Share

Bab 3

Author: Nuvola
last update Last Updated: 2025-01-24 16:41:42

Serena menatap bangunan mewah yang ada di depannya itu. Sebelumnya dia telah memasuki mansion itu dengan penuh paksaan. Tapi, kali ini dia memasuki mansion itu dengan sadar dan tanpa paksaan dari siapapun.

Seorang pria paruh baya menyambut mereka dengan sangat sopan dan ramah. “Selamat datang Tuan dan Nona.”

Serena cukup terkejut mendengar panggilan dari pria paruh baya itu. “Antar dia ke kamar!” titah Kendrick yang kemudian berlalu pergi meninggalkan Serena.

Serena menatap punggung Kendrick yang menjauh masuk ke dalam lift.

“Nona, sebelumnya perkenalkan saya Verdi, ketua pelayan di mansion ini,” jelas Verdi dengan membungkukkan badannya.

Verdi pria paruh baya yang memegang jabatan sebagai kepala pelayan di mansion Kendrick. Dengan posturnya yang tegap dan sikapnya yang selalu teratur, Verdi dikenal memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi terhadap keluarga Kendrick. Dia juga sangat pandai dalam mempertahankan sikap yang sopan dan profesional, tidak pernah membiarkan emosi pribadi mengganggu pekerjaannya.

“Saya Serena, Paman bisa memanggil saya Serena saja,” ucap Serena karena dia merasa aneh dengan panggilan Nona di mansion itu.

“Maaf Nona, saya tidak berani melakukannya,” tutur Verdi yang kembali menundukkan kepalanya. “Mari saya antar ke kamar, Nona Serena.”

Serena pun mengikuti langkah Verdi yang berjalan ke arah lift. Mansion tiga lantai itu begitu mewah, membuat Serena terpukau.

Langkah Serena terhenti saat dia memasuki ruangan yang luas dengan perabotan mewah yang berkilauan di bawah cahaya lampu kristal.

“Ini kamar Anda Nona, silahkan Anda istirahat jika butuh sesuatu panggil saya saja atau pelayan lain,” tutur Verdi. “Anda juga bisa memakai semua fasilitas yang ada di kamar ini,” sambung Verdi yang diakhiri oleh sebuah senyuman.

“Baik, terimakasih Paman Verdi.”

“Sama-sama Nona, kalau begitu saya pamit kembali ke dapur.”

“Oh ya Paman, kamar Tuan Kendrick dimana?”

“Kamar Tuan tepat berada di samping kiri kamar Anda, Nona.”

“Baiklah, Paman boleh keluar.”

“Baik Nona, selamat malam.”

Setelah mengatakan itu maka Verdi keluar dari kamar Serena dengan menutup pintu.

Serena menatap sekeliling kamar itu. Sebuah tempat tidur besar dengan selimut sutra berwarna krem dan bantal-bantal lembut yang teratur rapi di atasnya. Di sudut, ada sebuah meja rias lengkap dengan cermin besar yang terbingkai dengan emas.

Serena berjalan mengitari kamar, menyentuh setiap detail yang disediakan dengan teliti. Matanya terhenti pada sebuah pintu yang tertutup. Serena membuka pintu itu, terlihat beberapa lemari yang menarik perhatiannya.

Serena membuka salah satu lemari itu di dalamnya tergantung beberapa set pakaian yang tampaknya telah disesuaikan dengan ukuran tubuhnya. Setiap pakaian tampak elegan dan mahal, dari gaun malam hingga pakaian santai. Serena mengangkat salah satu gaun, merasakan kainnya yang halus meluncur di antara jari-jarinya.

Tiba-tiba, kecurigaan menghantui pikirannya. “Bagaimana dia tahu ukuranku? Kenapa dia begitu perhatian?”

Serena merasa ada yang tidak beres, pertanyaan-pertanyaan itu mulai berkecamuk dalam benaknya, membuatnya merasa tidak nyaman. “Apa Leo mengatakan segalanya tentangku,” gumam Serena lagi. “Termasuk ukuranku.”

