabilitasnya sangat kecil ... Deu.”Ketika memanggil sebutan nama seperti permintaan sang hakim. Harger merasakan tendensi berbeda. Telanjur menghadapi permasalahan konflik yang melibatkan sang hakim sehingga panggilan formal menjadi kebiasaan pertama.“Aku tidak menduga asal – asalan saat kau ada dalam pengawasanku.”Ini bisa disebut observasi, analisis, dan mengambil kesimpulan. Mungkin Harger harus mengakui bahwa sang hakim tidak akan sembarangan be
Sang hakim sudah berpenampilan sangat baik, sementara Harger dalam balutan tak sempurna, masih duduk di atas ranjang mengamati diri sendiri dengan tidak percaya diri untuk kemudian menengadah ke arah pria yang sedang menjulang di hadapannya. “Kau harus makan.” Suara berat Deu diliputi sarapan roti yang dibawakan dengan praktis. Harger tidak ragu menggigit sepotong bagian ujung. Tatap mata tajam tidak pernah berhenti menyorot ke arahnya. “Kau ... sudah sarapan?” Sedikit – sedikit Harger membenahi rambut yang menjuntai di depan wajah. Seharusnya dia tidak perlu menanyakan sang hakim, karena Deu sepertinya tidak tertarik pada sepotong roti. Atau mungkin Harger kesiangan, sehingga tidak memiliki kesempatan melakukan sarapan bersama. “Aku ingin kau memberiku penjelasan tentang batu berlian yang diinginkan mantan tunanganmu.” Sedikit terkejut. Harger tidak pernah mengira sang hakim akan tiba – tiba membahas sesuatu yang dia hinda
“Kau mau membawaku ke mana?” Lorong temaram, lembap dengan beberapa air menetes dari pipa kumuh berlapis serat – serat tanah, yang sepanjang sudut menguarkan aroma basah luar biasa pekat. Harger terus mengikuti ke mana sang hakim akan menuntunnya melangkah. Sebuah pintu besi berkarat di hadapan mereka digeser susah payah. Tidak seperti tampilan luar. Bagian dalam dari tempat yang Harger pijaki persis markas lama, tetapi masih cukup terawat ketika dia menemukan beberapa benda – benda penting tersusun di lemari kaca. “Apa yang membawamu ke sini, Don?” Seseorang tiba – tiba bersuara, menciptakan reaksi kejut. Namun hanya Harger yang merasakan hal demikian. Sementara dia yakin sang hakim sangat tenang melewati tubuh seorang pria, yang membeku saat menatap Harger, seolah tidak percaya terhadap pengelihatan sendiri. Apa yang salah? Harger bertanya dalam hati. Berusaha meyakinkan situasi canggung bukan bagian dari hal buruk yang dia lakukan. “Kau membuatnya takut.” Suara sang hakim tid