Share

4. Lamaran Seorang Pembunuh

“Apa yang kau bicarakan, Adeline? Sejak kapan kau dekat dengan seorang pria?!” Heinry yang selama ini tak memperhatikan kehidupan putrinya, langsung terkejut.

Namun, belum sempat Adeline membalas, Sabrina lebih dulu mendecak sinis. “Apa kau pikir kami akan percaya? Kau sudah berusaha merusak perjodohan saat pertemuan keluarga. Apa kau pikir aku tidak tahu jika kali ini juga trik licikmu untuk lolos dari perjodohan?!”

Adeline sempat menegang, tapi dia berusaha keras menata ekspresinya tetap datar di depan ayah dan ibu tirinya.

Sabrina pun menjulurkan tangannya ke pipi Adeline sembari bergeming, “sepertinya wajah cantik ini harus mendapat tamparan lebih keras. Kau bilang sudah memiliki calon suami sendiri? Konyol sekali!”

“Ya, Ayah dan Ibu tidak salah dengar. Saya memang memiliki calon suami, dan kami sudah menjalani hubungan cukup lama!” sambar Adeline yang seketika membuat alis Sabrina saling bertaut.

Alih-alih murka lebih kencang, tawa Sabrina malah meledak. Dia terbahak-bahak melihat Adeline berusaha keras menipu dirinya. Nyonya Daniester tersebut beralih menatap Heinry dengan raut muka penuh ejekan.

“Sayang, lihatlah putrimu. Sampai akhir pun dia tetap berbohong!” tukasnya tegas.

Rahang Adeline mengeras mendapati hinaan itu, hingga dia pun segera membantah, “saya tidak berbohong, Ibu! Jika saya bilang punya, maka artinya saya memang punya. Apa Ibu tidak paham bahasa manusia?!”

“Apa yang baru saja kau bicarakan, hah?!” Sabrina pun memberang.

Tangannya bahkan sudah gatal ingin menarik rambut Adeline dengan kasar, tapi kali ini dirinya menahan.

“Baiklah, coba katakan. Siapa pria itu? Dari keluarga konglomerat mana dia berasal? Jangan bilang kau hanya menarik sembarang pria dari jalanan dan mengajaknya tidur di ranjangmu!” Nyonya Daniester itu menghardik dengan tatapan berang.

Akan tetapi, Adeline tetap berusaha tenang seraya membalas, “Ibu akan tahu setelah melihatnya sendiri!”

“Kalau begitu bawa pria itu ke mansion dalam minggu ini. Jika kau tidak berhasil, maka kau tidak ada pilihan selain menikah dengan Alfred!” Sabrina mengakhiri pembahasan tanpa ingin ditentang.

Dan situasi ini sungguh membuat Adeline kelabakan. Bagaimana tidak, jika dia memang asal bicara? Seumur hidup, wanita itu tidak pernah berpacaran atau pun memiliki teman dekat laki-laki. Lantas apa yang akan dilakukan Adeline untuk meyakinkan Sabrina minggu ini?

Sampai tengah malam, Adeline bahkan tak bisa memejamkan mata dengan tenang. Jika tetap diam, maka dia harus menjadi istri Alfred. Artinya itu akan menghancurkan hidupnya, sebab Ludwig pasti akan tetap mengejarnya karena Alfred tak ragu berbagi wanita dengan sahabatnya tersebut. Namun, di mana Adeline bisa mendapatkan pria lain untuk menjadi calon suaminya?

***

Sementara esok harinya, Adeline yang pusing masih harus pergi ke Picasso Hotel. Ya, itu adalah hotel peninggalan mendiang ibu kandungnya yang kini dia kelola.

Ketika wanita itu baru saja memasuki lobi, seorang resepsionis perempuan menghentikannya.

“Selamat pagi, Nona Adeline,” tuturnya menyapa. “Maaf, Nona. Ada seorang tamu yang menunggu Anda.”

Adeline pun mengernyitkan keningnya. Dirinya merasa aneh karena sebelumnya dia tidak membuat janji dengan siapapun.

“Siapa tamu yang Anda maksud?” balas Adeline bingung.

“Mereka bilang dari Hera Group, Nona. Sebab itu saya meminta mereka menunggu di ruang tunggu khusus.”

Usai mendapat informasi tersebut, Adeline segera beranjak menuju tempat yang dimaksudkan. Akan tetapi, wajah wanita itu seketika membeku saat melihat tamu yang dibicarakan resepsionisnya.

“K-kau?!” Manik Adeline bergetar hebat.

“Akhirnya kita berjumpa lagi, Nona.”

Suara, rupa dan gelagat pria tersebut kembali dilihat oleh Adeline. Ya, tanpa wanita itu duga, River Reiner-pria yang kala itu nyaris membunuhnya, juga orang yang telah menghabiskan malam panas dengannya, kini malah mendatanginya ke Picasso Hotel.

Dengan mulut terbungkam rapat, Adeline diam-diam mundur dan berniat keluar ruangan. Namun, tiba-tiba asisten River sudah menutup pintu ruangan tersebut dan menguncinya dari dalam.

