Pandangan mereka saling bertaut. Pemilik mata beriris coklat itu tampak berkaca-kaca ketika mendengar ucapan lelaki yang ada di hadapannya itu. Untuk sesaat, Inara seperti tersihir oleh kata-katanya.
"Maaf atas kesalahanku dulu. Aku yang salah, kupikir aku takkan pernah jatuh cinta padamu. Tapi nyatanya Allah sang pembolak-balik hati, hanya beberapa hari bersamamu saja sudah membuat jantungku ini berdebar-debar. Apalagi sekarang, aku telah jatuh pada pesonamu, Inara. Kau satu-satunya wanita yang mampu menggetarkan hati ini. Mampu bertahan di saat aku terpuruk, padahal kita baru saling mengenal. Bahkan kau yang sudah menjadi penyemangatku untuk sembuh dan melanjutkan hidup. Kau wanita yang sangat manis dan juga lembut, aku suka semuanya yang ada dalam dirimu."
Harshil meraih kedua tangan Inara, lalu dikecupnya bergantian. Tanpa terasa butiran bening menitik dari pelupuk mata Inara.
Harshil mengusapnya perlahan. "Maaf, aku justru membuatmu kesu
"Langsung ke apartemen saja.""Mas, kita belum pamit sama pemilik kontrakan," ujar Inara."Sudah.""Kapan?""Semalam, waktu kamu tidur.""Terus?""Ya, bilang tidak apa-apa. Kuncinya suruh ditaruh di ventilasi atas pintu. Nanti siang paling bapak itu mengecek kesini.""Alat masaknya ditinggal, Mas?""Ditinggal aja, buat apa. Apartemenku sudah lengkap. Kamu bisa memasak sepuasnya."Sebuah senyuman merekah dari bibir Inara."Kita langsung berangkat, Tuan?""Ya, Ettan."Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Sesekali Ettan melirik ke arah spion melihat hubungan majikannya yang tampak makin dekat. Dia melihat senyuman lepas di wajah tuan mudanya, tanpa beban. Bercengkrama dan bergantian menggendong bayi itu. Tak banyak kata, ia hanya menikmati keharmonisan mereka."Tuan, sepertinya ada yang mengikuti kita," tukas Ettan saat menyadari ada mobil lain yang terus mengikutinya.Harsh
"Tapi Mas, kartu kredit itu bukankah milik Ettan?""Hahaha, tenang saja aku akan menggantinya nanti. Kau tidak usah pikirkan hal ini."Inara mengangguk."Ambil sekalian yang banyak buat satu minggu ke depan. Apartemenku jauh dari pasar jadi kamu harus pintar-pintar mengolah bahan makanan biar gak kehabisan nanti," pungkas Harshil."Iya, Mas." Inara mengambil semua kebutuhan pokok. Beras, minyak, telor, mie instan, kecap, susu formula dan diapers untuk Savrina dan beberapa bahan pokok yang lain."Setelah aku kembali aktif bekerja mungkin waktuku bersamamu akan sedikit berkurang. Jadi pilihlah semua yang menurutmu kita butuhkan. termasuk sayur-sayuran dan buah-buahan."Inara mengangguk."Inara, ambil kepiting dan ikan-ikanan juga. Aku mau nanti kamu masak kepiting atau makanan seafood yang lain.""Iya Mas.""Ayam juga jangan lupa.""Siap.""Sayurannya sudah dilengkapi?""Sudah?""Untuk bum
Inara tersenyum. Berkali-kali mendapatkan ungkapan cinta dari suaminya.Harshil membuka pintu, lalu duduk di kursi yang tersedia di balkon. Hal yang sudah sangat lama tak ia lakukan. Menikmati udara, lebih tepatnya semilir angin yang bertiup cukup kencang menerpa wajahnya.Ia memejamkan mata sejenak sembari mendekap bayi mungil itu ke dalam dadanya. Sekelebat kenangan buruk silih berganti hadir mewarnai ingatannya. Matanya terbuka dengan deru nafas yang memburu. Harshil menghela nafas dalam-dalam, mengusap wajah dengan kasar, lalu kembali memandang bayi mungil dalam dekapannya."Kenangan buruk itu tak bisa kulupakan begitu saja. Tapi hidup terus berjalan dan aku tak menyesalinya kini. Justru aku bersyukur bisa bertemu dengan Inara, bidadariku, penyemangatku. Aku harus melindunginya dan tak boleh menyerah dengan keadaan."Sementara di dalam, Inara membersihkan salah satu kamar yang akan ditempatinya nanti. Mengelap meja dan lemari dengan kain b