Serena mengangkat bahu, dia memilih menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Serena mengingat apa yang telah Kendrick lakukan hari ini untuknya dan dia pun ingat jika Kendrick menginginkannya malam ini. Meskipun itu menghancurkan harga dirinya tapi Serena tetap akan melakukannya. Itu semua dia lakukan demi ibunya. Serena tak ingin kehilangan satu-satunya orang yang sangat berharga baginya.

Serena berendam air hangat, dia memastikan tubuhnya segar dan wangi untuk malam ini. Setelah dirasa cukup maka Serena segera membilas tubuhnya dengan shower.

Serena menyiapkan dirinya untuk malam ini, dia kini berdiri di depan cermin. Memandang dirinya sendiri yang mengenakan bathrobe yang terbuat dari bahan satin tipis dan dua tali di bahunya.

“Aku benar-benar terlihat seperti wanita murahan,” gumam Serena yang mencoba mengatur nafasnya. “Ibu maafkan aku, aku harap ibu akan mengerti,” sambung Serena.

Serena keluar dari kamar dia melangkah menuju ke kamar Kendrick yang berada tepat di samping kamarnya. Serena berdiri di depan kamar mengambil nafas dalam-dalam sebelum membukanya. Serena menetralkan degup jantungnya dan memastikan lagi penampilannya kali ini.

Dalam keheningan koridor yang hanya disertai suara langkah kaki yang bergema, Serena masih berdiri ragu di depan pintu kamar Kendrick. Jantungnya berdebar kencang, perasaannya bercampur antara ketakutan dan kegugupan. Serena merasa jika dia benar-benar tak bisa melakukannya hingga berbalik memilih pergi.

Namun, seketika tangan besar yang hangat meraih pergelangan tangannya, menariknya dengan kekuatan yang lembut namun pasti masuk ke dalam kamar. Kendrick berdiri di belakangnya, napasnya terasa hangat di tengkuk Serena.

Ketika pintu tertutup dengan suara klik yang mengejutkan, Serena merasakan detak jantungnya yang semakin tidak teratur. Ruangan itu dipenuhi dengan aroma parfum Kendrick yang lembut, membuatnya semakin merasa tidak berdaya. “Apa kamu berubah pikiran?” Kendrick berbicara dengan suara rendah yang menggema di dinding kamar.

Serena berbalik menghadap Kendrick, matanya memancarkan sedikit ketakutan. “Sa-saya hanya gugup, Tuan,” ucap Serena dengan suara yang gemetar. Kendrick menatapnya dengan intens.

“Kamu sangat seksi, Serena,” bisik Kendrick sambil menggenggam tangan Serena lebih erat.

Suasana di kamar itu tiba-tiba terasa sangat intim dan penuh emosi. Serena masih terdiam, mencoba memproses situasi yang tiba-tiba ini, sementara Kendrick perlahan mendekat, matanya tidak pernah lepas dari wajah Serena yang penuh kekhawatiran.

Serena mengalihkan tatapannya dari Kendrick karena pria di depannya itu hanya memikirkan handuk di pinggangnya. Pemandangan itu membuat Serena semakin gugup hingga tak berani menatap Kendrick.

“Apa ini balasanmu setelah apa yang aku lakukan?”

Pertanyaan itu membuat tenggorokan Serena tercekat. “Pandang aku, Serena!”

Suara itu terdengar seperti perintah bagi Serena, dia dengan ragu menatap Kendrick. “Sentuh perutku Serena, bukankah kamu menyukainya?”