“Hei, apa yang kau lakukan?!” Adeline menyentak dengan tampangnya yang ketakutan.

“Apa Anda berniat kabur lagi dari saya?” River yang sedari tadi duduk di sofa, kini menyindir Adeline.

‘Aish, sial! Aku benar-benar terjebak bahkan di hotelku sendiri? Apa ini masuk akal?!’ batin Adeline kesal. ‘Tidak, tidak … aku harus tenang jika ingin menghadapi pria mengerikan ini!’

Akhirnya, Adeline pun berpaling. Dia berusaha keras meredam rasa takutnya dengan berjalan mendekati River dan duduk di hadapannya.

“Sebenarnya apa yang membawa Anda ke tempat ini?” tukasnya bertanya. “Ah … apa Anda menginginkan uang tutup mulut untuk insiden itu? Bukankah Anda bilang tidak butuh uang?”

“Rupanya ingatan Anda cukup tajam. Itu berarti Anda juga ingat, apa yang saya inginkan, bukan?” River menyambar seiring dengan sebelah alisnya yang naik ke atas. “Anda juga harus bertanggung jawab karena sudah mengambil keuntungan dari saya!”

Saat itu juga, Adeline langsung mengigit bibir bawahnya karena sepertinya dia salah bicara.

“A-apa maksud Anda?!” sambar wanita itu berlagak tak mengerti.

River pun melipat kedua tangan di depan dada dengan tatapan lekat. “Saya ingat jelas, bagaimana suara dan ekspresi wajah Anda saat meminta tolong pada saya, Nona.”

Sungguh, sensasi panas kini merayapi pipi Adeline hingga membuat tampangnya merona di tengah ketegangan. Agaknya, semua kata yang dia ucapkan malah menjadi boomerang untuknya. Akan tetapi, Adeline tidak bisa diam begitu saja. Dirinya tidak mau dianggap remeh di tempatnya sendiri.

Wanita itu berkata dengan rahangnya yang mengeras. “Tolong jaga sopan santun Anda, Tuan. Jika tidak, saya akan memanggil petugas keamanan untuk mengusir Anda!”

“Sopan santun? Mengapa saya harus bersikap sopan pada seorang wanita yang tidak memiliki etika?!” sambar River tak goyah.

“Apa yang Anda bicarakan sebenarnya?!” Dahi Adeline berkerut saat dia bertanya.

“Anda tidak perlu berlagak bodoh, Nona. Saya tahu Anda yang mencuri barang saya!”

Mendengar kalimat River, Adeline semakin tampak kebingungan. Hingga akhirnya pria itu melanjutkan. “Pistol Five-seven, senjata semi otomatis yang Anda ambil diam-diam saat saya masih tidur!”

Sontak, manik Adeline kini berubah selebar cakram.

‘Sialan! Mengapa dia harus ingat tentang pistolnya?!’ Wanita tersebut menggeram dalam batin.

Benar, saat itu Adeline yang masih ketakutan pada River, memang dengan gegabah meraih pistol pria tersebut dari nakas. Dirinya sengaja mengambil senjata api itu untuk melindungi diri, jika River tiba-tiba bangun dan kembali mengancam nyawanya. Namun, karena sangat panik, Adeline malah membawa pistol itu pulang bersamanya, dan tak menyangka River mendatanginya karena merasa barangnya dicuri!

Adeline menelan salivanya amat berat dan lantas berkata, “sa-saya minta maaf untuk masalah pistol itu. Saya akan mengembalikannya pada Anda, tapi tidak sekarang, karena saya meninggalkannya di rumah. Saya pasti—”

“Nona, saya tidak suka bercanda!” River langsung menyahut tedas. “Anda sudah berani kabur dari saya, mencuri barang saya, bahkan sekarang berdalih macam-macam. Bukankah orang seperti Anda sangat pantas dilenyapkan?!”

Leher Adeline sekejap menegang, bahkan belum reda rasa cemasnya, River kembali menambahkan. “Lihatlah, di ruangan tertutup ini tidak ada siapapun selain Anda, saya dan asisten saya. Orang lain tidak akan tahu jika Anda terbunuh di sini, jadi saya rasa tempat ini sangat cocok—”

“Be-berhenti bicara omong kosong! Sebenarnya apa yang Anda inginkan?!” sambar Adeline dengan iris gemetar. “Anda tidak mungkin mendatangi saya sejauh ini hanya karena pistol. Apa Anda benar-benar ingin membunuh saya karena saya menjadi saksi mata insiden itu? Saya sudah berjanji tidak akan buka mulut, tapi mengapa Anda sangat kejam pada saya?!”

Tanpa sadar, air mata Adeline merembes dari kelopak matanya, hingga membuat netranya berkaca-kaca. Meski begitu, dirinya tak sudi memohon ampunan pada River.

Namun, dari sudut pandang pria tersebut, hal ini justru sangat menarik.

“Anda ingin tahu cara lolos dari semua ini?” tukas River yang seketika membuat Adeline mengernyit. “Menikahlah dengan saya, Nona. Dengan begitu, saya akan mengampuni nyawa Anda!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status