"Carikan bodyguard khusus buat Inara. Aku tak ingin terjadi sesuatu bila Inara ditinggal di sini sendirian. Tapi ingat, harus perempuan dan bisa bela diri.""Apa Mas, bodyguard?" Inara datang menghampiri. "Aku gak mau mas, kemana-mana harus diikutin, kayak gak bebas gitu. Emangnya aku anak kecil?" Inara duduk di samping suaminya. Raut wajahnya bertambah kesal."Tapi Inara ini demi kebaikanmu, aku gak bisa full 100% jagain kamu nanti. Banyak pekerjaan yang perlu diurus.""Pokoknya aku gak mau, Mas. Aku akan di sini saja, aku gak akan kemana-mana kecuali sama kamu.""Inara, memangnya kamu tidak bosan sendirian terus di sini? Kasihan Savrina juga. Kamu bisa berjalan-jalan dengan Savrina di taman.""Bukankah apartemen ini aman? Jadi tidak masalah kan kalau aku pergi sendiri?""Inara, kita tidak tahu kapan bahaya akan datang.""Mas, aku gak mau, aku gak setuju titik. Kalau kamu maksa mending aku pulang ke rumah abah.""Kenapa mau pu
Wajah Chelsie berubah tak suka, saat mantan kekasihnya memuja wanita lain selain dirinya, senyuman yang tadinya ramah kini berganti sinis. Jantungnya berdegup kencang, nafasnya memburu, tangannya mengepal kuat. Ia tak pernah menyangka lelaki yang pernah menjadi kekasihnya itu menolaknya mentah-mentah, tanpa memberinya kesempatan lebih dahulu."Harshil, tunggu! Terserah walaupun kamu mencintai wanita udik itu. Aku siap walaupun jadi yang kedua, asalkan itu bersamamu, Harshil. Tolong maafkan kesalahanku yang dulu. Aku ingin kita bersama lagi.""Gila kamu!! Ingat ini baik-baik, aku tidak akan pernah menduakan Inara. Urus saja kehidupanmu dengan suami playboymu itu!" ucapnya seakan menegaskan kalau Erick memanglah sang playboy. Ya, dulu sebelum menikah, Erick sering bergonta-ganti pasangan, tidak cukup satu. Entah jurus apa yang dia pakai hingga Chelsie pun akhirnya terpikat dan luluh menjadi istrinya.Harshil berlari ke arah jalan yang berbeda. Ta
Rating 21+"Kamu jangan khawatirkan hal yang tak pasti. Masa lalu hanyalah masa lalu dan aku takkan pernah tergoda olehnya lagi. Saat ini dan selamanya, kau adalah ratuku, masa depanku, ibu dari anak-anakku kelak. Aku sungguh-sungguh mencintaimu, Inara. Hatiku adalah milikmu."Sebuah senyuman merekah di bibir Inara. Ia membalas pelukan sang suami. Melingkarkan tangan di punggungnya. Untuk beberapa jeda mereka terhanyut pada pikiran masing-masing. Harshil membelai lembut rambut Inara yang panjang."Inara ...""Hmmm ...""I love you," ungkap Harshil dengan suara yang begitu lembut."Iya ...""Aku mencintaimu.""Aku juga.""Juga apa? Hmmm ... coba katakan padaku."Harshil menatap wajah istrinya, memegang dagunya dengan lembut."Aku juga mencintaimu, Mas," jawab Inara.Mendengar ungkapan cinta dari Inara, di hatinya bagaikan bunga-bunga layu yang disiram oleh air hujan, terasa sejuk dan mengg
Harshil menyiapkan air hangat untuk istrinya di bathtub, termasuk bubble bath dan essentials oil agar Inara rileks saat berendam nanti.Harshil menundanya untuk bangkit. Inara masih merasa lelah, lelah yang merajai fisik usai pertempurannya semalam. Rasa sakit dan perih ia rasakan di area sensitifnya."Mas, sakit ..." desis Inara lirih."Mau kugendong sampai kamar mandi?"Inara hanya menggeleng pelan. "Enggak, aku jalan sendiri saja."Matanya terbelalak kaget saat melihat ada sedikit noda darah di atas sprei. "Mas, itu ..."Harshil hanya tersenyum. "Nanti biar aku yang bersihkan. Terima kasih sayang. Mmmuuach." Lelaki itu kembali mencium istrinya, lembut.Dengan langkah pelan sembari menahan rasa sakit, Inara berjalan ke arah kamar mandi. Berendam di bathtub yang sudah disiapkan oleh sang suami. Inara tersenyum, membayangkan percintaannya dengan sang suami tadi. Sekarang dia sudah menjalankan kewajibannya menjadi seo
"Permisi, Tuan ..." panggilan dari luar menghenyakkan mereka. Harshil membuka pintu, Ettan berdiri sembari memberi salam."Silahkan masuk, Ettan. Sekalian kita sarapan sama-sama," ajak Harshil pada asisten pribadinya."Tidak perlu, Tuan. Sebelum kesini saya sudah sarapan lebih dulu.""Oke, baiklah. Duduk dulu saja."Ettan mengangguk sembari duduk di sofa. Inara dan Harshil hendak melanjutkan sarapan yang tertunda, tetiba Savrina menangis dengan kencang."Mas, kau makan dulu saja. Biar aku yang menenangkannya."Harshil mengangguk, sedangkan Inara masuk kembali ke dalam kamar menenangkan Savrina, mengganti popoknya sekaligus memberikan susu formula untuknya."Nona, boleh saya menggenggongnya? Biar nona kecil bersama saya, Non Inara bisa sarapan bersama Tuan." tanya Ettan saat melihat Inara tengah kerepotan."Oh iya, silahkan. Terima kasih ya Ettan.""Iya, Nona."Inara kembali ke meja makan, menemani sang suami