Detak jantung Serena tak bisa di kontrol, dia ingin menolak tapi tentu saja tak bisa menolak perintah dari pria yang telah membelinya itu. Tangannya dengan ragu menyentuh perut Kendrick, yang keras dan berotot dengan gugup hingga membuat tangannya bergetar. Kendrick melihat jelas bagaimana Seren gugup tapi dia cukup puas hingga senyum samar terlukis di wajahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Hasrat dan Obsesi Tuan Kendrick   Bab 83

    “Besok, Mama mau kamu makan malam dengan Mam,” ucap Teresa yang menatap anaknya yang tengah menyetir. Kendrick tidak menanggapi perkataan Teresa dia diam dan fokus menyetir berharap segera sampai di mansion utama. “Ken, apa kami tidak mendengar Mama?” suara Teresa kembali meninggi membuat Kendrick menoleh. “Apa lagi yang mau Mama bicarakan denganku? Semua tidak akan mengubah keputusanku, Ma,” ucap Kendrick tanpa menoleh ke arah Teresa. “Aku akan tetap menikahi Serena, meskipun kalian menentang.”“Kendrick! Kenapa sih kamu tidak pernah mau mendengarkan Mama? Cari wanita manapun dari keluarga terhormat, Ken!”“Dia masih keluarga Quirino, jadi tidak ada alasan lagi untuk Mama mengatakan jika dia bukan berasal dari keluarga terhormat.”“Tapi dia lahir diluar pernikahan, sadarlah Ken.”Kendrick menghela nafas, dia merasa muak terus berdebat dengan Mamanya sendiri. Tidak peduli pandangan orang lain, Kendrick tetap menginginkan Serena dan dia akan mempertahankan Serena agar tetap disisinya

  • Terjerat Hasrat dan Obsesi Tuan Kendrick   Bab 82

    Serena duduk di tepi ranjang, pandangannya kosong menatap dinding kamar yang sunyi. Satu bulan berlalu sejak hari itu di kantor, ketika Teresa datang tanpa diundang, menebarkan ketegangan yang tak pernah Serena bayangkan sebelumnya. Hatinya terbelah antara rasa ingin bertahan dan tekanan yang semakin menyesakkan. Minggu lalu ia resmi mengundurkan diri, keputusan yang dibuat setelah berhari-hari menahan tatapan dingin dan bisik-bisik yang tak pernah diucapkan, namun terasa begitu nyata.Pintu kamar terbuka perlahan, Kendrick masuk dengan langkah pelan. Melihat Serena yang masih duduk termangu, wajahnya berubah khawatir. Ia mendekat, duduk di sampingnya dan meraih tangan Serena yang dingin. "Sayang, apa kamu baik-baik saja?" suaranya lembut, penuh perhatian. “Kamu sudah pulang, Ken?” ucap Serena yang kemudian melihat jam yang ternyata sudah pukul tujuh malam. “Iya Sayang, kamu kenapa melamun?”“Tidak apa-apa, aku hanya bingung harus melakukan apa dirumah,” ucap Serena berbohong. Kend

  • Terjerat Hasrat dan Obsesi Tuan Kendrick   Bab 81

    Kantor Alonzo Group hiruk-pikuk. Suara bisik-bisik memenuhi ruang kerja, menciptakan atmosfer tegang yang tidak bisa diabaikan. Serena duduk di mejanya, wajahnya pucat saat melihat layar komputernya. Foto-foto dirinya dan Kendrick memenuhi forum kantor. “Serena, lihat ini!” Luna, rekan kerjanya, berlari menghampiri, wajahnya memancarkan kekhawatiran. “Kamu dan Pak Kendrick! Ini gila!”Serena menelan ludah, jantungnya berdegup kencang. “Kenapa bisa tersebar?” tanyanya dengan suaranya bergetar.“Entahlah, tapi semua orang membicarakannya,” Sofia menjawab, tidak dapat menyembunyikan rasa kekhawatirannya. “Kamu baik-baik saja, Serena?” tanya Maudy yang melihat wajah pucat Serena.“Kak, tenanglah,” tutur Sofia. Mereka mengerti apa yang menjadi kekhawatiran Serena. Di luar kantor, Kendrick yang baru selesai bertemu dengan klien mendengar kabar dari Julian, asisten pribadinya. “Julian, apa maksudnya ini? Mama sedang dalam perjalanan ke kantor?” Suara Kendrick terdengar tegang, mencermink

  • Terjerat Hasrat dan Obsesi Tuan Kendrick   Bab 80

    Mentari pagi menerobos masuk melalui celah gorden, membekukan lembut wajah Serena. Ia mengerjap, merasakan kehangatan di sekitarnya. Kendrick. Pria itu sudah bangun, menatap dengan senyum teduh yang selalu berhasil menghangatkan hatinya."Selamat pagi, sayang," bisik Kendrick, mengecup bibir Serena singkat namun penuh kasih. Serena membalas senyumannya."Pagi, Ken. Mandi sana, nanti telat ke kantor." Kendrick menggeleng, senyumnya semakin lebar."Tidak ada kantor hari ini untukku." Serena sedikit mengerutkan keningnya. “Maksudmu?”"Aku ingin menghabiskan hari ini bersamamu." "Tidak bisa, Ken. Aku juga harus ke kantor." Raut kekhawatiran langsung tergambar di wajah Kendrick."Kamu yakin Sayang?” Serena mengangguk, dia lalu berkata. “Aku ingin kembali bekerja. Aku tidak bisa terus menerus berdiam diri di rumah,bukan?” Suaranya lirih, namun terdapat ketegasan di dalamnya.Kendrick menatap Serena dengan lembut dan penuh pengertian. Mungkin benar, kembali ke rutinitas seperti biasa akan me

  • Terjerat Hasrat dan Obsesi Tuan Kendrick   Bab 79

    "Aku senang kalau kamu sudah mulai tersenyum lagi," kata Kendrick akhirnya, suaranya lebih lembut dari biasanya, seperti mendengarkan alunan lagu yang merdu.Serena terdiam, merenungkan kata-kata Kendrick. Ia menyadari perubahan dalam dirinya sendiri. Rasanya seperti menemukan secercah cahaya di ujung lorong gelap yang tak berujung.Namun, meskipun ada perubahan positif, ia masih tidak yakin dengan apa yang sebenarnya ia rasakan. Apakah ini hanya ilusi dari rasa rindu akan kebahagiaan yang sudah lama menghilang, ataukah ada sesuatu yang nyata?Kendrick tidak berbicara untuk beberapa saat, hanya menemani Serena dalam diam. Serena menghela nafas pelan, menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi, mencoba meredakan pikirannya yang terus berputar."Aku ingin kamu tetap disisiku, Sayang," kata Kendrick tiba-tiba, membuay suasana tenang yang sebelumnya ada di antara mereka. Serena langsung menegang. Ia menoleh menatap Kendrick, tetapi pria itu tetap menatap lurus ke depan, seolah-olah sedang b

  • Terjerat Hasrat dan Obsesi Tuan Kendrick   Bab 78

    Pagi itu, Kendrick memutuskan untuk Angin sejuk menerpa wajahnya. Dia memperhatikan sekeliling—anak-anak bermain di kejauhan, pasangan muda berjalan bergandengan tangan, dan beberapa orang tua duduk menikmati sore dengan segelas kopi. Semua orang tampak... menjalani hidup.Serena menggenggam lengan bajunya sendiri, merasa terasing di antara mereka. Kendrick berdiri di sampingnya, diam, memberi Serena waktu untuk menyesuaikan diri dengan dunia luar yang terasa asing."Ayo duduk," katanya akhirnya, menunjuk bangku kayu di bawah pohon rindang. Serena menurut, meskipun hatinya masih berat. Mereka duduk berdampingan dalam keheningan, hanya suara burung dan tawa anak-anak yang terdengar."Kamu tahu," Kendrick akhirnya membuka suara, "Aku dulu benci tempat kayak gini." Serena menoleh, keningnya berkerut. "Kenapa?" Kendrick mengangkat bahu. "Karena terlalu ramai. Terlalu banyak orang dengan kehidupan mereka masing-masing, sementara aku sIbuk dengan kehidupanku yang berantakan."Serena terdia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status